SURABAYA, (Panjimas.com) — Relawan deklarasi gerakan #2019GantiPresiden menilai Polrestabes Surabaya bertindak sewenang-wenang karena membubarkan kegiatannya di Surabaya, Jawa Timur, Ahad (26/08).
“Dalam undang-undang tidak diamanatkan polisi untuk menolak, tetapi menjaga kamtibmas, melindungi siapa pun yang melakukan aksi. Saya melihat perbuatan polisi sangat sewenang-wenang,” demikian menurut Humas Deklarasi #2019GantiPresiden Tjetjep M Yasien.
Tjetjep Yasien mengatakan bahwa aksi #2019gantipresiden lahir setahun sebelum adanya pendaftaran pasangan calon presiden dan wakil presiden untuk menyikapi kondisi Indonesia saat ini.
“Menyikapi kondisi presiden kita yang tidak tepat janji, kondisi rakyat yang saat ini dalam kondisi terpuruk,” tandasnya.
Menurut Tjetjep, deklarasi ini sebagai respons masyarakat melihat harga-harga kebutuhan pokok yang naik.
“Ingkar janjinya kayak tenaga kerja tidak akan menaikkan BBM, tidak akan menaikan tarif harga listrik, ternyata diingkari semua. Maka, Relawan Ganti Presiden itu mendengar melihat fakta lantas melakukan aspirasi. Ini dilakukan sampai Pilpres 2019,” pungkasnya, dikutip dari Antara.
Sebelumnya, Polrestabes Surabaya membubarkan aksi deklarasi #2019GantiPresiden dengan dalih khawatir memicu bentrokan antara massa pro dan kontra deklarasi itu.
Bentrokan antar massa, baik dari relawan deklarasi #2019gantipresiden dan Pemuda Pancasila (PP), Banser Nahdlatul Ulama, Gerakan Pemuda Ansor serta masyarakat Surabaya hampir terjadi di depan Kantor DRPD Provinsi Jatim, Jalan Rajawali Surabaya.[IZ]