BEKASI, (Panjimas. com) — Jika hukum berjalan normal, tentulah kepercayaan publik terhadap hukum terutama kepada aparat penegak hukum dalam memberikan ketenteraman dan rasa ridho menyerahkan proses hukum pada mekanisme yang berlaku.
Sayangnya, hukum tidak selalu normal. Mereka yang punya kuasa dan wewenang, akan berlindung dibalik frasa ‘menjalankan proses hukum’ meskipun timbangan normanya bisa sangat subjektif. Hal ini disampaikan Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pelita Umat Ahmad Khozinudin SH melalui pesan tertulisnya kepada panjimas, Senin (23/07).
“Kasus Ahok misalnya, ancaman pidana 5 (lima) tahun pada kasus penodaan agama, seharusnya sudah bisa dijadikan dasar penahanan Ahok saat ditetapkan sebagai tersangka. Nyatanya, Ahok tetap bebas hingga menjadi terdakwa. Bahkan, saat di eksekusi sebagai narapidana Ahok juga tidak menempati sel penjara lembaga pemasyarakatan,” ujar Khozinudin.
Rumah tahanan yang seyogyanya digunakan untuk menahan tersangka atau terdakwa saat menjalani proses hukum, menurut LBH Pelita Umat telah berubah menjadi lembaga pemasyarakatan untuk mengeksekusi narapidana. Untuk kasus Ahok, publik juga tidak begitu yakin apa benar Ahok di eksekusi di Rutan Brimob di Depok atau berada ditempat yang lain.
“Namun jika pasal dengan ancaman setara atau diatas lima tahun itu mendera umat Islam, atau mendera ulama Islam, atau mendera aktivis Islam, wewenang menahan tersangka itu langsung diterapkan. Ketika alasan menahan karena khawatir melarikan diri, menghilangkan barang bukti dan mengulangi pidana lagi telah dijamin dan diajukan permohonan penangguhan, praktiknya penyidik mengabaikan permohonan dengan dalih ‘menahan tersangka adalah wewenang penyidik,” tandasnya.
Itu pula, yang membuat banyak advokat khususnya mereka yang bergelut di dunia bantuan hukum, tidak berdaya untuk membela kliennya, -meskipun penangguhan itu mungkin dilakukan-, ketika penyidik yang memiliki wewenang mengabaikan permohonan.
Menurut Ahmad Khozinudin, oleh karena itu wajar apabila umat merasa kecewa terhadap proses penegakan hukum di negeri ini, karena terlihat jelas tajam kepada golongan umat Islam sementara tumpul kepada golongan yang lain.
“Apa yang dialami oleh M. Suherman dan Shodikin di bekasi, mengkonfirmasi betapa hukum tidak berpihak kepada umat Islam. Suherman ditangkap setelah ada laporan polisi dari seorang pendeta di bekasi. Shodikin, marbot Ponpes Al Khairot Bekasi juga langsung ditangkap karena dituding menebar hoax kepada umat Kristiani dan gereja,” pungkasnya.[ES]