(Panjimas.com) – Mertua merupakan sosok manusia yang “menyeramkan” bagi sebagian kalangan anak muda yang ingin memasuki jenjang pernikahan. Ia merupakan batu krikil yang sulit untuk dilewati. Banyak orang yang beranggapan ia tidak memberikan kecil putrinya pada orang yang tidak sesuai dengan keinginanannya.
Otoritasnya layak meliputi segenap penjuru negri sehingga membuat ciut hati para pangeran yang ingin menjemput pujaan hatinya.
Namun yang sebaliknya, ada juga mertua yang sangat diidam-idamkan calon menantu. Ialah sosok yang baik, pengayom, tegas dan berwibawa.
Kebanyakan permasalahan pasutri tidak lain dari orang yang berada disekitarnya. Tidak lain mertua, ipar, maupun saudara disekitarnya. Terkesan perang tak akan berakhir dalam problematika lingkup kecil tersebut.
Hubungan kehidupan yang tidak harmonis yang biasa digambarkan mertua dan menantu. Seakan tak ada kesepakatan damai untuk keharmonisan mereka. Layak terdapat jurang pemisah yang tetap akan abadi selamanya. Namun, tidaklah demikian.
Kecemburuan mertua terkadang meliputi,
Rasa khawatir yang berlebihan terhadap menantu
Rasa khawatir yang meliputi prasangka buruk/ negatif terhadap menantu, seakan-akan menantu sesuai dengan apa yang biasa ia dengar dari orang lain. Malas, pelit, dan acuh tak acuh terhadap kehidupannya. Seakan ia tak sadar akan dirinya dahulu yang lebih utama menyandang lebel menantu. Ketika mengalami, ia was-was akan keberadaan sosok menantu yang datang dalam kehidupannya.
Sulit membagi cinta terhadap anak yang bukan darah dagingnya
Menganggap menantu orang lain bukan bagian dalam keluarga. Tidak merasa memiliki bahkan menghakimi. Tak sudi memberi kasih sayang yang sama seperti ia memberi kasih kasayang terhadap anak kandungnya sendiri.
Menantu yang memiliki sifat buruk yang sangat menjengkelkan
Sifat yang buruk akan memberi dampak yang buruk pula. Sifat yang melekat pada diri menantu yang tidak sesuai dengan keinginan mertua yang kerap kali menjadi bumerang dalam keharmonisan. Tidak adanya kesadaran dari salah satu pihak yang senantiasa harus berubah dari kebiasaan sendiri sebelum menikah dan saat sudah menikah. Saling memberi lebel mertua dan menantu, mertua ‘bawel’ dan menantu ‘malas’. Walhasil tidak akan tercipta ketenangan didalamnya.
Bantuan finansial akan berkurang lantaran hadirnya orang baru
Hadirnya menantu menjadi permasalahan ekonomi mertua. Belum lagi, ia menganggap jatah bulanannya akan berkurang dengan hadirnya menantu. Belum lagi ikut campurnya menantu dalam pembagian porsi pendapatan suami yang sering kali membuat was was mertua.
Ia berusaha merancang rencana agar uang anak lakinya tidak jatuh ketangan istrinya (menantu)nya. Dia yang merasa sudah pontang panting cari uang untuk menyekolahkan tinggi-tinggi, tidak rela menantu ikut merasakan kesenangan. Harus ada timbal balik menurutnya.
Tips agar dapat melewati rintangan
Seandainya suatu saat kalian menjadi mertua, jadilah sosok mertua yang kalian idamkan sewaktu kalian baru menikah, dan ketika posisi kalian berada pada ‘mantu’ jadilah mantu yang sabar akan kelebihan dan kekurangan mertua yang kalian idam-idamkan. Tak semua yang kita harapkan dikabulkan, belum tentu apa yang sekarang kita hadapi seburuk-buruknya kenikmatan, dan seindah-indahnya perjalanan. Dan sekiranya menurutmu buruk, dihadapan Allah belum tentu itu yang terburuk untukmu.
Penulis, Miftah Jannah