TEL AVIV, (Panjimas.com) — Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu baru-baru ini mengkritik kesepakatan nuklir Iran atau dikenal dengan Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA). Netanyahu memuji keputusan Amerika Serikat (AS) yang mundur dari kesepakatan JCPOA pada Mei lalu.
PM Israel itu mengatakan semua kesepakatan yang dijalin dengan Iran adalah kesepakatan yang buruk. Netanyahu menegaskan kesepakatan-kesepakatan tersebut, termasuk kesepakatan nuklir, dan hal itu malah akan membuat Israel kian akrab dengan negara-negara Arab.
“Kesepakatan dengan Iran adalah perjanjian yang buruk dalam segala hal, kecuali satu, itu membawa kita lebih dekat ke dunia Arab dalam skala yang tidak pernah kita ketahui, dan salah satu tujuan kami adalah bahwa hal itu terus berlanjut,” pungkas Netanyahu di Gedung Kementerian Luar Negeri Israel, dikutip dari Israel News Network.
Benjamin Netanyahu memberikan pesan simbolik bahwa Israel dapat bergabung dengan koalisi Arab anti-Iran pada bulan Agustus lalu. Koalisi tersebut bertujuan melawan pengaruh Iran di kawasan yang dianggap sebagai ancaman keamanan.
Israel dan Iran tidak menjalin hubungan diplomatik sejak revolusi Iran pada tahun 1979. Dalam satu dekade terakhir, hubungan keduanya semakin tegang. Iran menolak mengakui Israel sebagai negara Yahudi, sementara Israel mengecam Iran karena dinilai memperluas pengaruhnya di Suriah.
Bahkan, Israel tercatat beberapa kali melancarkan serangan udara ke Suriah. Serangan tersebut dilakukan dengan dalih menghancurkan basis militer Iran di negara tersebut.
Sementara itu, Israel menyatakan tak akan berhenti menumpas eksistensi basis militer Iran di Suriah. Israel menganggap Iran sebagai ancaman keamanan yang nyata terhadapnya.
Sebelumnya, AS telah menjatuhkan sanksi ekonomi baru terhadap Iran pada awal Agustus lalu. Sanksi diberikan setelah Iran menolak keinginan AS untuk merevisi kesepakatan nuklir atau JCPOA yang tercapai pada Oktober 2015.
Kesepatan tersebut dicapai melalui negosiasi yang panjang dan alot antara Iran dengan AS, Cina, Rusia, Jerman, Prancis, Inggris, dan Uni Eropa. Inti dari kesepakatan JCPOA adalah memastikan bahwa penggunaan nuklir Iran terbatas untuk kepentingan sipil, bukan militer. Sebagai gangtinya, sanksi ekonomi Iran akan dicabut.
Presiden AS Donald Trump berulang kali menyatakan ketidakpuasannya terhadap JCPOA. Trump menilai JCPOA adalah kesepakatan yang cacat. Sebab dalam JCPOA tak diatur tentang program rudal balistik Iran, kegiatan nuklirnya selepas 2025, dan perannya dalam konflik Yaman serta Suriah. Akhirnya pada Mei lalu, Trump memutuskan bahwa AS mundur dari kesepakatan JCPOA.[IZ]