Jakarta, Panjimas — Pengakuan kebesaran Muhammadiyah bukan disampaikan oleh internal, melainkan ilmuwan atau peneliti asing mulai dari Mitsuo Nakamura sampai dengan Robert W. Hefener, seorang ilmuwan Pakar Kajian Islam dan Politik Kebudayaan Indonesia asal Boston University, Amerika Serikat.
Demikian diungkapkan oleh Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Haedar Nashir pada, Ahad (7/5) dalam acara Penutupan Dialog Ideopolitor di Universitas Ahmad Dahlan (UAD). Hal itu sekaligus menegaskan, bahwa kebesaran Muhammadiyah dapat disaksikan secara obyetif.
Bahkan Robert Hefner meminta kepada Haedar Nashir untuk ‘melupakan’ buku yang ditulisnya ‘Civil Islam : muslims and democratization in Indonesia’. Pasalnya dia menemukan kebaruan informasi tentang Islam dan demokrasi di Indonesia setelah bersentuhan dengan Muhammadiyah secara langsung.
Termasuk Mitsuo Nakamura, yang awalnya menganggap Muhammadiyah sebagai organisasi Islam nomor sekian dan bukan nomor satu. Namun setelah menjalani dialog dengan tokoh dan menyaksikan langsung Muhammadiyah, Profesor adalah Chiba University, Jepang menegasikan argumentasi yang menyebutkan Muhammadiyah lebih kecil dibandingkan yang lain.
Sebenarnya, pengakuan atas kebesaran Muhammadiyah bukan hanya disampaikan oleh dua tokoh tersebut, tetapi juga masih banyak yang lain. Namun demikian, bukan pengakuan kebesaran yang ingin dicapai oleh Muhammadiyah, lebih dari itu kehadiran Muhammadiyah ingin memberi manfaat seluas-luasnya dan memberikan kemajuan bagi kehidupan umat, bangsa dan kemanusiaan semesta.
Haedar menceritakan, untuk mempopulerkan simbol-simbol yang lekat di Muhammadiyah tidaklah mudah. Misalnya terma ‘Mencerahkan’ dan ‘Berkemajuan’. Guru Besar Sosiologi ini mengatakan bahwa untuk mempopulerkan terma-terma itu dan kemudian diterima publik luas bukan pekerjaan mudah.
“Itu bukan pekerjaan mudah; untuk memperoleh trust dari media itu ada dua hal. Satu, bahwa yang bersangkutan harus bisa dijaga obyektifitas pemikirannya, dan kedua adalah sikap kebangsaannya,” ungkapnya.
Pengetahuan publik tentang Muhammadiyah menurut Haedar saat ini mulai tercerahkan melalui peran ilmuwan atau peneliti dan media. Akan tetapi, imbuh Haedar, untuk urusan ke internal Muhammadiyah masih menerapkan adagium ‘sedikit bicara banyak bekerja’. Akan tetapi untuk ke eksternal perlu disampaikan.
Oleh karena itu, Haedar senantiasa mendorong kader, pimpinan dan warga Persyarikatan Muhammadiyah untuk percaya diri dengan identitas kemuhammadiyahannya. Tidak perlu minder, dan selalu merasa bahwa Muhammadiyah ini lebih kecil dibandingkan dengan yang lain.
Tentang gerakan dan pengkhidmatan Muhammadiyah bagi umat, bangsa dan kemanusiaan universal perlu disampaikan untuk publik luas melalui platform maupun kanal-kanal media masa dan sosial, mimbar akademik dan lain sebagainya. Hal itu diharapkan memberikan konstruksi Muhammadiyah bagi orang lain secara elegan.
“Itu bagian dari kita untuk mengkomunikasikan Muhammadiyah secara tetap elegan, tidak usah sombong. Tapi juga tidak usah terlalu menutupi diri, karena tanpa itu orang menjadi tidak tahu atas apa yang dilakukan Muhammadiyah,” pungkasnya