INDRAMAYU (Panjimas.com) – Selain meminta gabungan elemen Islam di Kota Cirebon yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Nahi Mungkar (AL-MANAR) memberantas tempat maksiat dan menyegel gudang minuman keras (miras) terbesar di daerah Jatibarang, Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat (Jabar), ternyata masyarakat juga mendukung aksi AL-MANAR tersebut.
Amar ma’ruf nahi mungkar itu yang dilakukan pada hari Jum’at (27/6/2014), untuk menyegel gudang miras di daerah Jatibarang yang merupakan gudang miras terbesar di Kabupaten Indramayu disebabkan masyakarat yang sudah resah dengan keberadaan gudang miras dan juga tempat-tempat maksiat, serta peredaran miras didaerah Jatibarang.
Namun, aksi laskar Al-MANAR yang merupakan permintaan warga masyarakat sekitar itu tidak berjalan mulus. Niat baik laskar Al-MANAR yang jauh-jauh datang dari Kota Cirebon dihadang oleh ratusan preman bayaran dan aparat kepolisian yang menjadi beking tempat maksiat dan gudang miras terbesar di Kabupaten Indramayu itu.
Laporan kontributor Panjimas.com yang ikut meliput jalannya aksi nahi mungkar itu, bahwa aksi kali ini berbeda dengan aksi yang sebelumnya. Pada aksi kali ini, laskar AL-MANAR bentrok dengan para preman dan aparat kepolisian. Pihak aparat justru berada di pihak para preman dan membuat provokasi-provokasi.
Berikut ini surat dukungan warga masyarakat Jatibarang kepada laskar AL-MANAR untuk memberantas maksiat dan gudang miras terbesar di Kabupaten Indramayu tersebut, yang diperoleh kontributor Panjimas.com yang ikut meliput jalannya aksi nahi mungkar tersebut:
…Apabila aparat tidak bekerja sesuai tuntutan kami (masyarakat), maka kami yang akan melakukan penggerebegan, lebih baik istirahat saja di balik jeruji penjara karena telah mengkhianati masyarakat…
1. Menghimbau juga kepada masyarakat agar jangan ada tempat maksiat di lingkungannya, karena tempat tersebut tidak akan mendapat berkah dari Allah SWT.
2. Menuntut aparat untuk memberantas tempat-tempat maksiat, jangan malah menjadi bekingnya yang mana hal ini meresahkan masyarakat. Polisi yang seharusnya menjadi pengaman malah menjadi peresah masyarakat karena mereka menjadi beking dengan meminta pungutan liar kepada para pemilik tempat maksiat, dalam hal ini orang Nashrani agar usaha maksiatnya bisa terus berjalan, walaupun tempat itu terlihat jelas oleh aparat dan masyarakat. Kalau begini kenyataannya, maka polisi bukan pelayan/pelindung masyarakat tapi polisi adalah teroris yang meresahkan masyarakat.
3. Apabila aparat tidak bekerja sesuai tuntutan kami (masyarakat), maka kami yang akan melakukan penggerebegan. Karena kami (masyarakat) tahu kantong-kantong tempat maksiat, gudang-gudang barang maksiat yang ada di lingkungan kami. Dan aparat lebih baik istirahat saja di balik jeruji penjara karena telah mengkhianati masyarakat. (Surat dari warga dan tokoh ulama Jatibarang)
Begitulah isi surat dari warga Jatibarang dan tokoh ulamanya kepada laskar AL-MANAR. Surat tersebut dibuat karena masyarakat sudah tidak percaya lagi dengan kinerja kepolisian dalam menumpas dan memberantas penyakit masyarakat (pekat) yang sudah menggurita dan meresahkan. [Ghozi Akbar]