CANBERRA, (Panjimas.com) — Perdana Menteri Australia, Malcolm Turnbull menegaskan bahwa Paus Fransis harus memecat seorang uskup yang dihukum karena menyembunyikan pelecehan seksual atas anak-anak.
Uskup Philip Wilson, 67 tahun, pada Mei lalu, menjadi tokoh agama Katolik paling senior yang dihukum karena tidak mengungkap kepada polisi pelecehan itu.
Wilson dijatuhi hukuman satu tahun awal bulan ini. Ia tak lagi sebagai Uskup Adelaide di negara bagian Australia Selatan, tetapi ia tidak mengundurkan diri karena masih mengajukan banding.
Turnbull, yang sebelumnya menyerukan Wilson agar mundur, mengecam keras Wilson yang masih tetap tak mau mundur dari posisinya.
“Dia seharusnya mundur dan sudah waktunya untuk Paus memecat dia,” pungkas Malcolm Turnbull kepada para wartawan di Sydney.
“Saya pikir sudah saatnya sekarang bagi otoritas tertinggi di gereja untuk mengambil tindakan dan memecat dia”, tegasnya.
Keuskupan Adelaide tak segera memberi komentar mengenai hal itu.
Pengacara Wilson, yang tetap menyatakan kliennya tak bersalah selama peradilannya, berpendapat bahwa dia tidak tahu Pastur James Fletcher telah melakukan pelecehan seksual terhadap anak-anak selama kurun waktu tahun 1970-an. Pengadilan diberitahu bahwa dua korban, salah satunya anak laki-laki altar, mengatakan Wilson tak melakukan pelecehan tahun 1976.
Fletcher dinyatakan bersalah tahun 2014 atas enam kasus pelecehan seksual dan meninggal dalam penjara tahun 2006 setelah terserang stroke.
Wilson masih mengajukan uang jaminan sementara ia diperiksa pihak penjara untuk dihukum sebagai tahanan rumah, bukan mendekam di penjara.
Uskup Wilson Dinilai Bersalah
Uskup Agung Philip Wilson membantah tuduhan dan tim hukumnya melakukan empat upaya untuk membebaskan dirinya kasus ini, dengan alasan Wilson menderita Alzheimer dan Ia harus menghindari persidangan – meskipun diagnosis Alzheimer itu tidak mencegahnya mempertahankan posisi tertingginya di Gereja Katolik.
Hakim Pengadilan Negeri Newcastle, Robert Stone, memutuskan Philip Wilson bersalah karena melindungi dan secara sadar menyembunyikan pelanggaran serius terhadap orang lain, Hakim menyimpulkan motif utama Wilson adalah melindungi martabat intitusi Gereja Katolik.
Pengadilan Newcastle Selasa (03/07) menjatuhkan hukuman 12 bulan penjara dengan periode non-pembebasan selama enam bulan.
Namun Hakim Stone menunda masalah ini sampai 14 Agustus mendatang untuk menilai apakah Uskup Agung Wilson cocok untuk menjalani hukuman di rumah dengan saudara perempuannya. Hukuman maksimum untuk kejahatan semacam itu adalah dua tahun penjara.
Dalam vonisnya, Hakim Robert Stone mengatakan “tidak ada rasa bersalah ataupun penyesalan yang ditunjukkan oleh pelaku”, dikutip dari laporan Agence France-Presse (AFP)
“Saya berpendapat hukuman itu tidak boleh ditangguhkan. Hal ini tidak mendukung ketentuan-ketentuan penghindaran umum,” imbuhnya.
“Atas dasar itu, satu-satunya pilihan yang tersisa adalah pemenjaraan penuh atau penahanan rumah”, pungkas Hakim Stone.
Hakim Stone membenarkan opsi penahanan rumah mengingat usia Uskup Agung Wilson, catatan bagus ia sebelumnya dan bahwa dia tidak mungkin untuk mengulang kembali tindakannya.
Tidak ada perselisihan selama persidangan bahwa Jim Fletcher, yang sekarang sudah meninggal, melakukan pelecehan seksual terhadap seorang bocah altar, namun audiensi terfokus pada apakah Philip Wilson, kemudian seorang pendeta junior, diberi tahu tentang pelecehan seksual itu.
Philip Wilson mengabdi sebagai Pastur di New South Wales sebelum Paus Yohanes Paulus II mengangkatnya sebagai Uskup Wollongong pada tahun 1996. Lima tahun kemudian ia menjadi Uskup Agung Adelaide.
Mengikuti vonis hukuman terhadapnya, Uskup Agung Wilson diberhentikan dari tugas-tugas kepemimpinan Gereja Katoliknya sambil menunggu hukuman, tetapi Ia tidak mengundurkan diri sebagai Uskup Agung Adelaide.
‘Sejarah Memalukan Skandal Gereja’
Australian Catholic Bishops Conference, Konferensi Uskup Katolik Australia, badan nasional yang digunakan oleh para uskup untuk menangani masalah-masalah nasional, mengatakan pihaknya berharap hukuman itu dapat “membawa rasa damai” kepada para korban yang dilecehkan oleh Jim Fletcher.
“Dibutuhkan keberanian besar bagi yang selamat untuk maju untuk menceritakan kisah-kisah mereka,” jelas Konferensi Uskup Katolik Australia dalam pernyataannya.
“Para korban yang selamat sangat penting dalam membantu kami mempelajari pelajaran dari sejarah penyalahgunaan dan perlindungan kami yang memalukan”, ungkap Australian Catholic Bishops Conference, dikutip dari laporan Agence France-Presse (AFP).
“Gereja telah membuat perubahan besar untuk memastikan bahwa pelecehan seksual dan menutup-nutupi itu bukan lagi bagian dari kehidupan Katolik dan bahwa anak-anak aman di komunitas kami”, tandasnya.
Seperti di tempat-tempat lainnya di dunia, Australia telah diganggu oleh tuduhan bahwa Gereja Katolik mengabaikan dan menutupi pelecehan seksual terhadap anak.
Penyelidikan nasional ke dalam masalah ini diperintahkan pada tahun 2012 setelah satu dekade tekanan untuk menyelidiki dugaan luas tentang kasus pedofilia institusional.
Royal Comission – yang bertugas menyelidiki selama lima tahun – berbicara kepada ribuan korban dan mendengar klaim pelecehan seksual yang melibatkan gereja, panti asuhan, klub olahraga, kelompok pemuda dan sekolah.
Bulan lalu, Perdana Menteri Malcolm Turnbull setuju untuk menyampaikan permintaan maaf resmi kepada para korban pelecehan seksual anak-anak yang dilembagakan, demikian salah satu dari rekomendasi kunci penyelidikan.
Rekomendasi lainnya adalah bahwa skema ganti rugi dibentuk untuk mendukung korban dengan proses konseling, perawatan psikologis dan pembayaran denda finansial.
Semua pemerintah negara bagian Australia kini telah mendaftar ke dalam program tersebut, yang mulai berlaku pada hari Ahad (01/07). Program ini akan memberikan kompensasi dana kepada para korban hingga senilai Aus$ 150.000 dollar Australia (US $ 113.000 dolar AS).[IZ]