Jakarta, Panjimas – Kehidupan politik di Indonesia benar-benar sudah membosankan dan memuakkan karena rakyat mereka minta untuk memilih tapi nanti setelah mereka terpilih dan duduk di DPR atau jadi Presiden dan Wakil Presiden suara rakyat banyak yang memilih mereka dahulu tidak lagi mereka hiraukan.
Yang lebih banyak mereka dengar adalah suara rakyat yang ada di lapis atas yang kita sebut dengan oligarki atau para pemilik kapital, sehingga tidak aneh sudah demo buruh dan masyarakat dari sabang sampai merauke namun pasal-pasal yang terkait dengan kepentingan oligarki atau pemilik kapital tidak berubah.
Hal itu sangat terlihat dengan jelas dalam kasus undang-undang cipta kerja dimana setelah dijudicial review mahkamah konstitusi dalam Putusan MK Nomor 91/PUU -XVIII/2020 yang dibacakan pada 25 November 2021 menyangkut UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dinyatakan ‘inkonstitusional bersyarat’.
Putusan ini diberikan oleh MK karena UU tersebut dianggap cacat secara formal dan cacat prosedur karena DPR dan pemerintah tidak melakukan hal-hal yang seharusnya dilakukan.
Akibatnya kedaulatan rakyat benar-benar terasa telah disingkirkan dan yang menonjol adalah kedaulatan dari para pemilik kapital sehingga negeri ini sudah tampak berubah dari negara demokrasi menjadi negara duitokrasi dimana yang berdaulat bukan lagi rakyat tapi adalah duit sehingga duit menjadi yang segala-galanya, dimana dengan duit hukum dan kebijakan bisa dibeli sehingga kebenaran dan keadilan tidak lagi diperhatikan.
Dengan duit , jabatan dan kesempatan bisa diperoleh sehingga negeri ini benar-benar menjadi syurga bagi yang punya duit dan neraka bagi yang tidak memilikinya padahal tugas negara menurut konstitusi adalah melindungi, mencerdaskan dan mensejahterakan rakyat.
Apakah hal itu sudah terwujud ? rasanya masih jauh panggang dari api karena akibat dari tidak adanya keberpihakan kepada rakyat banyak sehingga yang terjadi adalah kesenjangan sosial ekonomi yang semakin tajam.
Bahkan yang tidak kalah mengenaskannya perilaku dari para pemimpin dan pejabat di negeri ini juga sudah sangat materialistik dan hedonistik sekali sehingga praktek korupsi , kolusi dan nepotisme serta tindakan tidak terpuji lainnya sudah bermunculan dan ada dimana-mana.
Hal ini tentu saja sangat tidak kita inginkan karena hal demikian jelas-jelas sudah sangat jauh menyimpang dari falsafah bangsa dan konstitusi yang ada di negeri ini. Oleh karena itu hal ini tentu tidak boleh dibiarkan dan harus segera dihentikan kalau kita tidak mau negeri ini pecah dan porak poranda.
Anwar Abbas
Wakil Ketua Umum MUI