SOLO, (Panjimas.com) — Ketua DPC IKADIN (Ikatan Advokat Indonesia) Surakarta, Dr. Muhammad Taufiq, MH menilai bermunculannya dugaan kasus ujaran kebencian terhadap Ras, Golongan dan Agama yang dilakukan oleh politisi PDIP, mantan Gubernur Kalbar dua periode, Drs. Cornelis, MH disebabkan adanya tebang pilih hukum yang dilakukan aparat Kepolisian Republik Indonesia.
Muhammad Taufiq menegaskan bahwa penegakan hukum harus benar dan adil. Ia memperingatkan, “jangan sampai gara-gara hanya karena kepentingan politik sesaat, menenggelamkan hukum, menjadi penegakan hukum yang sesat.”
“Sesat ini penegakan hukum, karena akhirnya menegakkan hukum diukur dari, you partainya apa, you bajunya apa, oh kotak-kotak berarti kamu pendukung penguasa oh jadi kamu tidak melanggar hukum, oh bajumu selain kotak-kotak oh jadi kamu melanggar hukum, hal seperti itu tidak boleh”, ungkapnya.
“Nasehat saya kalau tidak ada tindakan hukum dari kepolisian dalam bentuk melakukan tindakan terhadap Cornelis maupun Viktor Laiskodat akhirnya muncul dimana mana,” ujarnya saat ditemui panjimas.com di Hotel Aziza, Solo, Kamis, (07/06).
Pakar Hukum Universitas Djuanda Bogor ini pun mempertanyakan pernyataan Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Argo Yuwono yang menyatakan kasus ‘S’ remaja keturunan tionghoa yang menghina Presiden Jokowi hanya bercanda dan lucu-lucuan. Hal ini berbeda saat umat Islam yang menjadi pelaku maka aparat kepolisian bertindak cepat dan segera menangkap pelaku.
“Mohon maaf saya pribadi pun juga tersinggung dengan bukan hanya kepada Viktor Laiskodat dan Cornelis, sebelumnya kepada S yang anak 18 tahun bilang bahwa fotonya pak Jokowi kacung gue, saya yakin itu pengalaman empiris berani ngomong begitu, pasti dia denger dari orang tuanya ngomong kacung,” pungkasnya.
“Bayangkan seorang pemimpin negara disebut kacung, nah dibiarkan sementara orang yang ngomong di Istana ada PKI dan PKI-nya ngaku dan bikin buku malah dipenjara walaupun majelis hakim kemudian melepaskan Ustadz Alfian Tanjung,” tandasnya.
Lebih lanjut, Taufiq mengatakan pernyataan Cornelis sebagai mantan Gubernur Kalbar ini juga bisa menimbulkan konflik antar suku dan ras di Indonesia, sebab, selama ini suku Dayak dan Melayu sudah saling hidup berdampingan secara rukun dan damai dalam kurun waktu yang lama.
“Menurut saya hal yang berbahaya yang dilakukan oleh Cornelis itu. Karena disana ada dayak dan melayu dan selama ini dayak dan melayu tidak pernah bermusuhan,” ujarnya.
“Ini permainan berbahaya, dia melakukan penghasutan, karena ada dayak dan melayu, secara tidak sadar ini dia melakukan penghasutan, dia mengadu masyarakatnya demi kepentingan pribadi untuk mendapat dukungan,” imbuhnya.
Agar dampak provokasi Cornelis ini tidak meluas, Muhammad Taufiq berpandangan sebaiknya Kapolri segera menangkap Cornelis, karena sebagai pemimpin dia melakukan permainan berbahaya karena mengadu antar masyarakat.
“Secara tidak sadar dia kan melakukan penghasutan, kalau saya jadi Kapolri manusia ini ditangkap dulu, karena kalaupun dia jadi pemimpin dia tidak akan jadi pemimpin yang baik. Dia berani menjual dan mengadu masyarakatnya demi kepentingan pribadi untuk mendapat dukungan,” pungkasnya.
Dr. Muhammad Taufiq menilai pernyataan Cornelis melanggar tindak pidana dan sejumlah pasal KUHP. “Apa yang dilakukan Cornelis ini melanggar empat pasal sekaligus dan tiga undang-undang”, pungkasnya.
“Pertama, UU KUHP Pasal 110 tentang penghasutan, ancamannya 6 tahun, kemudian juga melakukan pelanggaran pengancaman terhadap pasal 369 KUHP ancamannya 9 tahun, kemudian melanggar pasal 28 UU 11 tahun 2008, tentang ITE ancamannya 6 tahun dendanya 1 milyar rupiah, UU nomor 40 tahun 2008 diskriminasi dan etnis juga dilanggar,” paparnya saat ditemui panjimas.com usai acara buka bersama PERADI Sukoharjo dan DPC IKADIN Surakarta di Hotel Aziza, Surakarta, Kamis malam (07/06).
“Jadi semua yang dilakukan oleh Cornelis, unsur-unsur tersebut memenuhi,” tegasnya.
Dalam video berdurasi 2 menit 39 detik itu, Cornelis menyampaikan pidato terkait persoalan mental bangsa Indonesia. Berikut kutipan pidato Cornelis yang viral di internet:
“Terlalu lama dijajah oleh kerajaan-kerajaan, kerajaan Majapahit, Sriwijaya yang paling parah Kerajaan Melayu dan Islam. Bersama dengan Belanda menjajah kita berabad-abad, sehingga mental kita, mental hamba, bukan mental kuli”.[IZ]