Panjimas.com –Pendidik yang paling sempurna tentunya terdapat pada diri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dialah suri tauladan yang sempurna. Sosok yang paling bijaksana dan memiliki kepribadian yang sungguh mempesona dalam setiap perilakunya. Sehingga sempurna menjadi sebuah panutan dalam kehidupan.
Kesempurnaan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menulari akhlak para sahabat, generasi terbaik dari generasi yang ada. Membangun jiwa yang tangguh yang berasaskan konsep keimanan yang sempurna.
Seorang mukmin akan memancarkan kesempurnaan imannya dengan akhlak yang baik. Sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud rahimahullah:
أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِينَ إِيمَانًا ، أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا
“Kaum Mukminin yang paling sempurna keimanannya adalah yang paling bagus akhlaknya.” (HR.Abu Daud)
Ketika pendidik ingin mendapatkan hasil didikannya memuaskan, memiliki karakter dan adab yang baik dan benar, maka pendidik harus memahami benar tentang kedudukannya sebagai pendidik yang secara otomatis akan dritiru pola tingkah lakunya, oleh karena itu, ia harus memiliki beberapa sifat terpuji didalamnya. Berikut penjelasannya:
- Ikhlas
Keikhlasan merupakan salah satu alat untuk melancarkan gerak laju pendidik dalam mengedukasi anak didik. Dengan keikhlasan semua amal perbuatan akan ringan dilakukan. Niat mengharap keridhaan Allah SWT dengan penuh keikhlasan saat aktivitas edukatif, baik berupa perintah, larangan, nasehat, pengawasan maupun hukuman, sebagaimana dijelaskan dalam Surat Al-Bayyinah ayat 5
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ
Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus. (Q.S. Al-Bayyinah: 5)
- Bertakwa
Selain keikhlasan pendidik dituntut harus memiliki sifat taqwa dalam dirinya, yakni mengerjakan segala yang Dia perintahkan dan menjauhi segala yang Dia larang. Sebagaimana perkataan Ulama: “menjaga diri dari Adzab Allah dengan mengerjakan amal shalih dan merasa takut kepada-Nya, baik secara sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan,” inilah inti ketaqwaan individu, sehingga anak didik berada dalam rambu ketawaan pada Rabbnya.
- Berilmu
Ilmu merupakan kebutuhan pokok setiap insan di dunia. Ilmu menjadi kebutuhan primer yang harus dipenuhi untuk melakukan segala aktivitas. Ilmu bukan kebutuhan sekunder yang jika pemenuhannya tidak terlalu didahulukan.
Pepatah mengatakan “bagaimana mungkin lampu tak berminyak dapat menerangi sekitarnya”, ini merupakan indikasi betapa banyak anak yang terjerumus dalam kesesatan lantaran pendidik tidak memiliki ilmu dan bahkan tidak memahami ilmu syari’at. Banyak penyimpangan yang terjadi, pendzoliman merajalela terhadap anak-anak, dikarenakan pendidik tidak memahami betul konsep pendidikan dalam Islam. Oleh karena itu, ketika proses pendidikan dilakukan, diwajibkan pendidik harus berbekal ilmu yang memadai. Karena memiliki Ilmu merupakan syarat utama diterimanya seluruh amalan seorang hamba sebagaimana firman Allah SWT yang artinya sebagai berikut:
وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا
Artinya, “Janganlah kamu mengikuti sesuatu yang kamu tidak mempunyai ilmu atasnya, sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati itu akan dimintai pertanggungan-jawabannya.” (Qs. Al-Isra’ [17]: 36)
Oleh sebab itu, pendidik wajib memahami konsep-konsep dasar mendidik dalam islam terlebih dahulu agar tidak keluar dari koridor islam. Salah satunya mengetahui halal haram, prinsip-prinsip etika Islam serta memahami secara global peraturan-peraturan dan kaidah-kaidah syari’at Islam terlebih dahulu.
- Bertanggung jawab
Sifat bertanggung jawab memiliki kedudukan yang penting juga, sifat ini meliputi aspek keimanan maupun tingkah laku keseharian kita sebagai pendidik.
- Sabar dan tabah
Sabar dan tabah ketika melaksanakan kewajiban (ujian) pendidik. Kadangkala proses mendidik membutuhkan waktu yang cukup lama, tidak instan. Oleh karena itu sifat ini sangat dibutuhkan bagi para pendidik untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Berikut pujian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Asyaj Abdul Qais:
إنَّ فيكَ خَصْلَتَيْنِ يُحِبُّهُمَا اللهُ : الْحِلْمُ وَالأنَاةُ
“Sesungguhnya pada dirimu terdapat dua sifat yang disukai oleh Allah, yaitu sabar dan tidak tergesa-gesa.” (HR. Bukhari)
- Lemah lembut dan tidak kasar
Inilah salah satu sifat yang dicintai Allah Ta’ala. Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang berbunyi:
إِنَّ اللَّهَ رَفِيقٌ يُحِبُّ الرِّفْقَ
“Sesungguhnya Allah itu Maha Lembut dan menyukai kelemah lembutan.” (Muttafaqun ‘alaihi)
Selain itu sifat kelemahlembutan ini juga sangat berpengaruh besar dalam membentuk karakter shalihan anak, oleh karena itu hiasilah diri pendidik dengan sifat lemah lembut.
- Penyayang
- Lunak dan fleksibel
Lunak dan fleksibel, merupakan sifat dan sikap yang sering kali salah diartikan. Banyak yang mengatakan bahwa bicara lunak dan fleksibel itu berarti kita harus lemah dan tidak punya ketegasan. Sehingga sebagian orang tidak bisa membedakan antara tegas dan keras. Beda antara keras dan tegas. Jika keras itu cenderung berkonotoasi suara yang tinggi, atau dengan kata lain suka membentak, kemudian gampang tersulut emosinya, kemudian juga suka marah-marah, dan ngotot. Itulah konotasi dari keras. Jika tegas, maka tidak harus seperti itu. Seseorang bisa saja dia itu tegas tapi lembut, contohnya saja Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ketika dalam berperang beliau berhadapan dengan musuh, beliau menunjukkan sikap tegasnya. Tetapi, ketika beliau berhadapan dengan anak-anak beliau berlaku lemah lembut.
9. Dekat namun berwibawa
10. Tidak mudah marah
Itulah sepuluh contoh ideal bagi seorang pendidik agar mencapai kesuksesan. Namun, tidak dipungkiri dalam aplikasinya sungguh amat berat, tak dapat sesempurna Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. namun bukan berarti kita tidak berusaha untuk mendekati kesempurnaan tersebut.
Yakinlah, seyakin-yakinnya ketika keshalihan menjadi sebuah virus, dia akan dengan mudah menyebar dan menularkan orang-orang yang disekitarnya. Oleh karena itu, tularkanlah kebaikan-kebaikan tersebut yang sifatnya alami dari dalam diri si pendidik, bukan sekedar tameng belaka.
Semoga Allah Ta’ala. Senantiasa memberikan kita kemudahan untuk menjadi pendidik yang sukses dunia dan akhirat. Aamiin. [Miftahul Jannah]