JAKARTA (Panjimas.com) — Hingga hari ke-10 penanganan gempa di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB), Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyatakan kerusakan dan kerugian yang ditimbulkan oleh gempa bumi terus bertambah. Berdasarkan basis data terakhir, kerugian ekonomi bahkan mencapai angka Rp 7,45 triliun.
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho mengatakan tim dari Kedeputian Rehabiitasi dan Rekontruksi BNPB masih melakukan hitung cepat dampak gempa.
“Angka ini masih terus bertambah seiring data yang terus masuk ke Posko,” pungkasnya dalam keterangan resmi, Rabu (15/08) sore.
Sutopo Purwo Nugroho mengungkapkan, kerugian tersebut meliputi sektor permukiman Rp 6,02 triliun, infrastruktur Rp 9,1 miliar, ekonomi produktif Rp 570,55 miliar, sosial Rp 779,82 miliar, dan lintas sektor Rp 72,7 miliar.
Untuk diketahui, sektor permukiman merupakan penyumbang terbesar dari kerusakan dan kerugian akibat bencana, yaitu mencapai 81 persen.
Sutopo Purwo Nugroho mengatakan BNPB juga akan menghitung berapa besar kebutuhan yang diperlukan untuk pemulihan dalam rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana.
Pembangunan kembali akan dilakukan di lima sektor yakni permukiman, infrastruktur, ekonomi produktif, sosial, dan lintas sektor.
“Tentu, ini memerlukan dana triliunan rupiah. Tidak mungkin semua dibebankan ke pemerintah daerah. Sebagian besar pendanaan berasal dari pemerintah pusat,” tandasnya.
Sutopo mengatakan, bantuan dari dunia usaha diperlukan untuk proses pemulihan akibat gempat. Ia memperkirakan proses rekonstruksi dan rehabilitasi akan memakan waktu selama dua tahun.
“Perlu waktu untuk memulihkan kembali,” ujarnya
BNPB pun mengajak masyarakat, Pemda NTB, dan pemda kabupaten dan kota terdampak untuk bangkit. Pemerintah pusat akan selalu mendampingi dan memberikan bantuan hingga rehabilitasi dan rekonstruksi kedepannya.
Gempa Lombok yang meluluhlantahkan kehidupan ekonomi dan pembangunan di Lombok memberikan kesempatan kepada seluruh pihak untuk menata pembangunan lebih baik. Tata ruang perlu ditata kembali menyesuaikan peta bahaya gempa.
Tak hanya itu, bangunan yang didirikan juga harus mengikuti standar konstruksi tahan gempa. Pariwisata sebgai andalan devisa bagi NTB juga harus ditata ulang.
Wisatawan pun perlu dibekali pemahaman pengetahuan kebencanaan dan fasilitas kepariwisataan.
“Hotel-hotel di pantai sekaligus dapat dimanfaatkan sebagai shelter evakuasi saat ada peringatan tsunami,” tukasnya.
Sutopo menambahkan masyarakat Lombok harus diedukasi dan disosialisasi terus menerus dengan ancaman bencana.
“Jadikan pendidikan kebencanaan sebagai pelajaran mata pelajaran tambah atau muatan lokal yang wajib diikuti oleh semua siswa,” jelasnya.
Berikut dilampirkan Data BNPB, diantaranya ;
Total Meninggal: 460 orang
396 orang Kab. Lombok Utara
39 orang Kab. Lombok Barat
12 orang Kab. Lombok Timur
9 orang Kota Mataram
2 orang Kab. Lombok Tengah
2 orang Kota Denpasar
Korban Luka: 7.773 orang
959 orang luka berat/rawat inap
6.774 orang luka ringan/rawat jalan
Mengungsi 417.529 orang: terdiri dari 187.889 laki-laki dan 229.640 perepuan.
178.122 orang Lombok Utara (80.155 laki, 97.967 perempuan)
104.060 orang Lombok Timur (46.827 laki, 57.233 perempuan)
116.453 orang Lombok Barat (52.404 laki, 64.049 peremuan)
18.894 orang Kota Mataram (8.503 laki, 10.391 perempuan)
Kerusakan
71.962 unit rumah rusak (32.016 RB, 3.173 RS, 36.773 RR)
671 unit fasilitas pendidikan (124 PAUD, 341 SD, 95 SMP, 55 SMA, 50 SMK, 6 SLB)
52 unit fasilitas kesehatan ( 1 RS, 11 puskesmas, 35 pustu, 4 polindes, 1 gedung farmasi)
128 unit fasilitas peribadatan (115 masjid, 10 pura, 3 pelinggih)
20 unit perkantoran
6 unit jembatan.[IZ]