COX’S BAZAR, (Panjimas.com) — Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan keselamatan pengungsi Rohingya selama musim hujan adalah prioritas, Senin (02/07).
Hal ini disampaikan Sekjen PBB Antonio Gutteres saat mengunjungi kamp pengungsi Rohingya di Cox’s Bazar, Bangladesh bersama dengan Presiden Kelompok Bank Dunia Jim Yong Kim.
Dalam salah satu kicauan ‘twit’ bersama dengan fotonya dengan para pengungsi Rohingya, Antonio Guterres mengatakan, “Di Cox’s Bazar, Bangladesh, saya baru saja mendengar kisah tak terbayangkan tentang pembunuhan dan pemerkosaan dari pengungsi Rohingya yang baru-baru ini melarikan diri dari Myanmar.”
“Mereka menginginkan keadilan dan pulang dengan selamat”, pungkas Sekjen PBB, dikutip dari Anadolu.
“Keamanan pengungsi Rohingya selama musim hujan ini adalah prioritas pertama. Sebanyak 200.000 perlu direlokasi”, imbuhnya.
“Kami tidak bisa membiarkan musim hujan ‘monsonns’ untuk menghapus harapan para pengungsi Rohingya yang saya temui hari ini di Bangladesh,” tandasnya.
Saat memberikan penjelasan kepada para wartawan di kamp pengungsi Kutupalong di Ukhiya pada Senin (02/07) sore, Antonio Guterres mengatakan hatinya merasa hancur, dikutip dari media setempat Daily Star.
“Itu tidak bisa dipercaya. Hati saya hancur,” tutur Guterres.
Dia menegaskan kekejaman yang dilakukan oleh pasukan Myanmar sebagai “pelanggaran sistematis hak asasi manusia” pada Rohingya.
“Repatriasi harus dilakukan ketika kondisi mereka untuk hidup dengan martabat penuh di negara mereka sendiri ada di sana,” imbuhnya.
Temui PM Bangladesh
Pada hari Ahad (01/07), para pemimpin PBB dan Bank Dunia mengadakan pertemuan dengan Perdana Menteri Bangladesh Sheikh Hasina.
“Mereka secara bersamaan menegaskan kembali komitmen mereka untuk terus menekan Mayanmar untuk menyelesaikan krisis,” jelas Sekretaris Pers PM Hasina, Ihsanul Karim, usai pertemuan dikutip dari kantor berita Bangladesh, Sangbad Sangstha (BSS).
Sheikh Hasina mengatakan kepada PBB dan Bank Dunia, meskipun kesepakatan bilateral yang dicapai dengan Myanmar untuk pemulangan Rohingya, Naypyidaw (Myanmar) belum mengambil tindakan apa pun untuk pelaksanaannya, ujar Ihsanul Karim mengutip pernyataan Perdana Menteri Hasina.
Pernyataan PBB mengatakan kunjungan bersama ke Bangladesh akan berakhir pada Selasa 3 Juli.
Krisis Rohingya
Sejak 25 Agustus 2017, lebih dari 750.000 pengungsi Rohingya, sebagian besar anak-anak dan perempuan, telah melarikan diri dari Myanmar dan menyeberang ke Bangladesh setelah pasukan Myanmar melancarkan tindakan keras terhadap komunitas minoritas Muslim, menurut Amnesty International.
Etnis Rohingya, digambarkan oleh PBB sebagai etnis yang paling teraniaya dan tertindas di dunia, Mereka telah menghadapi ketakutan tinggi akibat serangan pasukan Myanmar dan para ektrimis Buddha.
Sedikitnya 9.000 Rohingya dibantai di negara bagian Rakhine mulai 25 Agustus hingga 24 September, demikian menurut laporan Doctors Without Borders [MSF].
Dalam laporan yang diterbitkan pada 12 Desember lalu, organisasi kemanusiaan global itu mengatakan bahwa kematian 71,7 persen atau 6.700 Muslim Rohingya disebabkan oleh kekerasan. Diantara para korban jiwa itu, termasuk 730 anak di bawah usia 5 tahun.
Dilaporkan bahwa lebih dari 647.000 penduduk Rohingya terpaksa menyeberang dari Myanmar ke Bangladesh sejak 25 Agustus 2017 ketika Tentara Myanmar melancarkan tindakan brutal dan kejam terhadap Minoritas Muslim itu, sementara itu menurut angka PBB, jumlahnya adalah 656.000 jiwa.
Para pengungsi Rohingya tersebut melarikan diri dari operasi militer brutal Myanmar yang telah melihat pasukan militer dan massa ektrimis Budhdha membunuhi pria, wanita dan anak-anak, bahkan menjarah rumah-rumah dan membakar desa-desa Muslim Rohingya.[IZ]