Yogyakarta, Panjimas – Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah dan Center for Integrative Science and Islamic Civilization (CISIC) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) menyelenggarakan diskusi ‘Integration between Tradition and Modernity in the Islamic Higher Education System’ yang digelar di SM Tower and Convention pada, Selasa (18/7) menghadirkan intelektual muslim internasional, Jasser Auda.
Jasser Auda dalam pemaparannya mengatakan bahwa kolonialisme bukan hanya tentang waktu dan ide, melainkan sebagai sebuah sistem. Sistem inilah yang membentuk pikiran umat Islam kontemporer, mulai dari politik, ekonomi, hingga ilmu pengetahuan.
Auda memberikan penjelasan yang menarik. Menurutnya, meskipun kritik Wael Hallaq terhadap kolonialisme dan modernitas begitu tajam, namun ia tidak menawarkan paradigma alternatif. Tanpa adanya paradigma alternatif, umat Islam mungkin akan kesulitan dalam menemukan arah yang tepat untuk beradaptasi dengan era modern ini.
Menurut Auda, menolak modernitas sebagai sebuah fakta hari ini bukanlah pilihan yang realistis bagi umat Islam. Namun, ia optimis bahwa umat Islam memiliki potensi untuk menyelaraskan nilai-nilai Islam dengan kehidupan modern. Salah satu pendekatan yang ia tawarkan adalah melalui proses “islamisasi” yang mencakup berbagai sektor kehidupan, seperti perbankan, politik, dan sektor lainnya. Islamisasi ini bukanlah tentang menggantikan nilai-nilai masyarakat, tetapi lebih kepada mengintegrasikan prinsip-prinsip Islam dalam berbagai aspek kehidupan.
Auda menjelaskan bahwa menghilangkan aspek negatif dari modernitas dapat dianggap sebagai bentuk jihad. Tetapi bukan jihad dalam bentuk kekerasan atau terorisme. Jihad menurutnya berarti “pushing back” atau menghadapi paradigma kolonial yang bertentangan dengan ajaran Islam. Di sini, ia menegaskan bahwa tidak perlu menggunakan tindakan ekstrem seperti revolusi yang terjadi pada masa Arab Spring untuk mencapai tujuan ini.
Menurut Auda, langkah untuk memulai restrukturisasi pengetahuan adalah dengan kembali kepada Al-Quran dan teladan Rasul. Baginya, ilmu pengetahuan saat ini merupakan hasil dari konstruksi renaissance di Eropa, terutama di Prancis. Oleh karena itu, dalam upaya restrukturisasi pengetahuan dan paradigma yang ada, tidak boleh terlalu terpaku pada pandangan dan definisi manusia yang telah diajukan oleh tokoh-tokoh seperti Sigmund Freud, Abraham Maslow, dan Charles Darwin.
Auda menekankan bahwa terlalu mengikuti pandangan-pandangan tersebut hanya akan menghasilkan pendidikan yang berfokus pada tujuan ekonomi tertentu saja. Sebaliknya, pendidikan Islam haruslah mendorong pembebasan, pemuliaan, dan syahadah atau persaksian atas Allah. Dalam hal ini, Al-Quran dan ajaran Rasul menjadi sumber utama yang menjadi landasan untuk membangun paradigma pengetahuan yang baru yang sesuai dengan nilai-nilai Islam
Auda juga mendorong agar umat Islam lebih jeli dalam menilai produk-produk modern, misalnya, demokrasi. Menurutnya, demokrasi memiliki manfaat yang dapat diambil, namun juga membawa sisi negatif seperti menjamurnya politik uang. Sistem demokrasi juga menunjukkan sisi manusia yang paling buruk, seperti manipulasi dan skandal dalam pemilihan umum, di mana perusahaan-perusahaan membeli data pribadi dari Facebook untuk mempengaruhi pikiran dan opini publik.
Ada aspek baik dari demokrasi, ada pula aspek buruk. Umat Islam dapat memilahnya. Ia mengibaratkan situasi ini dengan pembentukan Baitul Hikmah pada masa kejayaan peradaban Islam, di mana umat Islam begitu selektif dalam mengadopsi dan menyaring ide-ide dari filsafat Yunani. Hal ini mengilhami peradaban Islam untuk berkembang dan memiliki dampak yang signifikan dalam lahirnya Pencerahan Eropa.
Tawaran Jasser Auda
Menurut Auda, dalam membangun paradigma baru yang sejalan dengan realitas modern, Maqasid Institute mengembangkan empat lingkaran penelitian (four circles of research), di antaranya: usuli studies, disciplinary studies, phenomenal studies, dan strategic studies. Keempat lingkaran penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang signifikan dalam meningkatkan kemanusiaan dan pengembangan umat Islam.
Usuli studies menawarkan studi mendalam mengenai teori-teori dasar dari disiplin yang terkait dengan Wahyu. Fokus utamanya adalah memahami dengan langsung ajaran dari Wahyu itu sendiri dan mengeksplorasi pengetahuan yang dapat diperoleh darinya. Tujuannya adalah merekonstruksi metodologi Islam tradisional dengan membangun pada warisan ilmu pengetahuan Islam, sehingga dapat menyediakan dasar yang kuat untuk studi-studi kontemporer.
Disciplinary studies menerapkan pendekatan untuk memperbaiki disiplin dan ilmu pengetahuan kontemporer agar sejalan dengan nilai-nilai Islam. Meskipun tetap menghargai dan tidak menolak pengetahuan modern atau kontribusinya, lingkaran penelitian ini bertujuan untuk mengintegrasikan pengetahuan dalam pendidikan, penelitian, dan tindakan yang sesuai dengan pandangan Islam.
Phenomena studies menitikberatkan pada penelitian fenomena utama dengan menggunakan pandangan dunia Islam sebagai landasan. Para peneliti dalam lingkaran ini berfokus pada memahami dan menjelaskan fenomena-fenomena tersebut dalam konteks nilai-nilai Islam. Kolaborasi dengan peneliti lain dalam jaringan yang serupa didorong untuk mencapai perubahan positif dalam masyarakat.
Strategic studies mengajak pada pemikiran dan tindakan untuk memperbaiki masa depan dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip Islam. Lingkaran penelitian ini berupaya mengusulkan intervensi yang kolektif, kompleks, dan melibatkan berbagai aspek untuk mempengaruhi hukum universal perubahan pada berbagai tingkatan organisasi, masyarakat, dan kemanusiaan dengan pandangan Islam sebagai panduan.
Jasser Auda, sebagai tokoh di balik Maqasid Institute, berharap dengan kehadiran empat lingkaran penelitian ini, paradigma baru yang sejalan dengan nilai-nilai Islam dapat terbangun. Ia percaya bahwa langkah ini akan memberikan kontribusi yang berarti dalam meningkatkan kualitas hidup manusia serta membawa peradaban Islam menuju masa depan yang lebih baik.Top of Form