SOLO, (Panjimas.com) – Pakar hukum Universitas Djuanda Bogor, Dr. Muhamamd Taufik mengatakan bahwa tindakan pelecehan terhadap wanita terlebih muslimah bercadar yang terjadi beberapa waktu lalu di Kota Solo, Polisi sudah bisa bertindak tanpa menunggu adanya pelaporan korban.
Penulis buku ‘Terorisme Negara Demokrasi’ itu menjelaskan kejadian seperti itu sudah melanggar dua pasal sekaligus. Yakni pasal 156a tentang pelecehan agama karena korban yang disasar mengenakan pakaian muslimah dan pasal 289-296 tentang pelecehan sexsual.
“Menurut saya ini yang dilanggar dua, tentang pelecehan agamanya itu pasal 156a, kemudian kalau terjadi sampai meremas dada, Polisi harus bertindak. Itu masuknya pasal pelecehan seksual, diaturnya di KUHP pasal 289 sampai pasal 296,” kata Taufiq saat ditemui wartawan di kantor MT&P, Laweyan, Solo, Kamis (11/1/2018).
Taufiq mengungkapkan bahwa kasus semacam itu sudah masuk kepada delik pidana biasa yang artinya polisi bisa bertindak tanpa menunggu adanya laporan dari pihak korban.
“Saya tegaskan, sifat deliknya pidana biasa. Artinya apa? Tanpa harus ada laporan masyarakat, tanpa ada keberatan korban, Polisi sudah bisa bertindak. Menangkap orang itu (pelaku pelecehan),” ujarnya.
Lebih lanjut, Taufiq menerangkan bila kejadian pelecehan khususnya kepada korban yang spesifik memakai simbol agama, tidak segera dilakukan penelusuran, dalam jangka panjangnya akan menimbulkan instabilitas, keresahan, dan yang berbahaya terjadi main Hakim sendiri.
“Kenapa main Hakim sendiri, misalkan anak atau istri saya korbannya. Pasti ya saya gebuki pelakunya kan begitu. Itu yang paling bahaya, dan potensi itu sangat mungkin. Supaya eskalasi itu tidak panjang dan berakumulasi sikap masyarakat yang menganggap Polisi lamban, mau tidak mau bisa terjadi peradilan swasta, itu sangat bahaya,” tandasnya.
Doktor Ilmu Hukum dari Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS) itu pun tidak setuju dengan tindakan main Hakim sendiri. Namun demikian, kata dia gerakan masyarakat yang spontanitas juga tidak bisa disalahkan.
“Saya pun nggak setuju orang main Hakim sendiri. Kan kalau menganggap proses hukum lama dan panjang dan berbelit-belit, bahkan tidak memberikan kepastian, masyarakat tidak bisa disalahkan,” pungkasnya. [SY]