RAMALLAH, (Panjimas.com) — Presiden Palestina Mahmoud Abbas baru-baru ini memuji peranan Mesir dalam menengahi konflik internal antara faksi politik Palestina, Sabtu (01/09).
Hal ini disampaikan Mahmoud Abbas saat bertemu dengan delegasi pejabat senior Dinas Intelijen Mesir di Kota Ramallah, Tepi Barat Sungai Jordan, dilansir dari WAFA.
Ia pun menekankan peranan Mesir dalam mengakhiri perpecahan internal di Palestina
“Kami berpegang pada perang penengahan Mesir dalam perujukan antar-Palestina”, pungkas Abbas.
Sementara itu, Kepala Delegasi Dinas Intelijan Mesir Amr Hanefi mengatakan Mesir akan melanjutkan upaya penengahannya, dan menjamin rekonsiliasi nasional antar faksi politik Palestina dan menjamin persatuan nasional di bawah kepemimpinan Presiden Mahmoud Abbas.
Kedua belah pihak sepakat untuk mempertahankan komunikasi antara pemimpin Palestina dan Mesir dan mengatasi berbagai faktor yang menghalangi kemajuan nyata, dikutip dari laman Anadolu, Ahad (02/09).
Kunjungan delegasi pejabat Intelijen Mesir Sabtu (01/09) lalu dilakukan di tengah upaya yang dilancarkan oleh Kairo untuk mencapai gencatan senjata antara Israel dan kelompok bersenjata Palestina yang berpusat di Jalur Gaza serta mewujudkan rekonsiliasi antara faksi politik Palestina.
Hamas telah mempertimbangkan usuanl yang diajukan oleh Mesir dan PBB bagi rekonsiliasi nasional Palestina, mengenai gencatan senjata HAMAS-Israel dan proyek kemanusiaan di Jalur Gaza .
Kesepakatan rekonsiliasi Fatah-Hamas gagal membuahkan hasil akibat silang-pendapat yang ada antara kedua faksi tersebut.
Fatah dan Hamas mulai terlibat perseteruan pada tahun 2007. Hal ini dipicu oleh kemenangan Hamas dalam pemilu tahun 2006. Hamas memenangkan pemilihan tersebut, namun Fatah dan masyarakat internasional menolaknya. Pada Juni 2007, Hamas mulai mengendalikan dan mengontrol pemerintahan di wilayah Jalur Gaza.
Upaya-upaya rekonsiliasi antara kedua faksi itu sempat dilakukan. Namun upaya tersebut gagal karena Hamas selalu mengajukan syarat-syarat tertentu kepada Otoritas Palestina sehingga perdamaian urung tercapai.
Pada Oktober 2017, Hamas dan Fatah menandatangani sebuah kesepakatan rekonsiliasi nasional di Kairo, Mesir. Penandatanganan kesepakatan itu menjadi simbol keinginan kedua faksi untuk berdamai setelah 10 tahun berselisih.
Usai sepuluh tahun berlalu, Hamas akhirnya menyatakan kesiapannya untuk memulihkan hubungan dengan Fatah tanpa prasyarat apapun. Mereka bahkan membubarkan komite administratif yang sebelumnya bertugas untuk mengelola pemerintahan di Jalur Gaza. Hal itu dilakukan agar Otoritas Palestina dapat mengambil alih tugas pemerintahan di daerah yang diblokade tersebut.
Akan tetapi rekonsiliasi ini masih dalam proses kebuntuan. Hingga saat ini Hamas masih mengontrol Jalur Gaza sedangkan Fatah menjalankan pemerintahan di Ramallah, Tepi Barat.
Dalam beberapa pekan terakhir, Hamas mempertimbangkan proposal yang diajukan Mesir dan PBB untuk rekonsiliasi antar-Palestina, gencatan senjata Hamas-Israel, dan proyek-proyek kemanusiaan di Jalur Gaza.[IZ]