GAZA, (Panjimas.com) — Ratusan warga Palestina berkumpul di sepanjang pagar keamanan Gaza-Israel Jumat (29/06) lalu untuk berpartisipasi dalam aksi unjuk rasa lanjutan terhadap pendudukan Israel selama puluhan tahun.
Dalam pernyataannya, Gaza’s National Authority for Breaking the Siege, [Otoritas Nasional Gaza untuk Memecahkan Pengepungan] menegaskan kembali seruannya kepada rakyat Gaza untuk mengambil bagian dalam aksi demonstrasi yang sedang berlangsung.
Aksi Protes ini, “dimaksudkan untuk mendaftarkan penolakan kami terhadap pendudukan [Israel] dan kebijakan kriminalnya, bersama dengan upaya AS untuk memaksakan solusi yang merongrong hak-hak rakyat kami”, dikutip dari Anadolu.
Dalam pernyataan singkat, juru bicara Hamas Abdel Latif al-Qanoua mengatakan aksi demonstrasi akan “berlangsung tanpa jeda sampai blokade yang tidak adil dari Jalur Gaza dicabut”.
“Kehadiran yang tinggi pada rapat umum ini mencerminkan kesatuan rakyat kami dalam menghadapi pendudukan dan penolakan kami terhadap apa yang disebut ‘Kesepakatan Abad Ini’,” jelas al-Qanoua menambahkan, mengacu pada rencana perdamaian Timur Tengah backchannel yang saat ini sedang dipromosikan. oleh Washington.
Total warga yang gugur menjadi martir meningkat ke angka 132 jiwa- bersama dengan ribuan korban lainnya yang terluka – akibat tembakan Israel sejak aksi protes dimulai pada 30 Maret lalu, menurut Kementerian Kesehatan Palestina.
Warga Palestina di Gaza terus melakukan aksi demonstrasi berbulan-bulan di sepanjang perbatasan yang mencapai puncaknya pada tanggal 15 Mei lalu. Hari itu akan menandai peringatan 70 tahun pendirian negara Israel – sebuah acara yang disebut oleh warga Palestina sebagai peristiwa “Nakba” atau “Malapetaka”.
Para pengunjuk rasa menuntut agar para pengungsi Palestina diizinkan mendapatkan hak-haknya untuk pulang kembali ke kota-kota dan desa-desa yang keluarga mereka diami saat terpaksa melarikan diri, atau diusir dari tanah miliknya, saat negara Yahudi Israel dideklarasikan pada tahun 1948.
Para aktivis Palestina menggambarkan kamp-kamp dan tenda-tenda perkemahan itu sebagai “titik pementasan untuk kami kembali ke tanah air dari mana kami diusir pada 1948”, dikutip dari Anadolu.
Mereka juga menuntut diakhirinya blokade Israel di Jalur Gaza, yang telah menghancurkan perekonomian wilayah pesisir itu dan memutus akses dua juta penduduknya dari berbagai barang kebutuhan pokok.[IZ]