Mekkah, Panjimas – Jamaah haji lanjut usia (lansia) dan berkebutuhan khusus satu persatu naik ke dalam bis ramah lansia di depan hotel nomor 409 di Makkah pada Sabtu (1/7/2023) pagi menjelang siang. Dokter Leksmana Arry yang mengantar kepergian jamaah haji lansia dan berkebutuhan khusus, matanya mulai berkaca-kaca, tidak lama setelah itu dia menyeka air mata yang tak terbendung lagi.
Entah ada ikatan batin apa antara Dokter Leksmana dan puluhan jamaah haji lansia berkebutuhan khusus tersebut, hingga kepergian jamaah haji ke hotelnya masing-masing berhasil menarik keluar air mata Dokter Leksmana.
Sementara, jamaah haji lansia dan berkebutuhan khusus saat menaiki bis ramah lansia nampak segar dan bersih terawat. Perasaan bahagia mereka terpancar dari wajah mereka yang mudah tersenyum saat diajak berbicara. Mereka adalah sebagian dari 129 jamaah haji lansia berkebutuhan khusus yang mengikuti program safari wukuf.
Dokter Leksmana bersama rekannya Rudiyanto bagian dari Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) 2023 bidang Penanganan Krisis dan Pertolongan Pertama pada Jamaah Haji (PKP3JH). Awalnya mereka disiapkan sebagai bagian dari tim Mobile Crisis Rescue (MCR). Setelah menyiapkan berbagai halnya, tiba-tiba mereka dipanggil ke Kantor Daerah Kerja (Daker) Makkah karena ada perubahan rencana mendadak.
“Tiba-tiba kami diminta untuk mendampingi jamaah haji lansia dan berkebutuhan khusus untuk melaksanakan safari wukuf, tugas-tugasnya terkait ini kami hanya mendapat briefing singkat,” kata Dokter Leksmana di Makkah, Sabtu (1/7/2023).
Mulai dari sini Dokter Leksmana dan Ridiyanto menjalin ikatan emosional dengan para jamaah haji lansia dan berkebutuhan khusus. Ternyata pengalaman dan hubungan tulus di antara mereka yang membuat air mata Dokter Leksmana jatuh dari sudut matanya pada Sabtu (1/7/2023) pagi.
Dokter Leksmana awalnya kaget melihat kondisi jamaah haji lansia dan berkebutuhan khusus yang memiliki masalah geriatri pada umumnya. Geriatri adalah pasien lansia dengan multi penyakit dan gangguan akibat penurunan fungsi organ, psikologi, sosial, ekonomi dan lingkungan yang membutuhkan pelayanan kesehatan secara terpadu.
“Jamaah haji lansia dan berkebutuhan khusus tersebut kami tempatkan di kamar masing-masing (di hotel transit sebelum safari wukuf), kemudian kami koordinasi program apa yang harus dilakukan untuk mereka,” ujar Dokter Leksmana dengan matanya yang masih memerah karena sempat berkaca-kaca sebelumnya saat melepas kepergian puluhan jamaah haji lansia.
Dokter Leksmana dan Rudiyanto memahami betul bahwa jamaah haji lansia perlu diayomi, dan ditemani. Petugas haji menganggap jamaah haji lansia dan berkebutuhan khusus tersebut sebagai keluarga. Juga sebaliknya, jamaah haji lansia dan berkebutuhan khusus menganggap petugas haji adalah anak dan cucunya.
Dokter Leksmana, Rudiyanto dan petugas haji lainnya betul-betul menjaga kesehatan mental dan psikologi jamaah haji lansia dan berkebutuhan khusus. Mereka diajak berbicara, didengarkan, dan diajak beribadah bersama.
Bahkan, Dokter Leksmana, Rudiyanto dan petugas haji lainnya merawat kebutuhan personal jamaah haji lansia dan berkebutuhan khusus tersebut. Mulai dari memandikan, memasang pampers, membersihkan saat buang air besar dan menyuapi.
“Beruntung latar belakang kami kesehatan, pak Rudiyanto adalah perawat, pak Rudiyanto membimbing kami semua mengajari bagaimana mengganti pampers, memandikan, menyuapi dan lain sebagainya,” kata Dokter Leksmana mengenang masa-masa merawat jamaah haji lansia berkebutuhan khusus.
Rudiyanto yang juga tidak kuat menahan haru saat ditinggal jamaah haji lansia dan berkebutuhan khusus, dia menyampaikan, sejak awal sudah berkomitmen untuk berkhidmat melayani tamu Allah SWT. Awalnya sudah ditugaskan dan akan ditempatkan di MCR 1 di Mina, tapi Allah berkehendak lain, muncul tugas baru menemani jamaah haji lansia berkebutuhan khusus.
“Sekitar 10 orang dari PKP3JH mendapat tugas khusus, apapun tugasnya kami laksanakan, karena memang sebelumnya pengalaman kami bertugas 12 jam sampai 18 jam, karena sudah niatnya melayani tamu Allah,” jelas Rudiyanto.
Saat Rudiyanto dan petugas haji lainnya menerima jamaah haji lansia berkebutuhan khusus menjelang safari wukuf, kondisi jamaah haji tersebut memang pas-pasan. Sehingga Rudiyanto dan petugas lainnya harus mencari pakaian dan lain sebagainya untuk jamaah haji lansia tersebut lebih siap melakukan safari wukuf.
“Kami carikan pakaian buat nenek-nenek (jamaah haji lansia berkebutuhan khusus), mereka senang dikasih kerudung, saya mandikan, buang air besarnya saya bersihkan,” ujar Rudiyanto mengenang pengalaman bersama jamaah haji lansia berkebutuhan khusus.
Rudiyanto berkata jujur, dia mengakui bahwa sangat emosional saat ditinggal pergi jamaah haji lansia berkebutuhan khusus yang beberapa hari sebelumnya dirawat dan ditemani olehnya. Rudiyanto mendoakan, semoga semuanya jadi haji yang mabrur.
“Bercandanya saya ke teman-teman, kalau bapak/ ibu (jamaah haji lansia berkebutuhan khusus suatu saat) dipanggil Allah, kalau bapak/ ibu ada di surga, tolong panggil kami,” ujar Ridiyanto.
Meski hanya bercanda, jamaah haji lansia dan berkebutuhan khusus yang dirawat Ridiyanto meneteskan air mata haru saat mendengarnya.
*Pahlawan Safari Wukuf*
Dokter Leksmana dan Rudiyanto sebelumnya belum pernah ke Tanah Suci. Mereka berharap bisa melaksanakan ibadah haji sambil bekerja sebagai petugas haji. Namun, mereka lebih memilih tugas merawat dan menemani jamaah haji lansia berkebutuhan khusus, ketimbang fokus melaksanakan wukuf.
Dokter Leksmana dan Rudiyanto melaksanakan wukuf bersama jamaah haji lansia dan berkebutuhan khusus di dalam bis atau yang disebut sebagai program safari wukuf.
Dokter Leksmana mengatakan bahwa sudah tugasnya menemani dan merawat jamaah haji. “Kalau soal ibadah haji mabrur atau tidak, itu kami serahkan kepada Allah SWT,” ujarnya dengan nada tegas dan tegar.
Rudiyanto menambahkan, ikut safari wukuf sambil menemani jamaah haji yang ikut safari wukuf karena kondisi jamaah hajinya lansia dan berkebutuhan khusus. Hal tersebut telah dikonsultasikan sebelumnya dengan para kiai. Mabit meski hanya sebentar sekali tetap dilaksanakan dengan cara bergantian, sebab jamaah haji lansia dan berkebutuhan khusus tidak boleh ditinggalkan meski sebentar.
“Kami lontar jumrah sekalian mewakili jamaah haji lansia dan berkebutuhan khusus juga,” kata Rudiyanto.
Rudiyanto mengungkapkan cara merawat jamaah haji lansia dan berkebutuhan khusus harus dengan sentuhan hati yang ikhlas, supaya getaran ketulusannya langsung terasa oleh jamaah haji lansia. Mereka juga akan memancarkan getaran kepercayaan sampai meneteskan air mata. Sehingga tercipta situasi saling mendoakan.
Jamaah haji lansia dan berkebutuhan khusus awalnya depresi dan merasa terbuang karena terpisah dari keluarganya dan rombongannya yang melaksanakan wukuf di Arafah dan mabit di Mina. Sehingga mereka butuh perhatian dan sentuhan ikhlas dari petugas haji. Karena itulah, Dokter Leksmana, Rudiyanto dan petugas haji lainnya hadir mengobati mental dan jasmani jamaah haji lansia berkebutuhan khusus.
Untuk diketahui, ada sebanyak 129 jamaah haji lansia dan berkebutuhan khusus yang tidak mampu melakukan wukuf secara mandiri. Mereka juga di luar kriteria yang disafari wukufkan oleh Klinik Kesehatan Haji Indonesia (KKHI).
Mereka yang tidak mampu melakukan wukuf di padang Arafah secara mandiri, awalnya merasa sedih karena ditinggal jamaah haji lain yang melaksanakan wukuf di Arafah. Beruntung PPIH membantu 129 jamaah haji untuk safari wukuf.
Salmah (54 tahun) jamaah haji dari Banjarmasin sedang duduk di dalam bis ramah lansia. Salamah hendak dipulangkan ke hotel setelah melakukan safari wukuf dan prosesi ibadah haji lainnya yang dibadalkan.
“Kakinya sakit tidak bisa berjalan, tapi senang setelah ikut safari wukuf,” kata Salmah saat ditemui Republika di dalam bis ramah lansia di Makkah, Sabtu (1/7/2023).
Jamaah haji lainnya asal Sumatera Selatan, Zaenal Arifin Komar yang berusia 91 tahun juga mengatakan bersyukur bisa ikut safari wukuf. “Bersyukur bisa safari wukuf,” ujar Zaenal yang duduk di bangku depan bis ramah lansia.
Kini jamaah haji lansia dan berkebutuhan khusus tersebut sudah sampai hotelnya masing-masing. Dokter Leksmana dan Rudiyanto turut bahagia melihat mereka dalam kondisi baik setelah beberapa hari tinggal dan beraktivitas bersama mereka.