JENEWA, (Panjimas.com) — Panel Hak Asasi Manusia (HAM) PBB mengatakan bahwa Panglima Tertinggi Militer Myanmar Min Aung Hlaing harus segera mengundurkan diri, Senin (27/08). Desakan Panel HAM PBB ini disampaikan usai tim pencari fakta (TPF) menemukan dugaan genosida dan kejahatan brutal terhadap Muslim Rohingya.
“Satu-satunya cara agar dapat melangkah ke depan adalah menyerukan pengunduran dirinya dan segera mundur,” pungkas Ketua Tim Misi Pencari Fakta Independen Internasional di Myanmar, Marzuki Darusman pada konferensi pers di Jenewa.
Mantan Jaksa Agung Indonesia (1999-2001) ini menyebutkan bahwa Min Aung Hlaing dan lima jenderal Myanmar lainnya sebagai pihak yang bertanggung jawab atas kekerasan yang dialami Rohingya. Selain itu daftar tersangka yang terpisah termasuk para pejabat militer, pasukan tambahan, warga sipil dan pemberontak.
Sementara itu, Juru bicara militer Myanmar Mayor Jenderal Tun Tun Nyi mengatakan dia tidak dapat segera mengomentari laporan PBB. Reuters juga tidak dapat menghubungi Min Aung Hlaing pada Senin (27/08).
Tim Misi Pencarian Fakta PBB menerbitkan laporannya yang menyebutkan Militer Myanmar melakukan pembunuhan massal dan pemerkosaan terhadap Rohingya dengan tujuan genosida. TPF mendesak agar para pejabat senior Militer Myanmar yang menjadi dalang kejahatan tersebut harus diadili secara hukum.
TPF PBB tersebut menemukan bahwa pasukan bersenjata Myanmar telah mengambil tindakan yang “tidak diragukan lagi merupakan kejahatan yang paling berat di bawah hukum internasional”. Tim pencari fakta PBB didirikan oleh Dewan Hak Asasi Manusia PBB pada Maret 2017.
Laporan penyidik PBB itu mengatakan jenderal militer, termasuk Panglima Tertinggi Min Aung Hlaing, harus menghadapi penyelidikan dan penuntutan untuk genosida di negara bagian Rakhine Utara. Mereka juga dituntut melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan perang lainnya di negara bagian Kachin, Shan, dan Rakhine.
PBB mendefinisikan genosida sebagai tindakan yang dimaksudkan untuk menghancurkan kelompok nasional, etnis, ras atau agama secara keseluruhan atau sebagian.
“Kejahatan di Negara Bagian Rakhine, dan cara di mana mereka dilakukan, memiliki kesamaan sifat, gravitasi dan ruang lingkup bagi mereka yang telah memungkinkan niat genosida untuk didirikan dalam konteks lain,” demikian menurut Tim Misi Pencari Fakta Internasional Independen PBB di Myanmar, dilansir dari Reuters.
Dalam laporan dengan 20 halaman itu, disebutkan ada informasi yang cukup untuk menjamin penyelidikan dan penuntutan para pejabat senior dalam rantai komando Tatmadaw.
Laporan itu menyebutkan militer Myanmar, yang dikenal sebagai Tatmadaw dan juga badan keamanan Myanmar lainnya terlibat dalam pelanggaran.
“Militer tidak akan pernah membenarkan pembunuhan tanpa pandang bulu, para wanita yang diperkosa, menyerang anak-anak, dan membakar seluruh desa,” jelas laporan PBB itu.
Menurut laporan tersebut, taktik Tatmadaw secara konsisten dan tidak proporsional mengancam keamanan yang sebenarnya, terutama di Negara Bagian Rakhine dan di Myanmar Utara.
Setahun yang lalu, Militer Myanmar memimpin tindakan brutal di negara Rakhine Myanmar sebagai aksi balasan atas serangan oleh Arakan Rohingya Salvation Army (ARSA) di 30 pos polisi perbatasan Myanmar.
Pasca insiden tersebut, lebih dari 700.000 penduduk Rohingya terpaksa melarikan diri dari penindasan dan sebagian besar kini tinggal di kamp-kamp pengungsian di Bangladesh. Laporan PBB mengatakan, tindakan Militer Myanmar termasuk membakar desa-desa Rohingya, dan ini sangat tidak proporsional terhadap ancaman keamanan yang sebenarnya.[IZ]