ISTANBUL, (Panjimas.com) — Pengadilan Turki memutuskan untuk tetap menahan seorang pastur asal Amerika Serikat (AS), sehingga memudarkan harapan bahwa ia dapat dibebaskan atas tuduhan terorisme dan mata-mata. Kasus ini telah memperdalam perselisihan dengan Washington, sekutu NATO Turki.
Andrew Brunson, seorang pastur dari North Carolina yang tinggal di Turki selama lebih dua dekade, diadili atas dakwaan membantu pihak yang Ankara tuding bersalah karena kudeta gagal tahun 2016 terhadap Presiden Tayyip Erdogan, dan Pastur AS itu juga dituduh mendukung para militan Kurdi PKK yang merupakan organisasi terlarang di Turki.
Andrew Brunson, menolak dakwaan-dakwaan tersebut, Ia menghadapi hukuman penjara hingga 35 tahun jika terbukti bersalah.
“Sungguh sangat sulit mendekam di penjara dan terpisah dari istri dan anak-anak,” ujar Brunson, sembari mengenakan busana hitam dan kemeja putih, kepada pengadilan dalam bahasa Turki, dilansir dari Reuters.
“Tak ada bukti kongkrit terhadap saya. Para murid Yesus menderita dalam namanya, sekarang giliran saya. Saya orang tak tahu-menahu atas semua dakwaan-dakwaan ini. Saya menolak. Saya tahu mengapa saya di sini. Saya di sini menderita dalam atas nama Yesus”, paparnya.
Presiden Amerika Serikat Donald Trump pada Rabu malam mengatakan melalui akun Twitternya bahwa Erdogan “hendaknya melakukan sesuatu untuk membebaskan ayah dan suami Kristen yang hebat ini,” dengan mengatakan Brunson “telah disandera terlalu lama.”
Utusan AS untuk Turki mengatakan “kecewa” atas keputusan pengadilan di Provinsi Izmir, tempat Andrew Brunson tinggal.
“Pemerintah kami sangat cemas atas statusnya dan status sejumlah warga Amerika lainnya dan karyawan warga Turki di misi diplomatik AS yang ditahan berdasarkan undang-undangpara keadaan darurat,” ujar Kuasa Usaha Philip Kosnet kepada wartawan di luar ruang pengadilan.[IZ]