Jeddah, Panjimas – Penyelenggaraan ibadah haji 1444H/2023M merupakan penyelenggaraan haji pertama setelah pandemi COVID-19 dengan pemberlakuan jumlah kuota normal dan tanpa pembatasan umur. Jumlah jemaah haji usia lanjut (Lansia) tahun ini lebih banyak dari tahun sebelumnya.
Banyaknya jemaah haji Lansia ini menjadi tantangan tersendiri bagi bidang kesehatan dalam memberikan pelayanan yang terbaik bagi jemaah, terutama pelayanan kesehatan bagi Lansia.
Jemaah haji Lansia perlu mendapatkan perhatian khusus. Dokter Spesialis Penyakit Dalam di KKHI Makkah dr. Arfik Setyaningsih Sp.PD menyampaikan bahwa kondisi kekebalan atau daya tahan tubuh Lansia berbeda dengan daya tahan tubuh orang dewasa pada umumnya.
Ia juga menyampaikan bahwa perubahan imunitas jemaah haji Lansia dapat dipengaruhi oleh proses penuaan, banyaknya penyakit kronis atau penyakit penyerta dan faktor eksternal seperti stres, kelelahan, dehidrasi, dan penyesuaian iklim.
Hal itu menyebabkan jemaah haji Lansia di Arab Saudi rentan terkena penyakit, salah satunya infeksi paru-paru, yang hingga saat ini menjadi penyebab terbanyak jemaah dirawat di KKHI Makkah.
Selain itu, dr. Arfik juga menyampaikan bahwa penyakit kronis yang sudah diderita jemaah haji Lansia seperti diabetes melitus, hipertensi, penyakit paru kronis, penyakit jantung, stroke, pikun/demensia dapat memperburuk kondisi Lansia yang mengalami infeksi paru.
“Penanganan infeksi paru pada Lansia, dokter geriatri akan berkolaborasi dengan dokter spesialis paru, dan dokter spesialis lainnya jika ada penyakit kronis lain untuk menetapkan tujuan terapi kepada pasien tersebut. Contohnya saat terjadi infeksi paru-paru maka akan kami berikan antibiotik, obat batuk, oksigenasi dan lain-lain,” ujarnya.
Gejala infeksi paru pada Lansia tidak spesifik berupa batuk karena masalah perubahan imunitas. Pada Lansia keluhan umumnya dapat diawali dengan penurunan nafsu makan, lemas, kurang energik, tidak mau berinteraksi atau menyendiri, sering jatuh, rasa dingin, gangguan kencing, nafas terasa berat, mudah lelah, mendadak lupa bahkan penurunan kesadaran.
“Beberapa pasien Lansia yang kami rawat tidak selalu batuk namun hasil pemeriksaan fisik dan penunjang, pasien terkena infeksi paru-paru,” ucap dr Arfik.
Kasus Penurunan Daya Ingat Pada Jemaah Haji Lansia
Selain infeksi paru, dr. Arfik menjelaskan jemaah haji Lansia sering menderita pikun atau penurunan daya ingat. Kondisi ini yang sering dialami jemaah haji Lansia yaitu gelisah, marah-marah hingga mengamuk, tersesat, gangguan tidur, ada juga yang menjadi pendiam dan menyendiri, serta kebingungan.
“Selain infeksi paru, banyak ditemui kasus jemaah Lansia pikun di Tanah Suci dimana sebelumnya di tanah air tidak mengalami hal ini. Gangguan pikun akut yang dialami jemaah haji, dalam bahasa medis dikenal dengan istilah delirium,” tutur dr. Arfik.
Ada juga kondisi yang sifatnya kronis yang lebih dikenal dengan istilah demensia. Biasanya penyakit ini sudah lama diidap pasien namun sering tidak dikenali gejalanya oleh keluarga maupun tenaga Kesehatan. Perburukan kondisi sering dialami jemaah haji saat sudah tiba di Tanah Suci.
Dikatakan dr. Arfik, kondisi penurunan daya ingat disebabkan karena jemaah Lansia mengalami disorientasi atau gangguan penyesuaian yang bisa disebabkan oleh perbedaan cuaca yang ekstrim, suasanan pesawat terbang, hotel, masjid dan lingkungan di Tanah Suci, dan orang sekitar seperti tidak adanya pendampingan dari keluarga, gagal adaptasi dengan rombongan kloter.
Selain itu kondisi dehidrasi, gangguan elektrolit, infeksi, gangguan atau kekurangan nutrisi, penyakit kronis yang tidak terkontrol baik, banyaknya konsumsi obat yang tidak tepat indikasinya, gangguan penglihatan dan pendengaran, juga dapat mencetuskan kondisi tersebut.
Dr. Arfik menekankan jemaah usia lanjut yang mulai pikun harus ada monitoring sendiri. Jemaah haji Lansia dengan penurunan daya ingat dan memiliki penyakit penyerta perlu pendampingan yang lebih ketat.
“Jemaah haji Lansia yang mulai mengalami penurunan daya ingat, penting untuk selalu didampingi dan dimonitor tersendiri terkait kondisinya serta pemeriksaan dokter ahli,” tutur dr. Arfik.
Jemaah haji Lansia dengan gangguan penurunan daya ingatan selain pendampingan juga perlu bersosialisasi dan sering diajak bicara agar dapat merangsang stimulasi kognitifnya. Jemaah haji Lansia ini juga perlu dihindarkan dengan faktor pemicu karena penurunan daya ingat dapat timbul kembali.
Kiat Terhindar dari Penyakit untuk Jemaah Haji Lansia
dr. Arfik membeberkan kiat bagi jemaah Lansia agar tetap bugar selama ibadah haji sehingga bisa menjalankan seluruh ibadah sesuai syariat Islam dengan lancar.
Pertama yaitu jemaah haji khususnya Lansia disarankan untuk beristirahat cukup, minimal 8 sampai 9 jam dalam sehari. Jemaah haji diimbau untuk tidak terlalu berlebihan dalam melaksanakan aktifitas fisik. Pelaksanaan Ibadah harus menyesuaikan dengan kondisi fisik.
Kedua yaitu cukupi cairan, dan cegah dehidrasi, jemaah tanpa gangguan ginjal kronis dan pembengkakan jantung, minimal harus minum 3 liter sehari untuk mencukupi kebutuhan cairan harian. Jemaah disarankan untuk minum setiap 15 menit.
Jemaah diimbau jangan takut untuk kencing. Jemaah dapat minum bertahap yaitu 2 atau 3 teguk setiap 15 menit dan jangan menunggu haus. Jemaah haji disarankan juga untuk mengonsumsi cairan pada suhu yang tidak terlalu dingin dan disesuaikan dengan suhu tubuh.
“Saat jemaah haji berada di Masjid Nabawi ataupun di Masjidilharam dan hendak minum air zam-zam, kami sarankan untuk minum air zam-zam yang tidak dingin. Untuk menghindarkan perubahan suhu di tubuh yang ekstrim,” jelas dr Arfik.
Ketiga, cukupi kebutuhan nutrisi harian. Jemaah haji diimbau untuk menjaga kecukupan asupan protein, karbohidrat, lemak dan vitamin. Jemaah haji juga diimbau untuk makan makanan yang segar, hindari makanan instan dan mengandung bahan pengawet. Jemaah haji dengan diabetes melitus juga diimbau untuk tidak berlebihan mengonsumsi kurma dan minuman manis.
“Asupan nutriasi jemaah haji tidak hanya dari kurma, yang penting adalah makan 3 kali sehari. Kecukupan kalori, protein, karbohidrat, lemak dan vitamin. Penderita diabetes melitus tidak bisa mengkonsumsi banyak kurma,” katanya.
Keempat, para jemaah haji diharapkan untuk aktif bersosialisasi dengan lingkungan kloternya. Jemaah haji harus mengikuti kegiatan yang ada di kloternya. Hal ini berguna untuk menghindari stres, cemas, berpikir positif dan menghindarkan adanya penurunan daya ingat.
Selanjutnya kelima, bagi jemaah haji yang memiliki komorbid atau penyakit kronis dan harus mengonsumsi obat setiap hari, diimbau untuk membawa obat rutinnya saat berangkat haji kemudian mengkonsumsinya dengan tertib dan rutin.
Keenam. Selalu gunakan alat perlindungan diri dari cuaca panas seperti payung, topi, kacamata, tabir surya. Jemaah haji juga diharapkan selalu menggunakan masker jika berada dalam keramaian, kecuali saat tawaf.
Terakhir, jika jemaah haji mengalami gangguan kesehatan, segera berkonsultasi dengan tenaga kesehatan kloter. Jemaah haji diimbau tidak mengabaikan gejala gangguan kesehatan sekecil apapun, dan segera berkonsultasi dengan tenaga Kesehatan di kloternya.