JAKARTA,(Panjimas.com) – Berkerudung putih, mengenakan jaket hitam sambil menggendong tas, wanita ini melangkahkan kakinya sendirian bergabung dengan jutaan umat Islam yang turun ke jalan menuntut ditangkapnya penista Agama, Basuki Tjahaya Purnama alias Ahok.
Mengikuti Aksi Bela Islam III, pada jumat 2 Desember 2016, mulutnya berkomat-kamit bersholawat, bertakbir dan berdzikir mengikuti setiap rombongan yang dilalui saat berorasi.
Sesekali menoleh, dan bertasbih melihat pemandangan aksi damai yang dilakukan umat Islam. Bagaimana tidak, disepanjang jalan setiap kelompok yang membawa makanan dan minuman menawarkan hingga berlebih.
Dia lihat, ada rombongan yang menamakan Semut Ibrahim, mengingatkan sampah untuk diserahkan para semut yang membawa kantong plastik hitam, jangan sampai mengotori jalanan. Tak hanya itu kafilah-kafilah Mujahid dari berbagai wilayah tak sanggup dihitung dengan pandangan mata.
Mendekati waktu sholat Jumat, wanita ini mulai melangkahkan kakinya naik ke jembatan penyeberangan di jalan Tamrin, Jakarta. Pandangan matanya menyorot hamparan baju putih menumpuk ditengah jalan Tamrin. Telinganya mulai mendengar seksama khotbah Ustadz Habib Rizieq Shihab dari pengeras suara mobil di jalan itu.
Sampai akhirnya terdengar do’a dari sang ustadz, wanita ini pun mengangkat kedua tangannya, seakan mendekap besi jembatan penyeberang jalan. Menengadahkan keatas, bersama-sama meminta dan mengamini setiap do’a yang didengarnya.
Tak dihiraukan siapa saja yang melaluinya, melihatnya dan memperhatikannya. Tangan kanannya sesekali mengusap mata, butiran-butiran air keluar dari kedua matanya seiring tetesan hujan yang mulai turun mengguyur wilayah Ibu Kota.
Kepalanya bergerak-gerak menahan sesenggukkan hela nafasnya. Sangat faham apa yang diminta para Ulama atas kedholiman umat Islam saat ini yang sering dilakukan musuh-musuh Islam.
Menghayati lantunan do’a Habib Rizieq, seakan dirinya ikut merasakan penderitaan umat Islam dinegeri terjajah Palestina, Iraq, Suriah, Yaman bahkan Rohingya Myanmar baru-baru ini. Pelecehan, penistaan dan penodaan, Allah, Rasulullah, Al Quran dan Agama Islam, dia tutup matanya bukan berarti menutup keimanannya.
Hanya do’a yang saat ini dia bisa berikan pada umat Islam, do’a yang menjadi senjatanya umat Islam untuk terakhir kali. Manakala sudah tak sanggup untuk merubah keadaan dengan kemampuannya.
Selesai berdo’a, suara towa pun beriqomat tanda digelarnya sholat jumat. Meski hujan tak berhenti, semangat umat Islam kala itu justru semakin khusuk. Wartawan Panjimas yang berusaha mengambil gambar kondisi jamaah yang akan sholat berbasah-basahan akhirnya luput, kehilangan sesosok wanita itu. [SY]