SOLO, (Panjimas.com) — Aliansi Pemuda dan Mahasiswa Soloraya (APMS) belum lama ini menggelar aksi demonstrasi menolak kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) di Bundaran Gladak, Solo, Senin (16/07) lalu. APMS mengatakan kenaikan BBM membuka peluang terjadinya efek domino dalam perekonomian masyarakat.
“NEOLIB!, tepat satu bulan setelah peringatan Hari Lahir Pancasila, pemerintah lagi-lagi menaikkan harga BBM,” pungkas Koordinator Lapangan Aksi Sigit Yudhistira, yang menegaskan slogan “BBM Naik, Buah Neoliberalisme”, saat dihubungi panjimas.com
Sigit Yudhistira mengatakan kenaikan harga BBM pada malam buta 1 Juli 2018 tanpa ada pemberitahuan ke masyarakat, membuktikan pemerintahan Jokowi abai terhadap kondisi perekonomian masyarakat bawah. APMS menilai hal ini sebagai bentuk kebijakan neo-liberalisme yang hanya akan menguntungkan pihak asing.
“Kebijakan Neolib tersebut semakin membuka lebar jalan bagi perusahaan minyak asing dalam persaingan industri migas di sektor hilir. Hal ini menjadi pelengkap liberalisasi industri migas yang sebelumnya sektor hulu telah lebih dahulu diliberalisasi secara ugal-ugalan,” tandas Sigit Yudhistira.
APMS menegaskan kenaikan harga BBM berdampak langsung secara domino terhadap ekonomi rakyat. Bahkan, pencabutan BBM jenis premium makin menyulitkan beban hidup rakyat.
“Terbukti pemerintah tidak perduli dengan naiknya harga komoditas pokok, dan turunya daya beli akibat naiknya harga BBM, yang jelas-jelas menambah beban hidup rakyat”, tuturnya.
“Naiknya harga BBM akan memberikan kenaikan terhadap naiknya biaya transport baik privat maupun publik. Biaya distribusi dagang maupun jasa-jasa lainnya. Ditambah lagi BBM penugasan (Premium) yang menjadi andalan masyarakat ekonomi menengah kebawah kini sulit ditemui,” jelasnya.
“Karena melalui Perpres No 191 tahun 2014 tentang penyediaan, pendistribusian harga jual eceran BBM saat ini premium tidak wajib di distribusikan di wilayah Jawa, Madura dan Bali (Jamali). Dengan kata lain premium dihilangkan secara paksa dari pasaran,” ujar Sigit.
“Pencabutan atau pembatalan subsidi BBM, merupakan bagian dari liberalisasi migas yang direncanakan IMF dan Bank Dunia sejak tahun 2000,” tegasnya.
Oleh karena itu, Aliansi Pemuda dan Mahasiswa Solo Raya menuntut pemerintah untuk menghentikan kebijakan yang bersandar pada ekonomi liberal yang dampaknya membahayakan rakyat seperti pencabutan subsidi, penjualan aset BUMN negara, dan pengizinan korporasi untuk mengeruk SDM Indonesia.
“Menyeru kepada pemerintah dan rakyat untuk meninggalkan sistem ekonomi kapitalisme dan sekulerisme yang telah menggerogoti SDM dun SDA negeri ini. melanggengkan penjajahan negeri ini. dan menjauhkan negeri ini dari baldatun thayyibatun wa robbun ghaffur,” tandasnya.
“Menyeru kepada pemerintah dan rakyat untuk menerapkan sistem Islam yang menjadikan negeri ini penuh berkah dan mendapatkan keadilan sebagaimana firman Allah SWT Q.S Al-A’raf :96”, tukasnya.[IZ]