Prof Moh Isom Yusqi
Undang-Undang Da45 menekankan pentingnya sebuah pendidikan bagi setiap warga negara. Dengan jelas tertera bahwa setiap warga negara berhak memperoleh dan mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib untuk membiayai. Urgensi sebuah pendidikan menjadi tanggung jawab pemerintah dalam membangun pendidikan untuk warga negara agar menjadi manusia yang memiliki karakter serta berkehidupan sosial yang sehat. Singkatnya, pendidikan itu adalah kunci membentuk sumber daya manusia yang berkualitas.
Problem pendidikan masih menjadi perbincangan hangat di Indonesia, Jangankan berbicara soal kurikulum, tunjangan guru serta kualitas pendidikan, akses terhadap pendidikan saja belum selesai. Banyak anak Indonesia usia belajar tidak mendapatkan akses pendidikan, mungkin karena terbelakang, tidak memiliki biaya dan sebagainya. Bahkan selama masa pandemic Covid 19 banyak siswa siswi yang berhenti sekolah. Dalam kondisi yang seperti ini, pemerintah harus hadir di hadapan masyarakat dengan memberikan peluang yang besar pada akses pendidikan tersebut.
Semua sepakat bahwa pendidikan merupakan hal yang sangat krusial dalam pembangunan. Pendidikan akan menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas tinggi dan handal untuk pembangunan. Oleh karena itu mutu dan kualitas pendidikan mempunyai peranan penting dalam usaha demokratisasi. Tingkat pendidikan rakyat yang tinggi bukan hanya dicapai dengan cara mencukupi kebutuhan fasilitas pendidikan semata, namun juga perlu visi, misi, dan tujuan yang secara luas menciptakan rakyat sebagai manusia yang tercerahkan. Karena itu dunia pendidikan menghadapi tantangan yang sangat berat, pertama, peranan pendidikan sebagai penyedia sumber daya manusia yang mampu menjalankan proses pembangunan. Kedua, pendidikan sebagai wahana untuk menciptakan manusia yang mempunyai visi, misi, dan mempunyai rasa kemanusiaan, agar output pendidikan merupakan manusia yang terbebaskan dan berpikir merdeka.
Urgensi PIP
Program Indonesia Pintar (PIP) merupakan salah satu program yang dimaksudkan untuk membangun kecerdasan anak-anak bangsa. PIP memberikan bantuan kepada anak-anak dari keluarga tidak mampu, agar mereka terus bisa menempuh pendidikan dan menyelesaikan pendidikan dasar dengan baik. Dengan demikin, PIP ikut berperan dan menjadi bagian penting dari pembangunan
Pemerintah memperluas cakupan pemberian bantuan tunai pendidikan melalui Program Indonesia Pintar. Dengan cakupan yang lebih luas, pemerintah berusaha menjangkau anak putus sekolah dari keluarga kurang mampu agar mau kembali melanjutkan pendidikannya.
Dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 12 Tahun 2015 tentang Program Indonesia Pintar (PIP) secara tertulis disampaikan bahwa Program Indonesia Pintar merupakan bantuan tunai pendidikan yang ditujukan bagi anak usia sekolah (6-21 tahun). Program tersebut hanya diperuntukan kepada keluarga penerima Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) atau yang memenuhi kriteria yang ditetapkan sebelumnya.Tujuan dari program ini juga adalah untuk membantu biaya personal pendidikan bagi peserta didik miskin atau rentan miskin yang masih terdaftar sebagai peserta didik pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Biaya personal pendidikan dimaksud meliputi:1) Membeli buku dan alat tulis; 2) Membeli pakaian seragam sekolah/praktik dan perlengkapan sekolah (sepatu, tas, atau sejenisnya); 3) Membiayai transportasi peserta didik ke sekolah; 4) Uang saku peserta didik; 5) Biaya kursus/les tambahan bagi peserta didik pendidikan formal; atau 6) Biaya praktik tambahan dan biaya magang/penempatan kerja
Program Indonesia Pintar (PIP) merupakan salah satu kebijakan jaminan sosial di bidang pendidikan yang bertujuan untuk memberikan bantuan kepada siswa-siswa dari kalangan miskin. Siswa-siswi ini adalah mereka baik yang belajar di lembaga pendidikan di bawah Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi maupun Kementerian Agama. Semua siswa-siswi yang masuk dalam kategoi perioritas penerima PIP musti mendapatkan bantuan ini.
Besaran dana PIP yang diterima oleh penerima PIP adalah sebagai berikut: Peserta didik MI mendapatkan Rp. 450.000,-/tahun; Peserta didik MTs mendapatkan Rp750.000,-/tahun; Peserta didik MA mendapatkan Rp1.000.000,/tahun. Kementerian Agama RI yang membawahi madrasah di seluruh Indonesia, setiap tahunnya melakukan update data terkait dengan jumlah siswa madrasah dan melakukan pemadanan data terkait dengan DTKS (Data Terpadu Kementerian Sosial) yang ditetapkan oleh Kementerian Sosial.
Tentu program pemerintah ini sangat membantu siswa-siswi miskin bagi keberlangsungan pendidikan mereka. Meskipun begitu, bukan berarti PIP ini tidak menghadapi masalah dalam pelaksanaan atau implimentasinya, khususnya bagi siswa-siswi madrasah di seluruh Indonesia. Masalah-masalah tersebut di antaranya adalah pertama, pendataan. Kedua, anggaran, ketiga, proses penyaluran dan control pengendalian program.
Pertama, pendataan untuk penerima PIP ini merupakan hal penting yang harus beres terlebih dahulu. Pendataan ini melibatkan banyak pihak, tidak hanya pihak madrasah sebagai pengusul, tetapi juga pihak-pihak pemvalidasi dan pemverifikasi data (Kantor Kementerian Agama Kabupaten maupun Provinsi dan juga Direktorat KSKK Madrasah). Tidak hanya itu, data siswa miskin calon penerima PIP juga musti dipadupadankan dengan DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial) Kementerian Sosial dan juga dengan BPS (Badan Pusat Statistik). Tentu, untuk mensinkronkan dan mensinergikan berbagai pihak itu tidak mudah, meskipun juga sudah dibuatkan sistemnya, seperti EMIS (Education Manajement Information System) dan lain-lain, sedangkan data calon penerima PIP ini selalu dinamis di setiap tahun pelajaran. Pihak madrasah musti melakukan update secara berkala di EMIS. EMIS menjadi basis data bagi pengusulan penerima PIP oleh Direktorat KSKK Madrasah. Pendataan ini tentu tidak hanya terkait dengan jumlah calon penerima PIP, tetapi juga perlu disegmentasikan lagi, misalnya penerima PIP di daerah yang sulit dijangkau oleh Bank penyalur, atau penerima PIP di daerah 3T dan sebagainya. Segmentasi ini bisa jadi berguna bagi pengambilan kebijakan-kebijakan berikutnya, seperti keadilan pendistribusian dana PIP pada daerah-daerah tertentu, akibat dari keterbatasan anggaran yang ada.
Kedua, selain pendataan yang akurat dari tahun ke tahun bisa menjadi dasar bagi Kementerian Keuangan, Bappenas dan Kementerian Agama untuk mengajukan jumlah anggaran PIP yang layak bagi siswa-siswi madrasah. Sejak adanya PIP hingga sekarang, anggaran PIP yang diperuntukkan bagi siswa-siswi Madrasah adalah 1.302.009.650.000 (satu triliyun tigarustus dua juta Sembilan juta enam ratus lima pulih ribu). Anggaran sebesar itu hanya cukup untuk memenuhi jumlah penerima PIP sebanyak 2.005.065 siswa. Padahal secara kasar, terdapat 8 jt siswa madrasah, 4 juta masuk dalam kategori miskin. Sedangkan anggaran PIP hanya cukup untuk mengcover 2 juta siswa madrasah. Masih ada 2 juta lagi yang tidak bisa menikmati bantuan PIP. Ini tentu menjadi PR bagi Kementerian Agama RI untuk terus melakukan negosiasi dengan Kementerian Keuangan, Bapennas dan DPR RI agar 2 jt siswa madrasah ini bisa menerima PIP. Tentu, lagi-lagi ini semua harus didukung dengan data yang akurat dan valid.
Ketiga penyaluran dana PIP ini juga menjadi kunci sukses tidaknya program mandatori pemerintah ini. Tidak hanya penerima PIP tidak mengambil dana tersebut. Alasannya sederhana, untuk mengambil dana tersebut mereka harus melakukan perjalanan yang jauh dengan biaya yang lebih mahal dari dana bantuan PIP. Siswa-siswi madrasah yang berada di daerah kepulauan dan daerah 3T. Dana PIP yang disalurkan melalui bank-bank tertentu tidak diambil oleh penerimaan nya karena bank penyalurnya jauh dari lokasi penerima. Problem ini tentu bisa diatasi misalnya dengan pola “jemput bola”. Bank penyalur musti bergerak cepat untuk membuat system atau pola yang bertujuan memudahkan pencairan, tanpa adanya kerepotan yang musti dilakukan oleh penerima PIP. Atau mencari bank penyalur yang memiliki agen-agen di daerah-daerah terpencil.
Terakhir, kontrol dalam pelaksanaan program PIP, mulai dari perencanaan, pencatatan hingga pencairan, sangat penting. Siapa yang mengontrol? Ya kita semua. Masyarakat berhak mengontrol implementasi PIP, tidak hanya Direktorat KSKK Madrasah tetapi seluruh lampiran masyarakat. Sebab penerima manfaat ini adalah masyarakat. Masyarakat tinggal memanfaatkan kantong-kantong/fasilitas-fasilitas pengaduan yang dibuatkan oleh Direktorat KSKK Madrasah, oleh Kementerian Agama baik Pusat maupun Wilayah dan Kabupaten.
Walhasil, dengan menekankan empat aspek tadi, implementasi PIP bisa terlaksana dengan tepat guna dan tepat sasaran. Dengan begitu, PIP bisa sangat bermakna bagi anak bangsa dan berkontribusi bagi mutu dan kualitas pendidikan serta pengentasan kemiskinan.
(Direktur KSKK Madrasah)