Banten, Panjimas —Muktamar Muhammadiyah ke-48 di Surakarta 2022 telah memberikan mandat kepada seluruh elemen Muhammadiyah untuk melaksanakan ragam program. Salah satu program penting ialah bagaimana meneruskan dakwah Islam Berkemajuan serta berkompetisi secara sehat dengan gerakan-gerakan yang lain. Dalam acara Ideopolitor PWM Banten pada Sabtu (15/07) Haedar Nashir menyampaikan beberapa hal yang mendasar, di antaranya:
Pertama, Muhammadiyah ingin mewujudkan Islam sebagai pandangan hidup. Sebagai pandangan hidup, Haedar ingin Islam membawa rahmat bagi semesta alam. Dalam mewujudkan hal tersebut, Muhammadiyah memiliki keyakinan bahwa sumber ajaran Islam adalah Quran dan Sunah dengan pemahaman yang mendalam, dan memaksimalkan tiga pendekatan yang saling terkoneksi yaitu bayani, burhani, dan irfani.
“Ini semua memerlukan pendalaman. Jangan sampai kita sebagai pimpinan Persyarikatan Muhammadiyah bersama seluruh organ yang ada di dalamnya dangkal pemahaman keislaman kita, padahal kita sebagai pembawa dan pemimpin organisasi gerakan Islam,” ucap Haedar.
Kedua, perlunya memahami ideologi Muhammadiyah yang telah disusun sejak awal berdiri hingga saat ini. Ada banyak produk pemikiran Muhammadiyah seperti Langkah 12 Muhammadiyah (1938), Muqadimah Anggaran Dasar Muhammadiyah (1946), Kepribadian Muhammadiyah (1962), Matan dan Keyakinan Muhammadiyah (1969), Khittah Muhammadiyah (1969, 1971, 1978, 2002), Pedoman Hidup Islami (2000), Visi Karakter Bangsa (2007), Indonesia Berkemajuan (2015), Negara Pancasila Darul Ahdi wa Syahadah (2015), Dakwah Kultural (2002), dan yang terakhir Risalah Islam Berkemajuan (2022). Haedar menekankan pentingnya terus mempelajari, memahami, dan menanamkan dokumen-dokumen ini ke dalam diri warga Persyarikatan.
“Pahami seluruh pemikiran-pemikiran ideologi Muhammadiyah. Alangkah tidak konsistennya kita sebagai pimpinan Muhammadiyah, berada di Muhammadiyah, memimpin Muhammadiyah, tetapi tidak memahami pemikiran-pemikiran resmi Muhammadiyah,” ucap Haedar.
Ketiga, menjadikan kepemimpinan di Muhammadiyah sebagai sistem yang utuh. Kepemimpinan dalam Muhammadiyah adalah kolektif kolegial yang diikat dengan sistem, bukan kepemimpinan tunggal yang bersifat acak. “Organisasi harus semakin maju dan menjadi alat yang efektif untuk mewujudkan tujuan dan misi organisasi,” ucap Haedar.
Keempat, menyelenggarakan kaderisasi dan pembinaan anggota. Menurut Haedar, jika ingin mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya, maka seluruh anggota, pimpinan, dan kader Muhammadiyah harus menampilkan watak sebagai khair umat (umat terbaik) dalam diri semuanya. “Kita tidak mungkin menggerakkan dakwah dan tajdid jika kita sendiri bukan orang-orang yang berkualitas. Menjadi dai dan mujtahid yang di atas rata-rata,” terangnya.
Kelima, Muhammadiyah harus senantiasa hadir di setiap lapisan masyarakat. “Jadikan masyarakat bawah menjadi umat dan masyarakat yang terbaik, di berbagai aspek kehidupan. Jangan sampai Muhammadiyah kuat amal usahanya, tapi kita keropos di bawah. Maka penting menggerakkan seluruh elemen Muhammadiyah yang bisa menyantuni seluruh lapisan masyarakat,” ucap Haedar.
Keenam, memperluas peran keumatan, kebangsaan, dan kemanusiaan universal. Muhammadiyah memiliki amal usaha yang melimpah, pun demikian dengan seluruh perangkat organisasi. Dengan modal ini, Haedar ingin agar Muhammadiyah meningkatkan peran ke dalam dimensi yang lebih luas dan melintas batas.
“Jangan sampai Muhammdiyah lengah dan kalah langkah dari gerakan-gerakan lain, dalam usaha mencerdaskan, memberdayakan, mencerahkan, membeaskan, memajukan umat, bangsa, dan kemanusiaan tingkat global, ini misi penting bagi kita,” tutur Haedar.