JAKARTA, (Panjimas.com) — Beberapa hari belakangan, Nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat (USD) bergerak melemah. Bahkan, nilai tukar sempat menyentuh level Rp 14.644 per USD. Menanggapi hal ini, Pengamat ekonomi Faisal Basri menyebut bahwa kondisi nilai tukar saat ini merupakan terburuk sepanjang sejarah.
“Nilai tukar Rupiah terburuk sepanjang sejarah ini sekarang. Terburuk sepanjang sejarah,” pungkas Faisal Basri dalam diskusi di kawasan Jakarta Selatan, Rabu (15/08).
Faisal Basri membandingkan kondisi saat ini dengan beberapa tahun ke belakang. Tahun ini, rata-rata nilai tukar Rupiah tidak lebih baik bahkan dari tahun 1998.
“Rata-rata setahun tahun 1998 itu rata – rata Rupiah cuma 10.000. Sekarang 13.889. Terburuk sepanjang sejarah rata-rata setahunnya,” ujarnya.
Dirinya menegaskan, Rupiah memang pernah jauh lebih buruk dari sekarang. Namun kondisi tersebut hanya berlangsung dalam hitungan hari tidak berlarut-larut seperti sekarang ini.
“Pernah kita 17.000, Rp 16.000, tapi cuma dua hari. Jadi pemerintah cepat bertindak”, tandasnya, dikutip dari Merdeka.
Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) mencatat gerak rupiah sejak 1 Juli hingga 18 Juli 2018 mengalami pelemahan. Dalam 18 hari atau hampir 3 pekan tersebut, nilai tukar rupiah melemah 0,52 persen terhadap dolar AS.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyatakan, dengan perkembangan ini, Rupiah melemah 5,81 persen (ytd) dibandingkan dengan level akhir 2017.
“Meski demikian, itu masih lebih rendah dibandingkan dengan pelemahan mata uang negara berkembang lain seperti Filipina, India, Afrika Selatan, Brasil dan Turki,” ujar Perry Warjiyo di Gedung Bank Indonesia, Rabu (19/07).
Perry menjelaskan, nilai tukar rupiah melemah terbatas akibat berlanjutnya penguatan dolar AS secara global. Rupiah menguat di awal Juli 2018 sebagai respons positif pelaku pasar atas kebijakan moneter BI yang pre-emptive, front loading, dan ahead the curve pada RDG Juni 2018 yang menaikkan BI7DRR sebesar 50 basis poin.
Respons tersebut mendorong aliran masuk modal asing ke pasar keuangan, khususnya Surat Berharga Negara sehingga mendorong penguatan rupiah.
Ke depan, BI terus mewaspadai risiko ketidakpastian pasar keuangan global dengan tetap melakukan langkah-langkah stabilisasi nilai tukar sesuai nilai fundamentalnya, serta menjaga bekerjanya mekanisme pasar dan didukung upaya-upaya pengembangan pasar keuangan.
“Kebijakan tetap ditopang oleh strategi intervensi ganda dan strategi operasi moneter untuk menjaga kecukupan likuiditas khususnya di pasar uang Rupiah dan pasar swap antarbank”, imbuhnya.[IZ]