JAKARTA, (Panjimas.com) — Sistem Demokrasi serta sistem pemilihan presiden (pilpres) di Indonesia seperti saat ini tidak bagus dan bertentangan dengan UUD 1945. Ekonom senior Dr. Rizal Ramli menjelaskan bahwa UUD 1945 telah tegas menyebut semua warga negara berhak menjadi presiden.
”Adanya patgulipat Threshold 20 persen ini pada dasarnya melanggar UUD 1945. Apalagi, ketentuan sekarang merujuk kepada Pemilu tahun 2014. Itu pembohongan. Saya ingin mengatakan sistem pemilihan presiden di Indonesia ini kurang bagus dan tidak benar, (karena) bertentangan dengan UUD,” ujarnya di bilangan Tebet, Jakarta Selatan, pada Senin (09/07).
Menko Perekonomian era Presiden Abdurrahman Wahid ini kemudian bercerita tentang pertemuannya dengan mantan Perdana Menteri Singapura, Lee Kuan Yew saat berkunjung terakhir kali ke Indonesia beberapa tahun Ialu. Dalam pertemuan itu, dia berdebat soal sistem pemilihan presiden di Indonesia.
Rizal menjelaskan, Lee Kuan Yew bersikeras dan mengatakan bahwa sistem pemilihan presiden di Indonesia menganut sistem parlementer. Sementara dirinya justru tidak sependapat dengan yang disampaikan oleh Lee Kuan Yew seraya menyebut bahwa di Indonesia justru menganut sistem presidential.
“Saat itu saya ngotot dan saya bilang nggak Pak Lee, Indonesia itu presidential. Dia bilang nggak, karena kalau parlementer yang dipilih anggota DPR dulu baru pilih Perdana Menteri atau Presiden seperti kami. Indonesia kan pilih anggota DPR dulu kalian itu parlementer, nah saat itu saya baru sadar atas pertanyaan yang disampaikan Pak Lee kepada saya saat itu,” tutur Rizal Ramli kepada seluruh awak media yang hadir dan meliput.
Atas alasan itu, mantan Menko Maritim era Jokowi tersebut menilai sistem pemilihan presiden di Indonesia saat ini adalah kurang bagus karena masih di garis abu-abu. Sebab, tidak benar-benar menginjak sistem parlementer maupun presidential. Rizal ingin sistem yang bertentangan dengan UUD 1945 itu diakhiri.
”Nah hari ini sistem kita juga banci, dibilang parlementer itu nggak tapi dibilang presidential juga nggak yah. Maka saya ingin Mahkamah Konstitusi (MK) mengubah sistem banci ini, yang justru bertentangan dengan UUD 45,” tandasnya lagi.
Dia menyebut bahwa sistem yang dianut Indonesia saat ini juga justru akan melanggengkan money politik dan praktik politik dagang sapi, dimana orang yang tidak kompeten dibidangnya akan tetap didukung partai karena dia memiliki uang. Ini adalah politik yang disebut dengan politik dagang sapi.
Kemudian dirinya juga mencontohkan proses ‘Emmanuel Macron’ yang merupakan tokoh baru membuat partai dengan berbekal anggota di Facebook yang berjumlah 200 ribu orang.
Namun, partai besutan Emmanuel Macron itu bisa ikut pemilu melawan partai dan tokoh-tokoh besar. Nah yang menarik adalah justru kemudian partai tersebut yang tampil sebagai seorang pemenang karena rakyat Prancis saat itu ingin sekali dan mendambakan adanya perubahan yang ada di negaranya.
“ltu kan merupakan aspirasi rakyat kalau kita lihat dari segi ceritanya, rakyat memilih presiden dulu, habis itu memilih anggota DPR-nya menang mayoritas. Jadi Presiden itu tidak perlu dagang sapi dengan partai dan tidak perlu juga bagi-bagi duit,” katanya
“Tidak perlu juga bertukar menteri yang kagak becus diangkat jadi menteri hanya karena pertimbangan partai, itulah sistem presidential yang sesungguhnva,” tukas pria yang akrab disapa RR itu.[ES]