KAIRO, (Panjimas.com) – Parlemen Mesir saat ini sedang menyusun undang-undang larangan penggunaan cadar bagi Muslimah. Larangan ini akan diberlakukan di tempat-tempat umum dan instansi pemerintahan.
Hukum pelarangan cadar, pertama kali diungkap oleh Koalisi Dukungan Mesir (Egypt Support Coalition), dan telah dikonfirmasi oleh Amna Nosseir, anggota Parlemen yang juga seorang Profesor perbandingan jurisprudensi di Universitas AlAzhar, seperti dilansir ONTV.
Egypt Support Coalition (ESC), memiliki 250 kursi parlemen dari total 595 anggota, rencananya undang-undang yang sedang disusun ini akan diumumkan beberapa minggu mendatang.
Mengutip Daily Mail UK, Parlemen Mesir menilai cadar bukanlah ajaran Islam. Pembuatan undang-undang ini menyusul kebijakan Universitas Kairo melarang para dosen mengenakan cadar sejak bulan Oktober 2015 lalu.
Menurut Gulf News, Alaa Abdel Moneim, juru bicara Koalisi ESC, mengatakan bahwa larangan tersebut diklaim akan meningkatkan keamanan.
“seseorang memiliki hak untuk belajar tentang identitas orang yang duduk di sampingnya atau berjalan di jalanan,” kata Moneim.
Sementara itu, dalam laporan ONTV, Amna Nusseir mengatakan bahwa niqab atau cadar tidak Islami.
“cadar bukanlah kewajiban Islam … Bagaimana Islam memaksakan cadar jika umat Islam diminta dalam Al-Quran untuk menurunkan pandangan mereka?” Kata anggota Parlemen Amna Nusseir selama wawancara dengan ONTV.
Dalam wawancara terpisah dengan Gulf News, Professor Amna Nusseir mengatakan bahwa cadar adalah sebuah fenomena budaya yang mendahului Islam.
“Ketika Islam datang, Islam tidak memaksakan cadar. Islam memerintahkan pakaian sederhana yang layak, “kata Nusseir. Ia pun menambahkan bahwa penyebaran tradisi penggunaan cadar ada sebelum Islam.
Bahkan, mantan Dekan Universitas Al-Azhar ini mengatakan bahwa cadar merupakan tradisi Yahudi, bukan Muslim.
Menurut Amna Nusseir, Dalam Al-Quran menyebut perempuan diwajibkan mengenakan pakaian sederhana dan menutup rambut mereka, Al-Quran tidak meminta Muslimah menutup wajah mereka. Sebenarnya sebagian besar Muslimah di Mesir mengenakan jilbab tanpa cadar, tetapi 20 tahun belakangan muslimah yang mengenakan cadar meningkat drastis.
Pelarangan Cadar di Universitas Kairo
Proposal undang-undang pelarangan cadar datang beberapa minggu setelah Universitas Kairo melarang perempuan yang mengenakan cadar bekerja di Rumah Sakit Universitas.
Menurut Aswat Masriya, keputusan itu, mulai berlaku pada 14 Februari 2016, berlaku untuk staf pengajar (dosen), dokter, mahasiswa, perawat, dan setiap pekerja teknis, baik yang bekerja di Rumah Sakit Universitas Kairo atau lembaga pelatihan di sana.
Keputusan untuk melarang penggunaan cadar di Rumah Sakit Universitas Kairo datang sebulan setelah Pengadilan Administrasi Mesir menolak gugatan yang diajukan terhadap Universitas Kairo karena telah melarang para dosen mengenakan cadar, demikian sebagaimana dilaporkan Aswat Masriya.
Pada saat larangan itu diterapkan, kebijakan itu ditentang oleh 77 anggota staf pengajar (dosen), Nassar menyatakan bahwa keputusan itu dibuat untuk meningkatkan pendidikan dan komunikasi antara mahasiswa dan instruktur mereka dan memberi manfaat bagi masyarakat luas.
Ini bukan pertama kalinya sebuah universitas di Mesir mengeluarkan kebijakan masalah cadar.
Pada tahun 2008, perdebatan pun terjadi setelah Universitas Al-Azhar Mesir, Lembaga Pendidikan Islam Sunni terkemuka di dunia, melarang cadar bagi semua perempuan di kelas dan asrama.
Sementara itu, ketika pada tahun 2012, Ikhwanul Muslimin (IM) dan Salafi mendominasi Parlemen, Parlemen Mesir mengkritik Rumah Sakit tertentu dan Sekolah keperawatan yang melarang para perawat mengenakan cadar.
Pada tahun 2015, para pemilih saat pemilu diminta untuk melepaskan cadar saat memberikan suara mereka. Para pemilih yang mengenakan cadar diminta untuk memperlihatkan wajah mereka kepada petugas perempuan untuk memverifikasi identitas mereka. [IZ]