BOGOR, (Panjimas.com) – Dalam beberapa Kitab Fiqh klasik karya ulama salaf di masa silam disebutkan pembahasan tentang kancing untuk pakaian yang dibuat dari tulang hewan. Dan di masa kini, ternyata ada banyak produk dari bahan tulang ini dibuat menjadi kancing baju. Bahkan juga diolah jadi manik-manik tasbih, asesoris pakaian dan produk-produk lain yang sejenis itu. Karena dibuat dari tulang, maka sebagai Muslim, hal ini harus dicermati dengan teliti. Demikian dikemukakan Wakil Direktur LPPOM MUI, Ir. Muti Arintawati, M.Si., pada pembukaan Pelatihan Sistim Jaminan Halal (SJH), Selasa, (15/92015) di Bogor.
“Jelas produk kancing dari tulang ini harus diwaspadai. Apalagi kalau dari tulang babi,” tuturnya dengan tegas kepada 47 peserta pelatihan yang dilangsungkan pada 15-17 September 2015 di Global Halal Center Bogor.
Dilansir dari halalmui. Di pasaran, ada beberapa produk kancing, manik-manik, dan asesoris lainnya dibuat dari bahan tulang hewan. Sebagiannya ada yang dihias dengan motif-motif gravir aneka bentuk dan warna.
Pimpinan LPPOM MUI ini menjelaskan lagi, kalau kancing itu dibuat dari tulang babi yang telah diharamkan dengan tegas di dalam Al-Quran, maka menurut Fatwa MUI, itu terlarang. Tidak dapat ditawar-tawar lagi. Bahkan dapat berdampak sebagai najis, yang tidak boleh dipakai untuk ibadah, seperti sholat.
Harus Memenuhi Syarat Yang Ketat Secara Fiqhiyah
Berikutnya, kalaupun tulang itu berasal dari sapi yang halal, tetap mengemuka pertanyaan yang krusial dan sangat menentukan; apakah sapi itu disembelih sesuai dengan kaidah syariah, atau tidak. Menurut ketentuan MUI, penyembelihan sesuai dengan kaidah syariah harus memenuhi syarat yang ketat secara Fiqhiyah.
Apalagi kalau tulang-tulang itu diimpor dari luar negeri, tentu harus lebih diwaspadai lebih cermat lagi. Sebab, menurut Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) MUI, Drs.H. Sholahudin Al-Aiyub, M.Si., dalam satu kesempatan, kalau produk tulang diimpor dari luar negeri, tidak ada peraturan khusus bahwa ia harus dilampiri dengan keterangan atau tanda Sertifikat Halal. Karena produk atau bahan itu diperuntukkan dengan kategori sebagai barang gunaan. Yang ada ketentuannya dalam Peraturan Pemerintah adalah, semua produk daging yang masuk, diimpor ke Indonesia, harus disertai dengan Sertifikat Halal (SH) dari negara asalnya. Dan SH itu harus pula dikeluarkan oleh lembaga Islam telah diakui oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI). Kalau tidak diakui oleh MUI, maka tidak diijinkan untuk masuk ke Indonesia.
Sebagaimana diketahui, lazimnya produk tulang maupun jeroan dari Rumah Potong Hewan (RPH) di luar negeri, seperti dari negara-negara Australia, Eropa, atau Amerika, dianggap sebagai limbah. Dan oleh beberapa kalangan limbah itu dimanfaatkan menjadi komoditas yang bernilai ekonomis untuk diekspor ke Indonesia. Karena di negeri kita ini, banyak permintaannya baik untuk produk makanan yang dikonsumsi langsung seperti sop tulang, dll., yang semacam itu. Atau dikonsumsi tak langsung, seperti diproses menjadi produk-produk yang telah disebutkan di atas tadi.