JAKARTA, (Panjimas.com) — Untuk yang kesekian kalinya, Gus Nur harus memenuhi panggilan aparat Kepolisian. Putra Gus Nur, Munjiat secara langsung menyampaikan kepada Panjimas pada hari Ahad (26/08) bahwa pada kesempatan sebelumnya Gus Nur dilaporkan karena videonya yang membela Ustadz Felix Siauw yang waktu itu pengajiannya di bubarkan di kota Bangil, Jawa Timur.
Yang melaporkan saat itu dari pihak Armada Ansor dan Banser Palu. Adapun nama pelapor saat itu adalah Kaharu S,Ag. Sementara itu, pada pemanggilan kali ini dari pihak keluarga Gus Nur belum mengetahui siapa nama pelapornya dan pihak keluarga tidak tahu menahu tentang motif pemanggilan polisi kepada Gus Nur kali ini.
Surat pemanggilan bernomor : S.Pgl/302/VIII/2018/Ditreskrimsus itu memanggil Sugi Nur Raharja alias Gus Nur alias Cak Nur untuk menghadap Kepala Penyidik Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah pada hari Selasa (28/08/2018) pada pukul 09.00 WITA untuk dimintai keterangan sebagai saksi dalam tindak pidana UU ITE.
“Surat panggilan itu kami terima hari Jumat 24 Agustus 2018 sekitar pukul 16.00. Gus Nur dan keluarga nyaris tidak menanggapi surat itu, atau istilahnya sangat santai dan seolah tidak pernah ada surat apa-apa, intinya : Gus Nur dan sekeluarga sudah lama memposisikan semuanya dalam kondisi netral dan damai,” ujar Munjiat selaku putranya saat dihubungi Panjimas.
Menurut Munjiat, akibat pemanggilan itu pula akhirnya, Gus Nur pun membatalkan beberapa jadwal dakwahnya di beberapa tempat dalam rangka memenuhi panggilan Kepolisian tersebut.
“Ada beberapa teman teman yang datang dari jauh dan langsung terbang dari dari Jakarta yang akan siap meluncur ke Palu guna mendampingi pemeriksaan Gus Nur,” pungkas Munjiat.
Menurut pihak keluarganya, Gus Nur secuilpun tidak akan gentar dan mundur, tidak ada rumus takut dalam diri Gus Nur pada hukum manusia.
“Gus Nur masuk palu sekitar 5 tahun silam, sendirian sebatang kara di kota Palu, terpaksa hijrah ke Palu karena ada hamba Allah yg menghibahkan kepada Gus Nur agar Gus Nur mau menerima wakaf tanahnya, akhirnya Gus Nur terima wakaf tanah itu dan dibangunlah Pesantren Tahfidz 3 lantai dan digratiskan dengan 400 santri,” papar Munjiat.
Maksud dari putranya itu, Gus Nur telah hijrah meninggalkan pulau Jawa dan tinggal di Palu, dan itu artinya tidak ada rumus takut secuilpun pada diri Gus Nur dalam memghadapi tantangan-tantangan hidup seperti ini.
“Bahkan boleh di survei, orang yang melaporkan Gus Nur adalah asli warga Palu. Aneh, padahal sejak menjadi warga di Palu, Gus Nur tidak pernah cacat hukum terhadap kota Palu bahkan sangat besar sekali sumbangsihnya untuk kota Palu,” tukas Munjiat.[ES]