KAIRO, (Panjimas.com) — Rezim Mesir dibawah kepemimpinan Abdel Fatah As-Sisi menghukum mati 75 warganya, termasuk pemimpin terkemuka Ikhwanul Muslimin (IM) terkait dengan aksi duduk (Sit-In) Ikhwanul Muslimin pada 2013, yang berakhir dengan dibantainya ratusan pengunjuk rasa oleh pasukan militer.
Tokoh IM lainnya, yang diadili dalam perkara itu, termasuk pemimpin terkemuka IM Mohamed Badie, Ia dijatuhi hukuman seumur hidup, menurut sumber pengadilan.
Mereka didakwa melakukan pelanggaran terkait keamanan, termasuk penghasutan mengarah kepada kekerasan, pembunuhan dan penyelenggaraan unjuk rasa gelap.
Kelompok hak asasi manusia mengeritik peradilan massal lebih 700 orang terkait dengan aksi duduk (sit-in0, yang dikenal dengan perkara Raba’a. Sebagaimana diketahui, aksi unjuk rasa tersebut berlangsung di alun-alun Rabaa Adawiya, Kairo.
Mereka yang dihukum mati dengan cara digantung termasuk para pemimpin IM, Essam al-Erian dan Mohamed Beltagi dan Dai terkenal Safwat Higazi, menurut sumber-sumber peradilan.
Pembubaran aksi pada Agustus 2013 terjadi beberapa pekan setelah Presiden Abdel Fattah al-Sisi, yang saat itu menjabat sebagai Panglima Militer, menggulingkan Presiden Mohamed Morsi.
Amnesty International mengatakan lebih 800 pengunjuk rasa terbunuh, pemerintah mengatakan banyak di antara mereka bersenjata, dan 43 polisi gugur.
Sejak As Sisi meraih kekuasaanya tahun 2014, pihak berwenang membenarkan penumpasan atas pemberontak dan kebebasan sementara diarahkan pada teroris dan penyabotase yang berusaha mengganggu stabilitas negara.
Hukuman mati dijatuhkan atas ratusan penentang politiknya atas dakwaan, seperti, menjadi anggota organisasi terlarang atau merencanakan melakukan serangan.
Mesir mengalami sejumlah serangan anti pasukan keamanan sejak mantan Presiden Mohammed Morsi ditumbangkan pada 2013 melalui kudeta militer berdarah.
Ikhwanul Muslimin pimpinan Morsi sejak itu dimasukkan ke dalam daftar teroris dan organisasi terlarang pada 2014.
Morsi dan sejumlah sosok terkemuka di kelompoknya telah dijatuhi vonis, dari hukuman mati hingga hukuman penjara seumur hidup atas dakwaan pembunuhan, kekerasan dan spionase.
Ratusan Warga Mesir Divonis Hukuman mati
Ratusan warga Mesir telah divonis hukuman mati sejak 3 Juli 2013, saat Mohamed Morsi, Presiden sekaligus pemimpin senior Ikhwanul Muslimin, digulingkan dan dipenjarakan dalam sebuah kudeta militer berdarah.
Salah satu vonis hukuman paling terkenal yang dikeluarkan oleh Pengadilan Pidana Minya pada bulan Maret 2014, adalah ketika 529 orang – termasuk pemimpin tertinggi Ikhwanul Muslimin Mohammed Badie – dijatuhi hukuman mati secara massal.
Banyak dari vonis hukuman ini kemudian dibatalkan oleh Pengadilan Tinggi Mesir setelah upaya-upaya banding oleh pengacara para terdakwa.
23 orang, diantara mereka bagaimanapun, masih divonis hukuman mati, dan apabila Presiden Abdel Fattah al-Sisi menyetujui hukuman tersebut, mereka akan segera dieksekusi dengan cara digantung.
Namun, banyak pengamat mengatakan Presiden As-Sisi tidak akan memberikan grasi. Abdel Fattah al-Sisi sebelumnya merupakann Menteri Pertahanan, dan aktor intelektual yang mempelopori kudeta militer berdarah Mesir.
Ezzet Ghoneim, Direktur Jaringan Hak dan Kebebasan Mesir, mengatakan bahwa kecenderungan rejim al-Sisi untuk mengeluarkan hukuman mati sepertinya tidak akan berubah jika tidak ada reorientasi kebijakan yang dramatis, jelasnya saat berbicara dengan Anadolu Ajensi.
Dari 23 orang yang sekarang menunggu eksekusi mati, 2 diantaranya dijatuhi hukuman mati karena dituduh memicu tindak “anarki dan kekerasan” selama aksi demoinstrasi pro-Morsi pada pertengahan 2013; 4 orang lainnya karena diduga melakukan serangan bom mematikan; 6 orang karena diduga membunuh seorang perwira polisi dan hakim pada tahun 2014; 1 orang karena diduga terlibat dalam “tindakan kekerasan” setelah kudeta; Dan 10 orang karena diduga terlibat dalam perkelahian mematikan saat pertandingan sepak bola di Port Said pada tahun 2012.
Sejak kudeta di pertengahan 2013, total 8 hukuman mati telah dilaksanakan oleh pihak berwenang.
1 orang dieksekusi Desember lalu karena diduga membunuh 25 tentara, sementara 6 orang lainnya digantung pada Mei 2015 karena diduga membunuh tentara dan menjadi anggota kelompok teroris dengan dugaan hubungan dengan Islamic State (IS).
Kasus terakhir mendapat kritik luas, namun, karena beberapa dari mereka yang dituding melakukan aktivitas teroris, dilaporkan berada di dalam tahanan Kementerian Dalam Negeri pada saat kejadian tersebut.
Hukuman mati pertama yang dilakukan di masa rejim al-Sisi berlangsung pada bulan Mei 2015, ketika Mahmoud Ramadan, anggota Ikhwanul Muslimin, dieksekusi mati karena diduga melemparkan seorang pemuda dari sebuah atap di Alexandria setelah kudeta berdarah.
Selain 23 orang yang sekarang berada di deretan daftar tunggu hukuman mati, tidak ada angka resmi berapa hukuman mati yang dikeluarkan secara keseluruhan oleh Pengadilan Tinggi Mesir. Namun kelompok hak asasi manusia mengatakan ratusan orang telah dijatuhi hukuman mati sejak kudeta militer berdarah tersebut.
Pihaknya masih menunggu pengadilan meninjau kembali tuntutan banding yang diajukan oleh pengacara para terdakwa.
Pada bulan Juli tahun 2017, Pengadilan Pidana Kairo menjatuhkan hukuman mati yang diajukan terhadap 20 orang yang dituduh terlibat dalam pembunuhan seorang petugas polisi pada tahun 2013.
Dalam 4 tahun sejak penggulingan Morsi, pihak berwenang Mesir telah melakukan tindakan kekerasan tanpa henti terhadap aktifitas protes massa, hingga menewaskan ratusan pendukungnya dan memenjarakan puluhan ribu warganya di balik jeruji besi.[IZ]