Oleh : TARDJONO ABU MUAS
Disadari atau tidak, kehadiran Syiah di tengah-tengah kehidupan masyarakat dampaknya akan membahayakan aqidah ummat Islam dan kehidupan bermasyarakat dan bernegara, khususnya bagi keutuhan dan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
Apa dan bagaimana bentuk ancaman yang sangat membahayakan bagi aqidah ummat Islam dan keutuhan serta kedaulatan NKRI itu? Melalui buku yang hadir di hadapan sidang pembaca ini, Abdul Chair Ramadhan lewat tulisannya memaparkan jawabannya.
Buku ini berisi jawaban atas beberapa pertanyaan yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian Disertasi penulis. Di antaranya, pertama, berisi mengenai jawaban mengapa aktivitas Syiah di Indonesia cenderung selalu mendapatkan perlawanan dari kalangan Islam yang pada gilirannya dapat mengakibatkan konflik horisontal. Juga dijelaskan tentang beberapa faktor yang dapat mempengaruhinya.
Kedua, dipaparkan pula jawaban tentang bagaimana bentuk ancaman ideologi transnasional Syiah Iran yang dikembangkan di Indonesia terhadap keutuhan dan kedaulatan NKRI.
Ketiga, tak kalah pentingnya dijelaskan tentang bagaimana membangun suatu model politik hukum sistem ketahanan nasional yang tangguh guna menghadapi ekspansi ideologi transnasional dalam rangka memperkuat keutuhan dan kedaulatan NKRI.
Buku yang tebalnya tak kurang dari 350 halaman ini terdiri atas sebelas bab yang penulisannya dalam bentuk Disertasi. Merupakan hal yang jarang bahkan kalau boleh dikatakan “langka” penulisan Disertasi hukum yang mengkaji “kemisterian Syiah Iran” yang selanjutnya berupaya mencari preskripsinya dengan pendekatan teori ilmu hukum dan politik, sebagaimana kepakaran penulisnya.
Sebagaimana layaknya sebuah Disertasi, susunan penulisan buku ini sangat apik sehingga memudahkan sidang pembaca dengan cepat memahami alur tulisannya melalui daftar isi. Di antaranya berisi pendahuluan yang di dalamnya terdiri dari sub-sub bab, latar belakang, fokus kajian, tujuan dan manfaat penulisan.
Dalam kata pengantar buku ini, Ketua Komisi Hukum dan Perundang-Undangan MUI Pusat Prof. Dr. H. Mohammad Baharun, S.H., M.A., memaparkan tentang resistensi Islam yang serentak menolak Syiah Rafidhah yang ditengarai sebagai ancaman terhadap akidah ummat dan sekaligus menjadi ancaman terhadap Negara Muslim yang berdaulat, tak terkecuali Indonesia.
Dalam sub bab I, pendahuluan, penulis memaparkan latar belakang kehadiran Syiah dari mulai revolusi Iran tahun 1979 hingga ekspansi ideologi transnasional Syiah Iran ke Indonesia. Permasalahan ini, tidak bisa begitu saja diabaikan oleh ummat Islam, terlebih lagi oleh para penentu kebijakan negeri ini. Karena, Syiah merupakan ancaman terhadap keutuhan dan kedaulatan NKRI, selain yang utama adalah ancaman terhadap aqidah.
Menurut penulis, ancaman Syiah Iran ini bersifat “nirmiliter”. Karenanya, sistem pertahanan negara harus disusun dalam lapis pertahanan nirmiliter sebagai unsur utama untuk mengambil langkah-langkah penanganan. Pendekatan nirmiliter dapat dilakukan dengan memberdayakan berbagai instrument, di antaranya ideologi, politik, ekonomi, psikologi, sosial budaya, informasi dan teknologi, serta hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM).
Analisis konflik horisontal Islam dan Syiah (Bab IV) dipaparkan faktor-faktor penyebabnya, baik faktor historis-politis, teologis maupun religio-politis. Perkembangan konflik dan potensi serta indikasi penguatan konflik tak lupa pula menjadi hal yang perlu digarisbawahi dalam arti menjadi hal yang sangat penting untuk segera disikapi, khususnya bagi para penentu kebijakan negeri ini sebelum NKRI menjadi Suriah Jilid II atau Yaman Jilid II pula. Na’udzubillah.
Kesan pembiaran atas terjadinya penodaan atau penghinaan oleh kelompok Syiah terhadap Islam akan menjadi potensi timbulnya konflik horisontal di tataran kehidupan masyarakat. Kesan adanya pembiaran kasus ini terekam dalam catatan hujatan Jalaluddin Rakhmat pada Tabel 6 hal 89, baik dalam bentuk rekaman ceramah, buletin maupun penerbitan buku.
Perkembangan konflik Islam – Syiah menjadi catatan yang tak bisa diabaikan. Paling tidak, ada 8 catatan konflik yang tercatat di beberapa daerah. Puncak perlawanan terhadap Syiah melahirkan suatu Aliansi Nasional Anti Syiah (ANNAS) yang dideklarasikan di Bandung, 20 April 2014. Aliansi ini terdiri dari berbagai elemen dan ormas-ormas Islam seluruh Indonesia yang menuntut dikeluarkannya fatwa sesat terhadap Syiah oleh MUI Pusat dan menuntut pemerintah untuk melarang ajaran Syiah dan pembubaran ormas Syiah secara Nasional.
Di akhir bab IV disajikan bagan 12 (hal 108) yang menggambarkan tentang pengaruh kerawanan konflik Islam dan Syiah terhadap sistem keamanan nasional. Pada bagan ini sumber konflik utama adalah ideologi imamah. Kemudian tak bisa dihindari timbul titik-titik kerawanan sosial baik internal, eksternal, maupun adanya provokator. Pembiaran atas terjadinya titik-titik kerawanan pada gilirannya berdampak terhadap bahaya laten bagi keamanan nasional.
Buku ini layak dibaca oleh kaum Muslimin pada umumnya, dan lebih khusus lagi bagi para penentu kebijakan negeri ini untuk segera bisa mengambil langkah-langkah nyata dalam membendung penyebaran Syiah di Indonesia, sebelum terjadi konflik horisontal yang lebih luas lagi. Wallahu a’lam bish-shawab.-Tardjono Abu Muas, pemerhati perbukuan