JAKARTA (Panjimas.com) – sayangnya ayah pada putrinya itu sepenuh jiwa | tak mampu dilukis atau diwakilkan kata-kata. bagi ayah, senyum putrinya itu penghapus murka dan letih lelah | airmata putrinya jadi siksa baginya dan sedih putrinya jadi musibah
seorang ayah punya sejuta impian untuk putrinya | walau harus mengorbankan dirinya dia selalu rela. bagi ayah pelukan ikhlas putrinya menyambutnya | bisa jadi lebih berarti dan lebih indah dari bahagia
tidakkah engkau lihat ayah saat menikahkan putrinya | di hadapan ramai bahkan ia tak dapat tahankan airmata. dipandanginya putrinya dalam-dalam dengan tatapan mengharu biru | terbayang jelas semua kenangan mulai putrinya lahir hingga saat itu
segala bentak dan tawa, segala bahagia dan kecewa, semuanya | mendadak terpampang jelas, melekat tak mau lepas, semuanya. bertahun-tahun ingatan itu menjadi satu, mendadak ayah sesalkan | tentang apa yang tak sempat ia lakukan, tentang apa yang ia lewatkan
dan saat itu dia menyadari dalam hidupnya sampai masa ini | tak ada pelepasan yang lebih berat melebihi hari ini. mungkin seorang ayah takkan pernah siap untuk menikahkan anaknya | takkan pernah siap untuk melepaskan bagian dari darah juga jiwanya
bila bukan karena perintah Allah dan sunnah Rasulullah | tentu selama-lamanya ia ingin bersama putrinya. tapi putrinya juga harus bercerita, harus berkeluarga | dan melaksanakan ajaran ayahnya dalam realita nyata
kini tangan lelaki lain yang diridhai putrinya sedang ia genggam | dan hati sang ayah masih gundah, matanya terpejam. yang ayahnya pikirkan | “akankah lelaki ini tepat bagi putriku? akankah ia bisa menjaga putriku sebagaimana aku?”
yang ayahnya pikirkan | “akankah lelaki ini memperlakukan putriku seperti aku? menyayanginya tanpa syarat, mengajarinya tanpa penat?”. yang ayahnya pikirkan | “akankah lelaki ini menyayangi putriku seperti aku? rela berkorban seperti aku pada putriku?”
yang ayahnya pikirkan | “adakah lelaki ini mencintai Allah diatas segala-galanya? adakah dia mampu mengawal putriku menuju surga Allah?”. seribu tanya berlanjut, dan mungkin tiada jawaban | sebagaimana kasih seorang ayah pada putrinya, yang mungkin takkan pernah terjelaskan
bila ada yang paling berhak untuk dimintai izin akan anaknya | maka yakinlah itu jelas ayahnya, pasti ayahnya!. [Diambil dari akun Facebook (FB) pribadi Ustadz Felix Siauw, @UstadzFelixSiauw pada Ahad (28/9/2014) siang]