GAZA, (Panjimas.com) – Jutaan perempuan di seluruh belahan dunia merayakan Hari Perempuan Internasional (International Women’s Day) pada hari Selasa (08/03/2016), akan tetapi kesempatan itu adalah momen pahit bagi kehidupan ratusan ribu perempuan Palestina di Jalur Gaza yang saat ini masih dalam pengepungan Israel.
“Muslimah di Gaza menderita kondisi ekonomi dan psikologis yang sulit,” Haifa al-Agha, Menteri Palestina Urusan Perempuan, mengatakan kepada Anadolu Agency, hari Selasa (08/03/2016). “Mereka telah membayar harga yang berat untuk pengepungan Israel selama satu dekade di Jalur Gaza.”
Israel telah memberlakukan blokade yang melumpuhkan wilayah Jalur Gaza sejak HAMAS menyapu bersih kemenangan dalam pemilihan parlemen Palestina pada tahun 2006.
pengepungan Israel telah memperburuk semua aspek kehidupan di wilayah Palestina, yang merupakan rumah bagi sekitar 1,9 juta rakyat Palestina.
Sejak blokade diberlakukan, Israel telah melakukan 3 serangan mematikan di Jalur Gaza, yang menewaskan ribuan warga Palestina.
Pada akhir 2014, Israel meluncurkan serangan 51-hari di wilayah pantai Gaza dengan dalih merusak kemampuan faksi perjuangan Palestina untuk menembakkan roket ke Israel.
Setidaknya 2.322 warga Palestina tewas, termasuk 489 perempuan, dan sekitar 11.000 lainnya mengalami cedera, termasuk 302 perempuan, demikian menurut data Kementerian Kesehatan Palestina.
“Hari demi hari, kondisi perempuan Palestina di Gaza akan semakin buruk dan menjadi lebih buruk lagi,” kata Menteri Haifa Agha.
Menurut Women’s Center for Legal Aid and Counseling, LSM Palestina yang bergerak melakukan Bantuan dan Konseling Hukum bagi para perempuan, bahwa terdapat sekitar 600 perempuan telah menderita keguguran dalam serangan terakhir Israel di wilayah Gaza.
Bahkan sebanyak 791 perempuan telah kehilangan suami mereka selama perang Israel di samping 34.697 orang, yang dievakuasi dari rumah mereka, kata LSM Palestina itu.
Beban Berat Muslimah Gaza
Aktivis Palestina Mariam Abu Doka mengatakan bahwa perempuan mengambil beban paling penuh dan paling berat akibat blokade Israel di Gaza.
“perempuan Gaza membayar harga terberat akibat perang dan blokade,” ujar Abu Doka, anggota dari Front Populer untuk Pembebasan Palestina, Popular Front for Liberation of Palestine (PFLP), kepada Anadolu Agency.
Dia mengimbau masyarakat internasional untuk memberikan bantuan kepada perempuan Palestina.
“Setiap tanggal 8 Maret luka dan derita perempuan Gaza, yang ditahan, terluka atau kehilangan suami mereka, dibuka kembali,” katanya merespon perayaan dunia atas Hari Perempuan Internasional.
Pada hari Selasa (08/03/2016), serikat perempuan Palestina mengatakan bahwa lebih dari 63 persen perempuan di Jalur Gaza menganggur.
Dalam sebuah pernyataannya, Serikat Perempuan Palestina mengatakan bahwa tahun 2015 adalah tahun terberat bagi perempuan Gaza karena blokade panjang selama satu dekade dan serangan Israel.
“perempuan Gaza bermimpi hidup dalam damai tanpa perang dan tragedi” kata Abo Doka. [IZ]