ISTANBUL, (Panjimas.com) — Turki baru-baru ini mengumumkan bahwa pertemuan internasional mengenai krisis Rohingya akan berlangsung di ibukota Ankara pada 6 Juli mendatang, Rabu (04/07).
Pernyataan Kementerian Luar Negeri menekankan upaya berkelanjutan Turki untuk “memberikan dukungan bagi Muslim Rohingya sehingga tercapainya solusi bagi krisis kemanusiaan”.
“Dalam konteks ini, untuk membahas tantangan untuk perbaikan situasi kemanusiaan di wilayah tersebut, Turki menyelenggarakan Pertemuan Konsultasi Rohingya Internasional dengan partisipasi negara-negara yang berpikiran sama dan organisasi internasional yang aktif di wilayah tersebut pada 6 Juli 2018, di Ankara, ” demikian keterangan Kemenlu Turki.
Kementerian Kesehatan dan organisasi nonprofit Turki lainnya, termasuk Otoritas Manajemen Bencana dan Darurat (AFAD), Bulan Sabit Merah Turki, serta Badan Koordinasi dan Kerjasama Turki (TIKA) akan berpartisipasi dalam pertemuan tersebut.
Krisis Rohingya
Sejak 25 Agustus 2017, lebih dari 750.000 pengungsi Rohingya, sebagian besar anak-anak dan perempuan, telah melarikan diri dari Myanmar dan menyeberang ke Bangladesh setelah pasukan Myanmar melancarkan tindakan keras terhadap komunitas minoritas Muslim, menurut Amnesty International.
Etnis Rohingya, digambarkan oleh PBB sebagai etnis yang paling teraniaya dan tertindas di dunia, Mereka telah menghadapi ketakutan tinggi akibat serangan pasukan Myanmar dan para ektrimis Buddha.
Sedikitnya 9.000 Rohingya dibantai di negara bagian Rakhine mulai 25 Agustus hingga 24 September, demikian menurut laporan Doctors Without Borders [MSF].
Dalam laporan yang diterbitkan pada 12 Desember lalu, organisasi kemanusiaan global itu mengatakan bahwa kematian 71,7 persen atau 6.700 Muslim Rohingya disebabkan oleh kekerasan. Diantara para korban jiwa itu, termasuk 730 anak di bawah usia 5 tahun.
Dilaporkan bahwa lebih dari 647.000 penduduk Rohingya terpaksa menyeberang dari Myanmar ke Bangladesh sejak 25 Agustus 2017 ketika Tentara Myanmar melancarkan tindakan brutal dan kejam terhadap Minoritas Muslim itu, sementara itu menurut angka PBB, jumlahnya adalah 656.000 jiwa.
Para pengungsi Rohingya tersebut melarikan diri dari operasi militer brutal Myanmar yang telah melihat pasukan militer dan massa ektrimis Budhdha membunuhi pria, wanita dan anak-anak, bahkan menjarah rumah-rumah dan membakar desa-desa Muslim Rohingya.[IZ]