(Panjimas.com) – Viralnya kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh seorang oknum perawat kepada pasien perempuan di salah satu rumah sakit di Surabaya kembali menghadirkan memori pahit maraknya kekerasan terhadap wanita terutama kekerasan seksual. Bagaimana tidak, kasus ini hanya titik kecil dari fenomena gunung es kasus pelecehan seksual terhadap wanita.
Data dari BPS menyebutkan bahwa 1 dari 3 perempuan rentang usia 15-64 tahun mengalami kekerasan fisik dan atau seksual sementara 1 dari 10 perempuan 15-64 tahun mengalami kekerasan fisik dan seksual dalam satu tahun terakhir. Senada dengan hal itu, Komnas Perempuan membeberkan data bahwa kekerasan seksual tahun 2014 tercatat 4.475 kasus, di tahun 2015 ada 6.499 kasus dan tahun 2016 telah terjadi 5.785 kasus. Hal ini jelas menunjukkan bahwa angka tingkat kekerasan seksual yang menimpa wanita masih tinggi.
Fakta ini mengindikasikan degradasi moral dikalangan masyarakat yang berimbas pada rusaknya tatanan sosial. Bagaimana tidak, bayangkan seorang laki-laki yang seharusnya memuliakan dan menjaga perempuan tetapi malah menjadi predator yang meruntuhkan kehormatan perempuan. Uniknya hal ini sudah menjadi fenomena umum yang artinya terjadi hampir di semua daerah. Tentunya ini menjadi isu nasional yang terjadi tidak lepas dari berbagai kebijakan nasional yang diterapkan. Menilik kepada kebijakan di negeri ini, semuanya sudah pasti memahami bahwa Indonesia merupakan salah satu negara yang berkiblat ke Barat dengan mengambil sistem dan nilai-nilai Barat. Sistem yang dikenal dengan sekuler.
Sistem sekuler memisahkan urusan kehidupan dengan agama, yang saat ini diemban oleh Indonesia, memiliki pandangan yang khas yaitu menjadikan kemanfaatan sebagai standar dalam menilai sesuatu, termasuk pandangan terhadap perempuan. Dengan meminggirkan agama dalam mengatur masalah perempuan, sistem ini menilai kemuliaan perempuan dengan ukuran kemanfaatan secara materi. Nilai kemuliaan perempuan terletak pada kecantikan, atau kemanfaatan materi yang bisa diberikan perempuan. Maka tidak heran jika perempuan hanya dijadikan objek kecantikan dan pemuas nafsu. Perempuan dieksploitasi semikian rupa, martabat perempuan direndahkan, dilecehkan dengan begitu mudahnya.
Ditambah lagi dengan adanya nilai-nilai liberalisme yang mengantarkan kepada kebebasan berperilaku yang meracuni pemuda muslim hari ini. Hal ini semakin memperparah kondisi, membuat muslim yang sudah meminggirkan agama, menjadikan kebebasan sebagai landasan dalam berperilaku. Bebas untuk berpakaian, bebas untuk pergi dan berhubungan dengan siapa pun, bebas berpacaran, bebas melakukan apapun. Kebebasan yang dikira akan menjadikan kehidupannya bahagia, akan tetapi yang terjadi justru sebaliknya. Kebebasan ini justru merenggut ketenangan hidup dan merusak tatanan sosial masyarakat. Maraknya wanita yang berpakaian terbuka justru mengundang berbagai perilaku pelecehan terhadap dirinya. Gaul bebas membuat banyaknya kasus hamil di luar nikah yang semakin memperburuk kondisi masyarakat. Bahkkan tidak jarang yang berjung kematian karena aborsi ataupun dibunuh sang kekasih. Sungguh sangat menghinakan perempuan.
Padahal sejatinya Islam sangat memuliakan perempuan. Islam mengukur kemuliaan perempuan dari ketakwaannya, maka penampilan fisik perempuan bukanlah patokan. Islam memuliakan perempuan dengan tugas pokok menjadi ibu serta pengatur dan penjaga rumah tangga. Islam juga telah memuliakan perempuan dengan menjamin hak-haknya sebagai manusia. Islam menjamin hak perempuan untuk dilindungi kehormatan, akal, harta, jiwa, agama dan keamanannya. Islam mewajibkan perempuan untuk menutup aurat, mengenakan jilbab dan kerudung ketika keluar rumah, menundukkan pandangan, tidak ber-tabarruj (berdandan berlebihan), tidak berdua-duaan dengan yang bukan mahram, berpergian lebih dari sehari-semalam harus disertai mahram, dan lain-lain. Semua hukum-hukum tersebut sejatinya bukanlah untuk mengekang kebebasan perempuan. Tetapi sebaliknya, dengan aturan tersebut perempuan dimuliakan karena dapat beraktivitas tanpa ada ancaman.
Semua hukum-hukum Islam yang akan memuliakan perempuan tersebut tidak akan terwujud jika belum ada institusi negara yang melaksanakannya. Yaitu negara yang melandaskan aturannya hanya kepada Islam saja, Negara Khilafah Islamiyah. Karena hanya dengan Khilafah Islam lah sejatinya kemuliaan perempuan bisa terjaga.
Sungguh sejarah telah membuktikan peran vital negara dalam menjaga kehormatan kaum perempuan. Contoh, saat seorang Muslimah berbelanja di pasar Bani Qainuqa, seorang Yahudi mengikat ujung pakaiannya sehingga ketika berdiri aurat wanita tersebut tersingkap yang kemudian diiringi derai tawa orang-orang Yahudi di sekitarnya. Wanita tersebut berteriak. Kemudian salah seorang Sahabat datang menolong dan langsung membunuh pelakunya. Namun kemudian, orang-orang Yahudi mengeroyok dan membunuh Sahabat tersebut. Ketika berita ini sampai kepada Nabi Muhammad SAW, beliau langsung mengumpulkan tentaranya. Pasukan Rasulullah SAW. mengepung mereka dengan rapat selama 15 hari hingga akhirnya Bani Qainuqa menyerah karena ketakutan. Kisah lainnya ketika seorang wanita menjerit di Negeri Amuria karena dianiaya dan dia memanggil nama Al-Mu’tashim, jeritannya didengar dan diperhatikan. Dengan serta-merta Khalifah al-Mu’tashim mengirim surat untuk Raja Amuria “…Dari Al Mu’tashim Billah kepada Raja Amuria. Lepaskan wanita itu atau kamu akan berhadapan dengan pasukan yang kepalanya sudah di tempatmu sedang ekornya masih di negeriku. Mereka mencintai mati syahid seperti kalian menyukai khamar…!” Singgasana Raja Amuria bergetar ketika membaca surat itu. Lalu wanita itu pun segera dibebaskan.
Karena itu sudah saatnya untuk kembali kepada Al-Quran dan Sunnah, kembali pada aturan-aturan islam yang komprehensif mengatur seluruh aspek kehidupan. Kembali melanjutkan kehidupan islam dalam bingkai Daulah Khilafah Islamiyah.
”Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (QS Al Maidah ayat 50). Wallahu A’lam Bishawab. [RN]
Penulis, Ade Arifin Arifin
Alumni S1 Psikologi Universitas Andalas