Jakarta, Panjimas – Terseoknya ikhtiar Indonesia mewujudkan ekonomi yang berkeadilan, mengatasi problem kemanusiaan dan menegakkan keadilan hukum tidak terlepas dari komitmen para elit untuk tegak lurus menjalankan amanat konstitusi.
Menurut Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir, hal ini dibuktikan dengan menebalnya kontras antara visi Indonesia yang digariskan oleh para pendiri bangsa dengan realitas hari ini.
Haedar lalu mengutip sekian masalah yang kini menjadi fakta objektif bangsa Indonesia: korupsi yang menggila, asas pragmatisme hutang luar negeri yang terus berakumulasi lebih dari Rp.7.000 T, tidak adanya kebijakan progresif untuk mengambil resiko mengatasi kesenjangan sosial, hingga menguatnya kolaborasi antara liberalisme, kapitalisme dan oligarki politik dan bisnis pasca reformasi.
“Jelas bagi yang korup, mereka tidak memahami sukma dari negara ini hadir dan bagaimana para pejuang bangsa kita mengorbankan jiwa untuk Indonesia (merdeka) hari ini,” kritik Haedar.
Sebagai pembicara kunci dalam seri ketiga gelar wicara Gagas RI KG (Kompas Gramedia) Media bertajuk “Ekonomi, Keadilan, dan Kemanusiaan”, Haedar lantas menantang keberanian para elit yang maju dalam kontestasi politik 2024 untuk mengangkat masalah substantif ini.
“Kita perlu memperbincangkan dengan argumen yang kuat, ruh dan nyawa Keindonesiaan yang otentik tanpa kemarahan, bila perlu tanpa saling menyalahkan, tapi apakah kita sebagai bangsa terbuka untuk membicarakan ini?” tantangnya.
Menurut Haedar, isu-isu di atas memiliki urgensi untuk diangkat agar hajat hidup bangsa Indonesia tidak disepelekan sebagai komoditas politik semata.
“Tapi bisakah para elit yang mau berkontestasi di 2024 memperbincangkan persoalan-persoalan krusial ini, kalau tidak maka dia memperoleh mandat dari rakyat akan punya beban berat soal korupsi, hutang luar negeri, kesenjangan, kemiskinan, dan beban menghadapi oligarki yang tidak muda,” jelasnya.
Haedar Nashir, meminta para elit di legislatif dan eksekutif berhenti berdebat soal pragmatisme pemilu terkait pasangan politik untuk kemudian beralih pada topik yang lebih dibutuhkan rakyat, hingga topik-topik menyangkut kedaulatan negara semisal penguasaan Sumber Daya Alam, yang semuanya harus mengacu pada dasar konstitusi.
Indonesia harus jelas arahnya. Ke depan oke ada stagnasi, masih bisa dimaklumi, tapi kalau distorsi, deviasi dari cita-cita para pendiri bangsa, saya yakin bahwa kontestasi pemilu yang begitu mahal itu kemudian hanya menjadi beban bagi generasi yang akan datang.
“Maka mari kita kawal pemilu 2024 dengan memastikan para elit yang berkontestasi mulai bicara tentang gagasan, tentang Indonesia, tentang Keindonesiaan dan masa depan Indonesia agar Indonesia tetap menjadi milik kita semua, bukan Indonesia milik satu golongan, bukan Indonesia milik satu orang, dan bukan Indonesia milik satu kelompok,” tegasnya.