KAIRO, (Panjimas.com) — Jaksa Mesir baru-baur ini memerintahkan penahanan selama 15 hari sambil menunggu proses penyelidikan terhadap seorang mantan diplomat dan tokoh oposisi lain, yang mengkritik Presiden Abdel Fattah al-Sisi, demikian menurut laporan kantor berita MENA.
Masoum Marzouk, mantan Dubes, dan juga dua tokoh oposisi terkemuka ditangkap pada Kamis (23/08). Baru-baru ini, Marzouk menyerukan referendum atas pemerintahan As-Sisi dalam aksi kritik langka di ranah publik terhadap mantan jenderal militer Mesir tersebut.
Marzouk menyatakan masa bakti pemerintah harus berakhir dan parlemen dibubarkan jika sebagian besar orang Mesir memberikan suara tidak percaya.
Dua orang lain ditangkap adalah Raed Salama, anggota utama oposisi Partai Kehormatan, tempat Masoum Marzouk pernah menjadi anggotanya, dan Ilmuwan Yahya Kazaz, yang baru-baru ini menuntut As-Sisi mundur melalui akun Facebook-nya, dengan menulis “perlawanan adalah jalan ke luar”.
Pada Maret lalu saat Pemilihan Presiden Mesir, dalam pemungutan suara As-Sisi menjadi satu-satunya calon, penantangnya dipenjarakan atau ditarik keluar dari persaingan itu dengan menyatakan intimidasi. Pasukan keamanan juga menahan beberapa wartawan dan penentang di jaringan pada Mei.
Pendukung As-Sisi menyatakan penindakan terhadap perbedaan pendapat diperlukan untuk menenangkan Mesir setelah pemberontakan pada 2011 dan kerusuhan sesudahnya, termasuk pemberontakan di Semenanjung Sinai, yang menewaskan ratusan korban jiwa.
Sementara itu, Kepolisian Mesir telah memenjarakan ribuan penentang Sisi dan pengkritik dalam beberapa tahun terakhir, termasuk para militan dan pegiat hak asasi manusia sekuler. Pemerintah telah mengatakan bahwa aksi-aksinya diarahkan pada para teroris dan mereka yang berusaha menyabot negara.
Abdel Fattah As-Sisis menjadi presiden tahun 2014, setahun setelah ia memimpin penggulingan dalam kudeta militer berdarah terhadap Presiden Mohamed Morsi setelah gelombang Aksi protes menentang pemerintahannya. Untuk diketahui, Morsi merupakan presiden pertama di Mesir yang dipilih secara bebas.
Penahanan selama 15 hari itu dapat diperbarui pihak berwenang. Kelompok hak asasi manusia mengatakan hal tersebut sering terjadi tanpa adanya peradilan terhadap orang-orang yang didakwa melakukan kegiatan terkait terorisme.[IZ]