Jakarta, Panjimas – Mahkamah Agung membuat Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) tentang Melarang Hakim mengabulkan permohonan pencatatan pernikahan beda agama. Hal itu untuk kepastian hukum guna menyikapi kontroversi para hakim dalam penetapan hakim nikah beda agama di berbagai daerah.
Larangan itu tertuang dalam Surat Edaran MA (SEMA) Nomor 2 Tahun 2023 tentang Petunjuk bagi Hakim dalam Mengadili Perkara Permohonan Pencatatan Perkawinan Antar-Umat Beragama yang Berbeda Agama dan Kepercayaan ditandatangani oleh Ketua MA Muhammad Syarifuddin (18/7/2023).
Sekjen MUI, Buya Amirsyah Tambunan menyampaikan bahwa untuk kepastian hukum para hakim telah mempunyai keputusan hukum dalam mengadili permohonan pencatatan perkawinan antarumat beragama yang berbeda agama dan kepercayaan, para hakim harus berpedoman pada ketentuan sebagai berikut :
Pertama, perkawinan yang sah adalah yang dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaan itu, berdasarkan Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 8 huruf f UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Kedua, pengadilan tidak mengabulkan permohonan pencatatan perkawinan antarumat beragama yang berbeda agama dan kepercayaan.
Berdasarkan norma tersebut jelas dan tegas nikah beda agama tidak sah karena berda keyakinan. Dalam UUD 1945 Pasal 29 Ayat 1 dan 2 :
(1) Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa. (2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
“Oleh karena pernikahan beda agama merupakan pemakaan keyakinan,” pungkas Buya Amirsyah Tambunan pada Panjimas pada Rabu, (19/7/2023).