JAKARTA, (Panjimas.com) – Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan adalah kampanye internasional tahunan yang bertujuan mendorong upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan di seluruh dunia. Bagi Komnas Perempuan momentum K16HAKtP sangat penting untuk meneguhkan apa yang telah menjadi mandat Komnas Perempuan sebagai salah satu mekanisme HAM nasional yang dibentuk oleh negara untuk penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan mendorong pemenuhan hak perempuan korban.
“Komnas Perempuan telah memfasilitasi dan menggerakkan respon publik atas K16HAKtP sejak tahun 2001, kerjasama dengan Mitra kerjanya yang sebagian besar adalah lembaga pengada layanan bagi perempuan dan anak korban kekerasan di berbagai daerah di Indonesia,” ujar Wakil Ketua Komnas Perempuan, Yuniyanti Chuzaifah di Komnas Perempuan, Menteng, Jakarta Selatan, Kamis (25/11/2016).
Saat ini, katanya, ada kurang lebih 150 organisasi pengada layanan yang bergabung dalam Forum Pengadaan Layanan (FPL) dan organisasi mitra kerja lainnya yang telah bekerja bersama untuk upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan dan pemenuhan hak perempuan korban
Selain itu, hasil pemantauan Komnas Perempuan menunjukkan, kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak merupakan situasi serius yang membutuhkan penanganan yang tepat dan komprehensif, salah satunya dengan memastikan hadirnya payung hukum yang bisa menjamin rasa keadilan dan pemulihan korban serta memastikan kekerasan seksual tidak berulang.
“Data catatan tahunan Komnas Perempuan tahun 2016, menunjukkan terdapat 6500 kasus kekerasan seksual yang terjadi ajang tahun 2015, baik di ranah personal atau rumah tangga maupun di ranah komunitas. Beberapa tahun terakhir bahkan tak sedikit kasus-kasus kekerasan seksual yang disertai ancaman pembunuhan hingga kematian korban dan pelakunya diidentifikasi lebih dari satu orang atau (dilakukan secara massal/gang rape),” ungkapnya.
Oleh karena itu, melalui rangkaian agenda bersama 16HAKtP, Komnas Perempuan menyerukan kepada DPR RI segera membentuk Pansus Pembahasan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dan pada tahun 2016 dan melanjutkan pembahasan pada tahun 2017.
“Pemerintah agar memberikan dukungan konkrit terhadap pembahasan RUU penghapusan kekerasan seksual serta memastikan Asus perempuan korban kekerasan seksual terhadap pelayanan yang disediakan negara,”
Lebih lanjut, ia juga menyerukan kepada masyarakat untuk tetap merawat gerakan dan solidaritas untuk mencegah konflik destruktif yang sangat mungkin berdampak pada rentan yang perempuan menjadi korban kekerasan terutama kekerasan seksual yang sering terjadi dalam berbagai konteks konflik. [DP]