JAKARTA (Panjimas.com) – Bertepatan dengan Hari Anti Penyiksaan Internasional yang jatuh pada tanggal 26 Juni, Working Group on the Advocacy against Torture (WGAT) mempertanyakan kembali komitmen Pemerintah Indonesia dalam mencegah dan mengurangi secara sistematis praktik penyiksaan di Indonesia.
Alasannya, meskipun sudah hampir 16 tahun pemerintah meratifikasi “Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakukan atau Hukuman Lain Yang Kejam, Tidak Manusiawi dan Merendahkan Martabat Manusia” yang lebih dikenal dengan nama Konvensi Anti Penyiksaan, namun kasus praktik penyiksaan masih tetap tinggi.
Berdasarkan pemantauan yang mereka lakukan tren penyiksaan dari tahun 2011 sampai dengan 2013 masih tinggi dan hal itu diperkuat data yang dimiliki Komnas HAM. Data Komnas menunjukkan pada Juni 2013, dari tipologi pengaduan pelanggaran HAM yang dilakukan oleh aparat negara, dalam hal ini Kepolisian, penyiksaan dalam proses pemeriksaan adalah salah satu yang tertinggi dengan 27 jumlah berkas.
…Dari data tersebut bisa dilihat bahwa praktik penyiksaan masih menjadi pola dalam penanganan kasus oleh Polisi…
Anggota WGAT dari Elsam, Wahyu Wagiman memaparkan bahwa penyiksaan tersebut mayoritas dilakukan oleh aparat kepolisian yang menyasar pelaku kejahatan kerah biru. Mereka antara lain pelaku curanmor, pengguna narkotika, judi dan penipuan. “Dari data tersebut bisa dilihat bahwa praktik penyiksaan masih menjadi pola dalam penanganan kasus oleh Polisi,” jelasnya, Kamis (26/6/2014).
Wahyu menambahkan, umumnya para korban penyiksaan yang dilakukan oleh aparat kepolisian merupakan korban salah tangkap. “Dalam kasus seperti ini kepolisian sering memaksakan keterangan atau pengakuan dari terperiksa dengan tindak kekerasan, pengakuan yang menjadi alasan utama penyiksaan,” tegasnya.
Wahyu mencontohkan, kasus yang paling menyita perhatian pada awal Mei 2014 adalah peristiwa yang menimpa Tukimin alias Kadir (35), warga Jebres – Solo yang ditangkap anggota Densus 88 Anti Teror. Tukimin dituduhkan sebagai salah satu anggota jaringan teroris Teguh dan Santosa. Tukimin disekap di dalam mobil dan dipukuli. Setelah tidak terbukti, Tukimin kemudian dilepas begitu saja pada hari itu juga. [Ghozi Akbar/trb]