PANJIMAS.COM – Seorang muslimah muda yang baru saja melahirkan seorang bayi perempuan bertanya-tanya tenteng haruskah bayi perempuannya tersebut dikhitan? Bagaimana cara mengkhitan bayinya yang baru berumur hitungan hari tersebut, siapa yang berhak untuk melakukannya, dan yang paling penting, bagaimanakah sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan tentang khitan perempuan?
Pertanyaan ini bukan hanya sekali dilontarkan oleh kaum muslimah terutama di negeri ini. Biasanya memang pertnyaan ini terlontar manakala seorang bayi perempuan dilahirkan tetapi pada akhirnya akan kembali pada sebuah pertanyaan mendasar, yaitu haruskah khitan perempuan dilakukan.
Apabila tuntunan dasar seorang Muslim melakukan setiap amalan adalah ilmu, maka sangat baik jika kita mengetahui secara menyeluruh apa dan bagaimana sesungguhnya khitan syar’i perempuan. Sehingga hati kita semakin ringan untuk melakukan sunnah yang telah ditegakkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan orang-orang shaleh terdahulu.
Pengertian Khitan
Secara bahasa khitan berasal dari kata “Khatana” yang berarti memotong. Berarti, apabila tidak memotong maka hal tersebut tidak dapat disebut sebagai khitan. Pengertian ini sangat penting karena praktek yang berkembang. Biasanya hanya bersifat simbolik misalnya dengan menggores, menyentuh, menempelkan kapas yang diberi warna kunyit ataupun memotong dengan gunting tapi justru organ yang tidak tepat.
Memotong organ tubuh tertentu (genetalia) pada waktu tertentu pula. Organ tubuh tertentu maksudnya sudah dijelaskan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah yang menyatakan bahwa cara mengkhitan wanita adalah dengan memotong kulit bagian atas yang menutupi farji wanita yang berbentuk seperti jengger ayam jantan. Sedangkan pada waktu tertentu, maksudnya adalah apabila alat kelamin/genetalia sudah tumbuh dan berkembang sempurna.
Pada bayi, sering kita dapati organ kulit kulup klitorisnya belum tampak (karena pertumbuhan yang belum sempurna) sehingga khitan yang benar belum dapat dilaksanakan.
Jadi, khitan syar’i wanita adalah tuntunan Islam alam melakukan tata cara khitan pada wanita, sesuai dengan apa-apa yang disabdakan oleh Rasulullah SAW. dan merujuk pada pejelasan ulama (fatwa Ibnu Taimiyyah).
Hukum Khitan pada Wanita
Para ulama sepakat bahwa khitan wanita ada didalam Syari’at Islam (al-Bayan min Al-Azhar as-Syarif: 2/18). Namun mereka berbeda pendapat tentan status hukumnya; apakah wajib, sunnah, hanya anjuran, atau suatu kehormatan. Hal ini disebabkan dalil-dalil yang menerangkan tentang khitan wanita sangat sedikit dan tidak tegas, sehingga memberikan ruang bagi para ulama untuk berbeda pendapat. Di antara dalil-dalil tentang khitan wanita adalah sebagai berikut:
Pertama, Hadits Abu Hurairah ra. Bahwasannya Rasulullah SAW. bersabda:
الْفِطْرَةُ خَمْسٌ الْخِتَانُ وَالِاسْتِحْدَادُ وَقَصُّ الشَّارِبِ وَتَقْلِيمُ الْأَظْفَارِ وَنَتْفُ الْآبَاطِ
“Lima hal yang termasuk fitrah yaitu: khitan, mencukur bulu kemaluan, memotong kuku,mencabut bulu ketiak, dan mencukur kumis.” (HR. Bukhori dan Muslim).
Bagi yang mewajibkan khitan wanita, mereka mengatakan bahwa arti “fitrah” dalam hadits di atas adalah perikehidupan yang dipilih oleh para Nabi dan disepakati oleh semua syari’at, atau bisa disebut agama, sehingga menunjukkan kewajiban. Sebaliknya yang berpendapat sunnah mengatakan bahwa khitan dalam hadits tersebut, disebut bersamaan dengan amalan-amalan yang status hukumnya adalah sunnah, seperti memotong kumis, memotong kuku dan seterusnya, sehingga hukumnya-pun menjadi sunnah.
Kedua, Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
إِذَا جَاوَزَ الخِتَانُ الخِتَانَ وَجَبَ الغُسْلُ
“Apabila bertemu dua khitan, maka wajib mandi.” (HR. Imam Nawawi IV: 42, Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa’i dan Ibnu Majah).
Dalam hadits ini tidak disabdakan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa apabila ‘khitan laki-laki bertemu dengan farji’ wanita’ diwajibkan mandi, karena bisa saja wanita tersebut tidak dikhitan. Namun, disini ada kata-kata ‘khitan laki-laki bertemu khitan wanita’. Jadi jelaslah disini bahwa laki-laki dan wanita wajib dikhitan. Ibnu Qudamah bahkan menegaskan, ia berkata, “Dan khitan wanita juga disyariatkan bagi kaum wanita.”
Ketiga, Dalam hadits Anas bin Malik ra, bahwasannya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada tukang khitan di Madinah yang didengar oleh Ummu Athiyyah:
اخْفِضِي، وَلا تُنْهِكِي، فَإِنَّهُ أَنْضَرُ لِلْوَجْهِ، وَأَحْظَى عِنْدَ الزَّوْج
“Apabila engkau mengkhitan wanita potonglah sedikit, dan janganlah berlebihan, karena itu lebih bisa membuat ceria wajah dan lebih disenangi oleh suami.” (HR. Abu Daud dan Baihaqi)
Bagi siapa yang mengatakan bahwa khitan wanita itu adalah kewajiban, maka ia menganggap hadits di atas derajatnya “hasan”. Sedangkan yang mengatakan sunnah atau kehormatan saja maka hadits diatas dinyatakan lemah. Bagi penulis sendiri yang sudah lama mempraktekkan khitan, sesungguhnya sangat takjub dengan keluasan makna hadits ini yang menunjukkan bahwa apa-apa yang disabdakan Rasul itu wahyu dari Allah SWT. Yang Mahasempurna ilmu-Nya. Hal tersebut dapat terlihat dalam besarnya manfaat khitan.
Keempat,
اْلخِتَانُ سُنَّةٌ لِلرّجَالِ مَكْرُمَةٌ لِلنّسَاءِ
“Khitan itu sunnah bagi laki-laki dan kehormatan bagi wanita.” (HR. Ahmad Baihaqi)
Ini adalah dalil yang digunakan oleh pihak yang mengatakan bahwa khitan wanita bukanlah wajib dan sunnah, akan tetapi kehormatan saja. Hadits ini dinyatakan lemah karena didalamnya ada rawi yang bernama Hajaj bin Arthoh.
Dari beberapa hadits di atas, sangat wajar, jika para ulama berbeda pendapat tentang hukum khitan wanita. Namun, yang jelas semuanya mengatakan bahwa khitan wanita ada dasarnya dalam Islam, walaupun harus diakui bahwa sebagian dalilnya masih samar-samar.
Perbedaan para ulama di atas dalam memandang kedudukan hukum khitan wanita harus disikapi dengan lapang dada, karena didalam perbedaan pendapat tersebut ada hikmahnya, di antaranya:
Bahwa keadaan oragan genitalia wanita antara satu dengan yang lain berbeda-beda. Bagi yang mempunyai kulit kulup penutup klitoris yang besar dan mengganggu aktivitasnya sehari-hari dan membuatnya tidak pernah tenang karena seringnya kena rangsangan dan dikhawatirkan akan menjerumuskannya kedalam tindakan yang keji seperti berzina, maka bagi wanita tersebut khitan adalah wajib.
Sedang bagi wanita yang klitoris berukuran kecil dan tertutup dengan selaput kulit, maka khitan baginya sunnah karena akan menjadikannya lebih baik dan lebih dicintai oleh suaminya sebagaimana yang dijelaskan dalam hadits di atas, sekaligus akan membersihkan kotoran-kotoran yang berada di balik kulit kulup yang menutupi klitorisnya. Adapun wanita yang mempunyai klitoris sedang dan tidak tertutup dengan kulit kulup, maka khitan baginya adalah kehormatan. (Ridho Abdul Hamid, Imta’ul Khilan bi ar-Raddi ‘ala man Ankara al-Khitan, hal. 21-22)
Kelima,
مَرَّ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم عَلَى قَبْرَيْنِ فَقَالَ : إِنَّهُمَا يُعَذَّبَانِ وَمَا يُعَذَّبَانِ فِي كَبِيرٍ : أَمَّا هَذَا فَكَانَ لاَ يَسْتَنْزِهُ مِنْ بَوْلِهِ ، وَأَمَّا هَذَا فَإِنَّهُ كَانَ يَمْشِي بِالنَّمِيمَةِ . ثُمَّ دَعَا بِعَسِيبٍ رَطْبٍ ، فَشَقَّهُ بِاثْنَيْنِ فَغَرَسَ عَلَى هَذَا وَاحِدًا ، وَعَلَى هَذَا وَاحِدًا ، ثُمَّ قَالَ : لَعَلَّهُ يُخَفَّفُ عَنْهُمَا مَا لَمْ يَيْبَسَا.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melewati dua kuburan, kemudian Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya dua penghuni kubur ini sedang disiksa dan keduanya tidaklah disiksa disebabkan dosa besar, salah seorang diantaranya karena dia TIDAK membersihkan air kencingnya (Istinja’ TIDAK benar). Dan yang seorang lagi dia suka mengadu domba. Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengambil pelepah tamar yang basah lalu dibelah dua, kemudian ditancapkan pada setiap kubur dan bersabda, ‘Semoga pelepah ini akan meringankan siksaan kedua orang ini selama ia (pelapah itu) belum kering.” (HR An Nasai).
“Salah seorang diantanya karena dia TIDAK membersihkan air kencingnya (Istinja’ TIDAK benar)”. Orang-orang banyak menyepelehkan masalah istinja’ ini, padahal resikonya tidak hanya berpengaruh didunia melainkan juga diakhirat. Jika “Istinja’ TIDAK benar” maka wudhunya juga sangat diragukan, lalu bagaimana dengan shalatnya? Khitan wanita adalah jalan keluar yang syar’i karena ketika kulit kulup terbuka maka akan sempurnalah istinja’ ketika membasuh bibir kemaluan dari bekas kencingnya. Karena sangat pentingnya kesempurnaan dalam ber-istinja’ maka khitan wajib untuk dilaksanakan. Bersambung… [AW/Miftahul Jannah]