GUATEMALA CITY (Panjimas.com) – Takut kehilangan budaya dan tanah leluhur mereka, penduduk suku Maya di Guatemala akhirnya mengusir 230 anggota Yahudi ultra-Ortodoks dari lingkungannya. Suku Maya sendiri juga telah mengalami diskriminasi selama berabad-abad.
Pada Rabu lalu, akhirnya kelompok Yahudi itu dipaksa pergi dari San Juan La Laguna, di tepi Danau Atitlan, sekitar 200 kilometer dari ibukota Guatemana City. Upaya mencapai kesepakatan agar komunitas Yahudi diizinkan tinggal bersama Suku Maya gagal, dan mereka harus pergi.
“Kami sangat senang dengan keputusan yang dibuat oleh kelompok itu (Yahudi) untuk menghindari konflik dengan orang lokal,” kata Miguel Vasquez, juru bicara Dewan Tetua Suku San Juan, seperti dikutip AFP.
Sebagian besar anggota komunitas Yahudi itu berasal dari Amerika Serikat, Israel, Inggris, Rusia dan sekitar 40 orang Guatemala. Setengah dari komunitas itu merupakan anak-anak.
Sejak Oktober tahun lalu, penduduk asli setempat menuduh orang-orang Yahudo Ortodoks telah melanggar adat Maya. Tetua Suku Maya juga mengatakan, komunitas Yahudi berusaha untuk memaksakan agama mereka dan merusak kepercayaan warga desa yang beragama Katolik.
Guatemala adalah negara pegunungan dengan pemandangan indah di Amerika Tengah. Pemerintah mengatakan bahwa 42 persen penduduknya berasal dari etnis suku Maya. Mereka bekerja sebagai petani tradisional. Menurut pemimpin adat, 60 persen dari 15 juta penduduk Guatemala adalah suku Maya.
Di negeranya sendiri, suku Maya merasa telah didiskriminasi sejak lama.
Selama tiga abad kolonialisme Spanyol, suku Maya juga terpinggirkan. Setelah kemerdekaan pada awal tahun 1800-an, suku Maya menghabiskan hampir dua abad hidupnya di tempat terpencil.
Diusirnya Yahudi dari wilayah suku Maya karena mereka khawatir akan lebih banyak anggota komunitas Yahudi yang terus berdatangan. Suku Maya merasa kedatangan Yahudi ini dapat merebut tanah leluhur mereka.
Komunitas Yahudi yang ada di daerah suku Maya ini bernama Komunitas Lev Tahor yang didirikan pada tahun 1980 oleh Shlomo Helbrans dari Israel.
Para pemimpin suku Maya menganggap aneh ritual komunitas Yahudi tersebut.
“Mereka tidak percaya kepada Yesus atau Maria. Mereka tidak bekerja. Mereka berpakaian serba hitam. Dan mereka menakut-nakuti wisatawan. Mereka tidak tidur di malam hari, dam mereka berjalan-jalan ketika kami sedang tertidur,” kata dewan adat Vasquez. (Ahmad/AFP)