JENEWA, (Panjimas.com) — Setidaknya 2.200 anak-anak Yaman dilaporkan meninggal dunia akibat perang sipil yang berlangsung selama tiga tahun di negara itu, demikian menurut PBB, Selasa (03/07).
“Konflik tanpa henti di Yaman telah mendorong sebuah negara yang sudah berada di tepi jurang jatuh ke dalam jurang. Layanan sosial hampir tidak berfungsi. Perekonomian sedang hancur. Harga telah melonjak. Rumah sakit telah rusak. Sekolah telah berubah menjadi tempat penampungan atau telah diambil alih. oleh kelompok-kelompok bersenjata,” jelas Direktur Eksekutif UNICEF Henrietta Fore dalam konferensi pers di Jenewa usai kunjungannya selama 4 hari ke Yaman, dilansir dari Anadolu.
Sekitar 11 juta anak di Yaman membutuhkan bantuan untuk mendapatkan makanan, pengobatan, pendidikan, air dan sanitasi, imbuh Fore.
“Sejak 2015, lebih dari setengah fasilitas kesehatan telah berhenti berfungsi, dan 1.500 sekolah telah rusak akibat serangan udara dan penembakan,” pungkasnya.
Direktur Eksekutif UNICEF itu pun mencatat bahwa setidaknya 2.200 anak terbunuh dan 3.400 anak lainnya luka-luka selama tiga tahun terakhir.
Henrietta Fore memperingatkan bahwa ini adalah angka yang diverifikasi dan angka sebenarnya bisa saja lebih tinggi lagi.
“Di Sana’a, di sebuah bangsal untuk anak-anak yang kekurangan gizi, saya melihat seorang anak berusia delapan bulan dengan berat bayi yang baru lahir. Di unit perawatan intensif neonatal, saya melihat bayi-bayi mungil di inkubator berjuang untuk bernafas,” paparnya.
Sementara itu Fore menunjukkan bahwa 5.000 keluarga terpaksa meninggalkan rumah-rumah mereka dalam dua pekan terakhir di Hudaydah.
Ia berkata, “Harga gandum dan minyak sayur meningkat 30 persen dan gas untuk memasak naik sebesar 50 persen pada pekan lalu. Listrik tidak tersedia di sebagian besar wilayah kota dan kerusakan pipa-pipa pasokan air telah menyebabkan kekurangan air yang parah.”[IZ]