Oleh: Abu Sab’ah Al Bassam
(Panjimas.com) – Al Imam Ibnu Nuhas rahimahullah telah menyebutkan dalam kitabnya yang terkenal, Masyaari’ul Asywaaq Ilaa Mashoori’il ‘Usyaaq Fie Fadhoo’ilil Jihaad, kisah-kisah yang menakjubkan dan teladan yang baik untuk kaum Muslimin, khususnya bagi para akhwat dan ummahat. Contoh yang baik untuk kontribusi ummahat dalam amal ibadah jihad dan infaq fie sabiilillah serta mempersiapkan generasi syuhada.
1. Ibu Para Syuhada
Salah satu kisah yang menakjubkan tentang orang-orang yang mendermakan harta dan keluarganya di jalan Allah adalah kisah seorang wanita yang mempersembahkan suami dan anak-anaknya dengan syahid di jalan Allah. Dia pun mendermakan hartanya bahkan menggunting rambutnya untuk di infaqkan di jalan Allah. Allahu Akbar!
Telah menceritakan kisah ini dengan rinci Al Imam Ahmad bin Al Jauzy Ad Dimasyqy dalam kitabnya Sauqul ‘Aruusy wa Anasun Nufuus, menukil dari orang yang mengalami langsung peristiwa ini, yaitu Abu Qudamah Asy Syamy.
Abu Qudamah Asy Syamy adalah seorang laki-laki yang Allah Ta’ala telah karuniakan kepadanya kecintaan dengan ibadah jihad, beliau Rohimahullah terjun langsung dalam banyak pertempuran melawan bangsa romawi.
Pada suatu hari beliau rahimahullah bermajelis di masjid Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bercerita tentang sebagian peperangan yang pernah dialaminya. Para jama’ah meminta beliau untuk menceritakan peristiwa peperangan yang paling berkesan bagi beliau dalam jihadnya.
Abu Qudamah Asy Syamy bercerita, suatu hari beliau dan para mujahidin berangkat berjihad untuk memerangi Romawi, mereka melewati kota Raqqah yang berada di tepi sungai Eufrat, lalu Abu Qudamah membeli onta untuk kendaraan perangnya.
Ketika beliau sedang di Raqqah, ada seorang wanita yang datang menjumpainya. Wanita tersebut mengatakan kalau dia ingin menginfaqkan rambutnya di jalan Allah, dia telah mengguntingnya dan mencelupnya dengan debu. Wanita ini berharap rambutnya itu bisa digunakan untuk tali kekang kuda dan onta para mujahidin.
Wanita shalihah ini juga bercerita bahwa suami dan anak-anaknya telah berjihad dan gugur syahid di jalan-Nya, dan tidak ada yang tertinggal kecuali satu anak laki-laki yang baru berumur 15 tahun. Walaupun anaknya masih kecil, namun dia adalah anak laki-laki yang rajin mengerjakan shaum (puasa –red) dan qiyamul lail (shalat malam –red), hafal Qur’an dan ahli dalam menunggang kuda. Dia adalah sebaik-baik remaja.
Ibu shalihah ini mengatakan kalau anaknya tersebut sekarang sedang dalam perjalaan jauh ke luar kota, kalau dia kembali maka dia akan mengirim anaknya tersebut untuk berjihad dengan pasukan Abu Qudamah Asy Syamy. Dia mengharapkan anaknya meraih kesyahidan sebagai hadiah yang dia persembahkan kepada Allah Ta’ala.
Abu Qudamah dan mujahidin lainnya menunggu cukup lama kedatangan pemuda tersebut di kota Raqqah, namun belum datang juga. Maka Abu Qudamah dan para mujahidin meninggalkan kota Raqqah dan melanjutkan perjalanan untuk memerangi bangsa Romawi.
Ketika para mujahidin dalam perjalanan menuju Romawi, datang seorang pemuda mujahid yang menunggang kudanya menghampiri mereka. Lalu dia bericara kepada Abu Qudamah Asy Syamy. Maka Abu Qudamah pun mengenalinya bahwa dia adalah anak laki-laki dari ibu shalihah di kota Raqqah tadi, yang bapak dan saudara-saudaranya telah berjumpa dengan Allah Ta’ala sebagai syuhada, dan pemuda inipun ingin gugur syahid seperti mereka semua. Allahu Akbar!
Abu Qudamah melihat anak tersebut masih terlalu kecil, dan dia khawatir, maka dia berusaha mengembalikan anak tersebut kepada ibunya. Tetapi pemuda tersebut ngotot untuk tetap ikut berjihad bersamanya. Pemuda itu mengatakan kalau dia ahli dalam menunggang kuda dan menembak, hafal Qur’an dan paham dengan sunnah Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam dan dia juga ingin menjadi syahid dari anak orang yang syahid. Subhanallah!
Pemuda tersebut mengatakan kepada Abu Qudamah bahwa ibunya telah menyatakan perpisahan dengannya. Ibunya berharap agar dia penuh semangat dalam meraih syahadah dan agar tidak lari ke belakang dari pertempuran melawan orang-orang Kafir. Ibunya juga meminta agar dia menyerahkan jiwanya untuk Allah dan kelak tinggal bersama dengan bapak serta saudara-saudaranya yang telah syahid di jannah.
Abu Qudamah terkesan dengan penuturan pemuda tersebut, lalu dia mengizinkan pemuda itu untuk berjihad bersamanya. Ketika telah dekat dengan benteng bangsa Romawi bersamaan dengan waktu matahari terbenam, maka para mujahidin bersiap untuk berbuka puasa. Pemuda tersebut dengan suka cita memasakkan dan menyiapkan makanan berbuka untuk mujahidin.
Malam hari ketika pemuda tersebut sedang tertidur, Abu Qudamah memandangnya, tiba-tiba pemuda itu tertawa dalam tidurnya, lalu Abu Qudamah memanggil ikhwan mujahidin lainnya agar melihat pemuda tersebut, mereka semua takjub dengan kejadian ini.
Ketika pemuda itu bangun, Abu Qudamah dan ikhwan lainnya bertanya mengapa dia tertawa ketika sedang tidur? Pemuda itu mengatakan kalau mimpi indahnya yang membuatnya tertawa, dia melihat dirinya berada di taman yang hijau, ditengahnya terdapat istana yang dinding kamar-kamarnya terbuat dari emas dan perak, di dalamnya ada wanita-wanita syurga yang wajahnya seindah bulan.
Ketika melihat pemuda itu datang, wanita-wanita syurga ini turun menyambutnya, lalu pemuda itu melambaikan tangannya untuk memegang salah satu wanita syurga itu, namun mereka berkata: “Jangan terburu, sabar! Engkau adalah suami dari bidadari syurga yang ada di dalam istana ini”. Lalu pemuda tersebut naik memasuki istana, sampai di dalamnya dia melihat bidadari syurga laksana matahari, kecantikannya menyilaukan mata. Bidadari tersebut menyambut kedatangan pemuda itu, ia berkata: “Engkau adalah miliknya, dan dirinya adalah milik pemuda tersebut”. Pemuda itu segera menjulurkan tangannya untuk memegang bidadari syurga, maka bidadari itu berkata: “Jangan terburu-buru! Bulan madu kita adalah besok setelah shalat dzuhur, bergembiralah…..!” Maka pemuda itu sangat gembira sekali sampai tertawa dalam tidurnya.
Esok pagi harinya, pasukan mujahidin sampai di markas Romawi, pertempuranpun berkecamuk, orang-orang Romawi menyerang mujahidin, maka pemuda sang penunggang kuda dan ikhwan mujahidin lainnya melawan serangan Romawi. Pemuda tersebut berperang dengan gagah berani dalam pertempuran, dia banyak membunuh musuh. Pertempuran berlangsung dengan sengit dan dalam tempo yang lama, sehingga banyak yang terbunuh dari kedua pihak. Ketika pertempuran berakhir kaum Muslimin mendapat kemenangan.
Abu Qudamah berdiri ditengah para korban pertempuran, dia mendapati pemuda tersebut adalah salah satu yang korban terluka, berlumuran darahnya dan penuh tertutup debu sekujur tubuhnya. Abu Qudamah menghampirinya, lalu pemuda itu mengatakan kalau mimpinya adalah benar, bidadari syurga yang dia lihat dalam mimpinya sekarang sedang berdiri di dekatnya menunggu ruhnya.
Pemuda itu meminta kepada Abu Qudamah untuk menyimpan gamisnya yang berlumuran darah agar diberikan kepada ibunya, sehingga ibunya mengetahui kalau dia tidak melalaikan wasiat ibunya. Lalu pemuda itu bersyahadat dan menyerahkan ruhnya untuk berjumpa dengan Allah Ta’ala sebagai syahid. Kemudian jenazah pemuda tersebut dikuburkan dengan pakaiannya di tempat itu.
Ketika Abu Qudamah kembali ke kota Raqqah, dia melewati depan rumah wanita ibu pemuda tersebut, ibunya para syuhada. Abu Qudamah melihat saudara perempuan kecil dari pemuda tersebut sedang berdiri di depan pintu rumahnya sambil bertanya tentang kabar saudara laki-lakinya. Abu Qudama minta izin untuk berbicara dengan ibunya.
Ketika ibunya keluar dan melihat Abu Qudamah, dia bertanya: “Apakah engkau datang dengan membawa kabar duka atau kabar gembira?” Abu Qudamah menjawab: “Apa bedanya antara kabar duka dan kabar gembira?”
Ibu shalihah itu menjawab: “Jika anakku datang kembali bersamamu dengan selamat, ini adalah berita duka! Namun jika dia terbunuh sebagai syahid, inilah kabar gembira!” Allahu Akbar!
Abu Qudamah berkata: “Bergembiralah! Allah Ta’ala telah menerima hadiah persembahanmu, anakmu telah gugur syahid untuk berjumpa dengan-Nya”.
Maka ibu pemuda itu bergembira dan berkata: “Alhamdulillah, segala puji bagi Allah Ta’ala yang telah menjadikan anakku sebagai simpananku kelak pada hari akhir”.
2. Ummu Ibrahim Al Haasyimiyyah: Tauladan Umat, Motivator Jihad
Kisah berikutnya adalah peristiwa yang menakjubkan dan menyentuh hati tentang wanita shalihah ahli ibadah, Ummu Ibrahim Al Haasyimiyyah. Al-Imam Al-‘Alim Al-Mujahid Abdul Waahid bin Zaid rahimahullah telah meriwayatkan secara ringkas,
Ketika orang-orang Kafir (bangsa Tartar) menjajah negeri-negeri kaum Muslimin, maka manusia berkumpul di Bashrah (Iraq) untuk berjihad melawan mereka. Abdul Waahid bin Zaid berkhutbah memotivasi kaum Muslimin untuk berjihad dan memerangi para agresor. Abdul Waahid bin Zaid membawakan ayat-ayat Al Qur’an dan hadits-hadits Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam dalam membangkitkan semangat jihad kaum Muslimin serta membawakan syair-syair yang menggambarkan tentang sifat-sifat huurul ‘iin, bidadari syurga. Lalu beliau rahimahullah mengajak kaum Muslimin untuk berperang dan istisyhad sehingga Allah Ta’ala memuliakan mereka dengan jannah-Nya.
Ummu Ibrahim Al Haasyimiyyah adalah seorang wanita shalihah ahli ibadah, termasuk yang hadir mendengarkan khutbah Abdul Waahid bin Zaid. Dia sangat terkesan dengan penjelasan Abdul Waahid bin Zaid tentang karakteristik dari huurul ‘iin, maka dia mendatangi Ibnu Zaid dan mengabarkan bahwa dia mempunyai seorang anak laki-laki, Ibrahim, yang belum menikah. Dan sesungguhnya para pembesar kota Basrah sangat menginginkan untuk menikahkan anak perempuannya dengan Ibrahim. Akan tetapi ibunya tidak mau dan dia ingin anaknya menikah dengan bidadari syurga yang sifat-sifatnya, dia dengar dari Ibnu Zaid.
Ummu Ibrahim Al Haasyimiyyah adalah seorang wanita shalihah yang kaya raya. Dia lalu memberikan kepada Abdul Waahid bin Zaid 10 ribu dinar sebagai mahar anaknya untuk menikah dengan al Jaariyyah, bidadari syurga, agar Ibnu Zaid mengajak Ibrahim berangkat berjihad bersamanya. Semoga Allah Ta’ala memberi rezki kepada Ibrahim agar dapat meraih syahadah, lalu dia menikah dengan bidadari syurga dan bisa memberi syafa’at bagi ibu dan bapaknya kelak pada hari kiamat.
Ibnu Zaid berkata kepada Ummu Ibrahim: “Jika engkau melakukan itu maka engkau, anakmu dan bapaknya akan meraih kemenangan yang besar”.
Kemudian Ummu Ibrahim memanggil anaknya, lalu Ibrahim keluar dari kerumunan ribuan manusia yang hadir di masjid Basrah dan berkata: “Labbaik yaa ummiy”.
Berkata Ummu Ibrahim kepadanya: “Apakah engkau ridho dengan al Jaariyah al Huuriyah sebagai istrimu? Lalu engkau keluar berangkat berjihad menyerahkan nyawamu untuk Allah dan meraih syahadah?”. Lalu Ibrahim menjawab: “Saya ridho wahai ibuku”.
Ummu Ibrahim berkata kepada seluruh hadirin: “Ya Allah saksikanlah, sesungguhnya aku telah menikahkan anakku dengan bidadari syurga agar dia menyerahkan nyawanya di jalan-Mu dan mengharamkan dirinya lari dari medan perang. Terimalah persembahan kami ini yaa Arhamar Roohimiin…
Kumudian Ummu Ibrahim menyerahkan lagi 10 ribu dinar kepada Ibnu Zaid untuk mempersiapkan pasukan mujahidin, dia juga membelikan anaknya kuda dan senjata untuk berperang.
Sebelum para mujahidin berangkat berperang, Ummu Ibrahim ingin berpisah dengan anaknya, dia menyerahkan kepada Ibrahim kain kafan dan pengawet mayat, lalu berkata: “Jika musuh telah membunuhmu maka berkafanlah dengan kain ini dan awetkanlah jasadmu, semoga Allah menerimamu sebagai syahadah di jalan-Nya”.
Kemudian Ummu Ibrahim memeluk dan mencium anaknya, dia berkata: “Wahai anakku, aku memohon kepada Allah Ta’ala agar mengumpulkan kita kelak pada hari ditampakkan semua amal hamba-Nya”.
Berangkatlah para mujahidin memerangi orang-orang Kafir, Al-Imam Abdul Waahid bin Zaid berada di barisan depan, pertempuran berkecamuk, beliau mencari Ibrahim, dan ternyata dia berada di barisan depan sedang berhadapan musuh, menerjang dan membunuh orang-orang Kafir. Kemudian musuh mengepung Ibrahim dan membunuhnya, maka Ibrahim gugur syahid untuk berjumpa dengan Allah.
Pasukan kaum Muslimin kembali ke Bashrah, dan manusia menyambut mereka. Ummu Ibrahim menjumpai Ibnu Zaid dan bertanya tentang anaknya: “Wahai Abu ‘Ubaid, apakah hadiahku sudah diterima sehingga aku bisa tahni’ah? Atau ditolak dan aku harus bersabar?”
Berkata Ibnu Zaid: “Wahai Ummu Ibrahim, Allah Ta’ala telah menerima hadiahmu, sesungguhnya sekarang anakmu, Ibrahim hidup bersama para syuhada mendapatkan rezki dari Robbnya”.
Maka Ummu Ibrahim langsung sujud syukur kepada Allah Ta’ala dan berkata: “Segala puji bagi Allah Ta’ala yang tidak mensia-siakan perasaanku dan telah menerima ibadahku”.
Esoknya Ummu Ibrahim datang menjumpai Ibnu Zaid di masjidnya, dan dia berkata: “Assalaamu ‘alaika wahai Abu Zaid berbahagialah!”. Ibnu Zaid menjawab: ” Wa’alaiki salaam, aku senantiasa bersegera dengan kebaikan, ada apa wahai Ummu Ibrahim?”
Berkata Ummu Ibrahim: “Semalam aku bermimpi melihat Ibrahim berada di taman yang indah dalam kubah hijau, dia berada di atas tempat tidur dari permata dan dikepalanya ada mahkota”.
Ibnu Zaid berkata: “Berbahagialah wahai Ummu Ibrahim, sungguh mahar telah diterima dan pengantin sedang berada di pelaminan”. Allahu Akbar!
Dinukil dari Tahdzib Masyaari’ul Asywaaq, hal 90, 109-112.
Penerjemah : Abu Sab’ah Al Bassam
Selesai diterjemah pada 28 Rabi’ul Akhir 1436 H/18 Februari 2015 M di Bumi Allah
[Edt; GA]