Jakarta, Panjimas – Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mempertanyakan sikap pemerintah yang menghilangkan organisasi profesi di bidang kesehatan dalam Rancangan Undang Undang (RUU) Omnibuslaw Kesehatan atau RUU Kesehatan.
Juru Bicara IDI dr Beni Satria menjelaskan, dalam Pasal 1 ayat (12) UU Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, sangat jelas disebutkan IDI adalah organisasi profesi untuk dokter dan PDGI untuk organisasi profesi dokter gigi.
Begitu juga organisasi profesi lainnya seperti Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI) yang disebutkan sebagai organisasi profesi dalam UU.
Namun, dalam RUU Kesehatan, organisasi-organisasi profesi di bidang kesehatan tersebut tidak dimasukkan.
Beni menilai, seharusnya pemerintah mengacu kepada UU yang sudah disahkan, semisal UU Nomor 23 tahun 2022 tentang Pendidikan dan Layanan Psikologi.
Di Pasal 46 ayat (2) Penjelasan UU Pendidikan dan Layanan Psikologi disebutkan, organisasi profesi psikologi adalah Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI).
“Justru dengan dengan menyebutkan satu-satunya organisasi profesi ini lebih memberikan perlindungan,” ujar Beni di program Sapa Indonesia Malam KOMPAS TV, Selasa (9/5/2023).
Beni menjelaskan, jika organisasi profesi seperti IDI, PDGI, PPNI, IBI tidak dimasukkan, maka nantinya akan ada perpecahan dan kegaduhan organisasi profesi kesehatan yang ujungnya bisa menimbulkan kerugian di masyarakat.
“Dengan tidak disebutkan, ini jelas pelemahan terhadap organisasi profesi, kenapa pemerintah takut menyampaikan dan menyebutkan secara langsung IDI untuk dokter, PDGI untuk dokter gigi?” ujar Beni.
Selain itu, Beni juga menilai tahapan RUU Kesehatan tidak seluruhnya berjalan sesuai dengan UU 13 tahun 2022 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
Dalam UU Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dijelaskan, selain mendengar masukan publik dalam membentuk UU, juga perlu mempertimbangkan masukan yang diberikan.
Kemudian, pemberi masukan juga memiliki hak untuk mendapat penjelasan seandainya pertimbangan, usulan, dan masukan tidak diterima.
Beni menegaskan, public hearing bukan sebatas mendengarkan pendapat masyarakat, tetapi juga mempertimbangkan masukan yang diberikan, dan memberikan penjelasan.
“Jadi kami menginginkan public hearing RUU Kemenkes ini bukan hanya sekadar mendengar atau seremonial saja, tetapi benar-benar dilaksanakan sesuai dengan UU 13 tahun 2022,” pungkas Beni