SEOUL, (Panjimas.com) – Korea Selatan saat ini telah menjadi negara tujuan mahasiswa dan tenaga kerja Indonesia dalam mengadu nasib dan melanjutkan pendidikan. Hal itu disebabkan oleh kemajuan Korea Selatan yang pesat dalam 40 tahun terakhir. Berawal dari negara miskin pasca perang saudara hingga menjadi raksasa ekonomi Asia yang dikenal dunia.
Melihat potensi tersebut Pengurus Pusat KAMMI melakukan deklarasi pembentukan cabang luar negeri KAMMI pada Selasa malam (28/11/2017) di Seoul, Korea Selatan. Ketua Bidang Hubungan Luar Negeri PP KAMMI, Adhe Nuansa Wibisono menyatakan KAMMI ingin menangkap peluang tersebut dengan mendirikan KAMMI Korea Selatan.
“Menurut KBRI Seoul jumlah WNI kita di Korea ada 39.200 orang. Belum lagi mahasiswa Indonesia diperkirakan jumlahnya ada sekitar 4.000 orang. KAMMI ingin menangkap peluang emas tersebut!”, ungkap Wibisono.
Wibisono juga menyatakan bahwa deklarasi ini adalah bagian dari rencana strategis pengembangan jaringan luar negeri KAMMI.
“Sejauh ini KAMMI sudah mendirikan dua cabang luar negeri baru di Turki dan Malaysia. Deklarasi KAMMI Korea Selatan ini adalah yang ketiga. Sesuai renstra, KAMMI akan mendirikan 20 cabang luar negeri dalam 2 tahun kedepan”, tegasnya.
Di sisi lain, Asma Azizah, perwakilan Pengurus Pusat KAMMI yang didaulat menjadi Ketua KAMMI Korea Selatan, menyatakan saat ini muncul tren positif cukup pesatnya perkembangan Muslim di Korea.
“Muslim di Korea Selatan jumlahnya hanya 145 ribu orang atau hanya 0,4 persen saja dari mayoritas yang beragama Kristen dan Konghucu. Tapi hingga saat ini sudah terdapat 15 Masjid besar di kota seperti Seoul, Busan, Gwangju, Pocheon, Daegu dan kota lainnya”, kata mahasiswi S2 Korean Linguistic – Kyunghee University tersebut.
Kedepannya KAMMI Korea Selatan juga akan bekerjasama dengan berbagai komunitas Indonesia yang sudah mapan dalam sinergi program sosial dan pendidikan.
“Melihat maraknya komunitas Indonesia di Korea, KAMMI akan menjalin kerjasama dengan beberapa organisasi pelajar dan komunitas Indonesia seperti KMI, PERPIKA, dan IMUSKA”, ujar alumnus Sastra Korea Universitas Gadjah Mada tersebut.
“Sebagai organisasi baru, banyak hal yang bisa kami pelajari dari pengalaman mereka, khususnya dalam pengelolaan program sosial dan pendidikan”, pungkasnya. [RN]