KUALA LUMPUR, (Panjimas.com) – “Jika Anda berbicara dengan bahasa [etnis] Rohingya, Saya akan denda kalian 20 sen!” Teriak Sharifah Shakirah, setengah bercanda, kepada delapan muridnya, gadis dan perempuan Rohingya.
Ini adalah kelas bahasa Inggris dan para perempuan seringkali sengaja untuk berbicara bahasa ibu mereka, hal ini akan menghambat kemajuan mereka dalam belajar bahasa Inggris.
Tiap hari Selasa, mereka datang ke Jaringan Pengembangan Wanita Rohingya, Rohingya Women Development Network (RWDN) di Gombak untuk mempelajari bahasa Inggris dan bahasa Malaysia.
Awalnya para perempuan rohingya itu tampak malu-malu.
Mereka mengulangi dengan lembut dan lirih setelah Sharifah, guru mereka, yang juga seorang Muslimah Rohingya, mengucapkan kalimat atau kata bahasa Inggris.
Kemudian para perempuan itu tersipu malu saat ditanyakan nama-nama mereka, dikutip dari Malaysia Kini.
Sebagian besar perempuan tersebut adalah ibu-ibu muda dan telah membawa anak-anak bersama mereka.
Sulit mempelajari 2 bahasa baru saat anak-anak dan bayi Anda bermain di lantai untuk mendapatkan perhatian Anda.
Sharifah mendatangi setiap perempuan itu, mengajarkan mereka melalui daftar kata-kata yang tertulis di papan tulis.
Topik hari itu adalah ‘Things in the House’.
Sharifah membuat mereka mengucapkan kalimat berulang kali, kemudian mengoreksi pengucapan dan tata bahasa mereka.
Nur Jehan duduk di barisan depan. Dia berusia 11 tahun dan telah diberitahu oleh Ayahnya untuk berhenti sekolah hanya karena “dia seorang perempuan”.
Satu-satunya sumber pendidikannya adalah kelas bahasa Inggris dan bahasa Malaysia ini, yang dia ikuti bersama ibunya, Nur Begum.[IZ]