WASHINGTON (Panjimas.com) – Setelah lebih dari satu dekade atau 10 tahun ditahan tanpa dakwaan. Puluhan tahanan di Guantanamo dapat berharap dibebaskan, tetapi upaya ini bukanlah hal yang mudah, karena menunggu tanda tangan akhir dari Pentagon.
Sekitar 79 dari 149 narapidana (napi) masih ditahan di pangkalan militer AS di Teluk Guantanamo, Kuba selatan. Mereka telah disetujui untuk dipindahkan, apabila dinilai sudah tidak berpotensi menimbulkan resiko bagi Amerika Serikat.
Sebagian besar dari mereka telah diberitahu sejak tahun 2009 dan 2010 bahwa mereka tidak akan menghadapi tuduhan dan sekarang mereka layak untuk dikembalikan ke negara mereka atau negara ketiga yang mau menerima mereka.
Namun mereka harus menunggu.
Dalam beberapa bulan terakhir, para pejabat AS telah melihat cepatnya proses pembebasan lusinan tahanan di berbagai negara.
Namun untuk tahun ini hanya ada satu tahanan yang disetujui untuk dibebaskan dari Guantanamo, dan hal ini menimbulkan rasa frustasi diantara tahanan lainnya.
“Kelanjutan penundaan penutupan Guantanamo tidak dapat diterima, meskipun yang menghambat itu dari Kongres atau dari pemerintah,” kata Senator Dianne Feinstein seperti dikutip AFP.
Dibawah undang-undang yang berlaku, Menteri Pertahanan Chuck Hagel harus memberikan persetujuan akhir bagi setiap tahanan yang dibebaskan atau dipindahkan. Namun dengan banyak pertimbangan, persetujuan dari Menteri Pertahanan dirasa sulit didapat, karena ada laporan sejumlah mantan tahananan Guantanamo kembali ke medan perang.
Diantara tahanan yang sangat berharap dibebaskan adalah Ahmed Abdul Aziz 44 tahun asal Mauritania. Ia ditangkap pihak berwenang Pakistan pada bulan Juni 2002 dan kemudian diserahkan kepada AS.
Aziz membantah menjadi anggota Al Qaeda dan ia ingin bertemu kembali dengan istrinya, yang sedang hamil ketika ia ditahan, dan putranya yang belum pernah bertemu dengan ayahnya.
Hal ini disampikan pengacara Aziz, Anna Holland Edwards kepada AFP. Menurut Holland tinggal di Guantanamo lebih mirip seperti tinggal di kuburan. (Ahmad)