NGANJUK, (Panjimas.com) – Lebih seratusan peserta dari kalangan guru dan siswa SMKN 1 Lengkong serta perwakilan dari beberapa sekolah di Nganjuk dan Kertosono mengikuti Talkshow dan Bedah Novel “Senyum Bell’s Palsy” karya Aliya Nurlela, akhir pekan kemarin.
Selain guru dan siswa SMKN 1 Lengkong, ikut hadir guru dan siswa dari SMAN 1 Patianrowo, MA Az Zain, MtsN Lengkong, SMPN 1 Lengkong, dan Mts DT. Acara ini juga dihadiri penulis buku biografi tokoh, Ahmad Yasin dari Ikatan Guru Indonesia.
Novel “Senyum Gadis Bell’s Palsy” karya Aliya Nurlela diluncurkan dan dibedah di SMKN 1 SMKN 1 Lengkong, Nganjuk, Jawa Timur, Sabtu (21/11). Tampil sebagai narasumber Eko Prasetyo, mantan editor Jawa Pos yang juga penulis 40-an buku fiksi dan nonfiksi.
Menurut Eko Prasetyo, Aliya Nurlela kembali menunjukkan kepiawaiannya—seperti pada novel pertamanya “Lukisan Cahaya di Batas Kota Galuh”—dalam memotret kondisi sosial tertentu secara sederhana namun pesannya begitu membekas.
“Dari judulnya, yakni Senyum Gadis Bell’s Palsy, novel ini memang mengetengahkan tokoh utama yang menderita bell’s palsy. Pergulatan emosi dan konflik batin yang melibatkan tokoh-tokoh dalam novel ini sangat kental. Kuatnya penokohan dan kemasan konflik yang apik membuat novel ini ”hidup”, membawa nilai-nilai dakwah serta pesan akan pentingnya literasi. Novel ini sangat layak dibaca,” ujarnya.
Selanjutnya Eko Prasetyo berbagi kiat-kiat menulis dan menembus media massa, serta melakukan dialog interaktif. Cara menyampaikan materi yang santai, disertai joke-joke segar, membuat peserta sangat antusias mengikuti acara.
Pada kesempatan itu, penulis novel “Senyum Gadis Bell’s Palsy” Aliya Nurlela yang berbagi proses kreatif menulis mengatakan, terbitnya novel ini memantik sejumlah penderita bell’s palsy mengontak dirinya untuk sharring soal sakit tersebut, termasuk respon positif dari sejumlah pihak, di antaranya para mahasiswa yang ingin menjadikan novel ini sebagai bahan skripsi atau penelitian.”
Ditambahkan, Aliya Nurlela juga sengaja mengundang Supriyati, seorang ibu dari Nganjuk. Menurut Aliya Nurlela, perkenalan dengan Supriyati cukup unik. Supriyati tertarik menulis setelah mendengar cerita anaknya—yang menjadi siswi di sekolah tersebut—usai mengikuti workshop kepenulisan pada Februari 2015 yang diisi oleh Aliya Nurlela.
Sejak itu, Supriyati gigih mencari keberadaan Aliya Nurlela dan setelah bertemu ia rajin mengirimkan berbagai tulisan fiksi dalam bentuk tulisan tangan untuk dibaca oleh Sekjen FAM Indonesia itu.
“Setiap ada acara kepenulisan di kantor FAM, Bu Supriyati selalu hadir, datang lebih awal dan pulang terakhir. Melihat keseriusan Bu Supriyati, saya menyeleksi tulisan-tulisannya dan salah satu cerpennya dipilih dan diterbitkan dalam buku antologi “Separuh Hati yang Sunyi.” Penerbitan buku ini sengaja tidak diberitahukan Bu Supriyati dan menjadi kejutan di acara ini,” ujarnya.
Tepuk tangan pun riuh di ruangan tersebut saat Supriyati dan putrinya, Corrielia didaulat untuk maju ke depan menerima buku “Separuh Hati yang Sunyi.”
“Saya meriding dan terharu menyaksikan kejadian ini. Benar-benar di luar dugaan kalau dari acara motivasi menulis yang diselenggarakan FAM akan melahirkan penulis dari Lengkong,” ujar Bu Venty Prasetyaningsih, Guru Jurnalis SMKN 1 Lengkong.
Sementara menurut Rina Novita Sari, Ketua Panitia Acara, workshop kepenulisan yang diisi Tim FAM Indonesia telah menginspirasi tim jurnalis sekolah tersebut untuk membentuk Komunitas Lengkong Menulis (KLM). Komunitas ini dibina Venty Prasetyaningsih dengan 25 anggota aktif. Sebagian anggota bahkan telah mengirimkan karya mereka dalam event kepenulisan yang diadakan FAM Indonesia.
Di akhir acara bedah novel di SMKN 1 Lengkong, FAM Indonesia menyerahkan piagam penghargaan kepada pihak sekolah, nara sumber, moderator dan seluruh peserta. FAM Indonesia juga menyumbangkan sejumlah buku untuk perpustakaan SMKN 1 Lengkong, serta doorprize buku untuk peserta yang hadir.