KAIRO, (Panjimas.com) – Pihak Aliansi Revolusioner Perempuan Mesir [Revolutionary Alliance of Egyptian Women] menngatakan pihak berwenang Mesir “mengancam melakukan pemerkosaan untuk memaksa perempuan dan keluarga mereka agar mengakui kejahatan palsu yang tidak mereka lakukan ,” seperti tercatat bahwa “4 perempuan dan anak-anak gadis dinyatakan masih hilang setelah tindakan ancaman dan paksaan dijalankan, dilansir oleh Middle East Monitor
Pihak Aliansi Revolusioner Perempuan Mesir [Revolutionary Alliance of Egyptian Women], sebuah kelompok oposisi yang membela hak-hak perempuan, telah mengungkapkan bahwa “sejak penggulingan Presiden Mohamed Morsi pada bulan Juli tahun 2013, lebih dari 2.000 perempuan telah ditangkap dan 90 lainnya tewas.”
Angka-angka itu diungkap dalam sebuah pernyataan yang diterbitkan di halaman grup Facebook sebagai bagian dari upaya meningkatkan kesadaran untuk Hari Internasional Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan [International Day for the Elimination of Violence against Women], yang jatuh pada 25 November lalu.
Pihak Aliansi juga mengklaim bahwa pihak berwenang Mesir menahan perempuan-perempuan Mesir itu atas tuduhan “politik”, sementara pihak pemerintahan Mesir menganggap tuduhan yang sama atas mereka menjadi “kriminal”.
“Pihak berwenang Mesir telah melakukan 20 kejahatan pemerkosaan terhadap perempuan di dalam penjara yang telah di dokumentasikan,” demikian pernyataan kelompok pembela hak-hak perempuan itu.
Aliansi Revolusioner Perempuan Mesir juga menuduh pihak berwenang Mesir “mengancam melakukan pemerkosaan untuk memaksa perempuan dan keluarga mereka agar mengakui kejahatan palsu yang tidak mereka lakukan ,” seperti tercatat bahwa “4 perempuan dan anak-anak gadis dinyatakan masih hilang setelah tindakan ancaman dan paksaan dijalankan,
Kelompok pembela hak-hak perempuan itu juga menambahkan bahwa “orang-orang disabilitas [penyandang cacat] pun tak luput dari penahanan, seperti dalam kasus Esraa El-Taweel, yang ditangkap di jalanan Mesir. ”
Dalam pernyataannya aliansi menyebutkan bahwa keputusan yang tidak adil telah dibuat terhadap perempuan, termasuk penahanan dalam penjara keamanan maksimum dan juga eksekusi. Aliansi mencatat bahwa “hukuman mati telah dikeluarkan terhadap seorang perempuan bernama Samia Shanan , yang dirinya juga telah menderita dalam bentuk terburuk seperti penyiksaan setiap harinya.”
Aliansi Revolusioner Perempuan Mesir [Revolutionary Alliance of Egyptian Women], juga mendesak para netizen untuk menggunakan hashtag [tagar] #we_won’t_abandon_our_rights untuk mengirimkan pesan ke seluruh dunia dengan mematikan lampu mereka selama 5 menit pada pukul 7 pm di hari Rabu akhir November lalu.
Seperti dilansir pula oleh Anadolu news agency yang hingga kini belum bisa mendapatkan keterangan dari otoritas resmi Mesir atas tuduhan yang dilayangkan oleh Revolutionary Alliance of Egyptian Women dalam pernyataan resmi mereka kepada awak media. [IZ]